Sejarah Perekonomian
Indonesia
Sistem perekonomian adalah sistem
yang digunakan oleh suatu negara untuk mengalokasikan sumber daya yang
dimilikinya baik kepada individu maupun organisasi di negara tersebut.
Perbedaan mendasar antara sebuah sistem ekonomi dengan sistem ekonomi lainnya
adalah bagaimana cara sistem itu mengatur faktor
produksinya. Dalam beberapa sistem, seorang individu boleh memiliki
semua faktor produksi. Sementara dalam sistem lainnya, semua faktor tersebut di
pegang oleh pemerintah. Kebanyakan sistem ekonomi di dunia berada di antara dua sistem ekstrem
tersebut.
Sistem
perekonomian di Indonesia sudah ada atau dimulai sejak bangsa Indonesia masih
berbentuk Kerajaan. Dimana pada masa itu masih dilakukan monopoli berdasar kekuasaan
kerajaan. Namun sejalan mulainya penjelajahan oleh bangsa barat maka sistem di
Indonesia sedikit banyak mulai terpengaruhi.
Perkembangan
sistem ini dimulai dari jaman penjajahan Belanda dimana sistem imperialisme di
terapkan sampai pada akhir masa penjajahan jepang dimana sistem perekonomian
masih digerakkan oleh bangsa penjajah. Setelah merdeka, bangsa Indonesia sudah
berulang kali mengubah sistem yang dipakai dalam mengatur perekonomiannya. Dari
sistem Liberal, kemudian Komandao (komunisme) sampai memasuki orde baru. Pada
orde baru ini terdapat perubahan yang signifikan (kemajuan) yang dialami oleh
bangsa Indonesia dari segi kemakmuran rakyatnya, dimana pada masa ini menggunakan
Program Repelita. Namun ketika tahun 1999 terjadi reformasi baik dari sistem
politik maupun ekonomi.
Pada
akhirnya bangsa Indonesia sampai dengan sekarang ini menggunakan sistem
Perekonomian pancasila atau kerakyatan dimana tujuan dari perekonomian ini
adalah tercapainya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pemerintahan Orde Lama
Pada tanggal 17 agustus 1945, indonesia
memproklamasikan kemerdekaannya. Namun demikian, tidak berarti Indonesia sudah
bebas dari Belanda. Tetapi setelah akhirnya pemerintah Belanda mengakui secara
resmi kemerdekaan Indonesia. Sampai tahun 1965, Indonesia gejolak politik di dalam
negeri dan beberapa pemberontakan di sejumlah daerah. Akibatnya, selama
pemerintahan orde lama, keadaan perekonomian Indonesia sangat buruk. Seperti
pertumbuhan ekonomi yang menurun sejak tahun 1958 dan defisit anggaran
pendapatan dan belanja pemerintahan terus membesar dari tahun ke tahun. Dapat
disimpulkan bahwa buruknya perekonomian Indonesia selama pemerintahan Orde Lama
terutama disebabkan oleh hancurnya infrastruktur ekonomi, fisik, maupun
nonfisik selama pendudukan jepang. Dilihat dari aspek politiknya selama periode
orde lama, dapat dikatakan Indonesia pernah mengalami sistem politik yang
sangat demokratis yang menyebabkan kehancuran politik dan perekonomian
nasional.
Pemerintahan Orde Baru
Maret 1966, Indonesia dalam era Orde
Baru perhatian pemerintahan lebih ditujukan pada peningkatan kesejahteraan
masyarakat lewat pembangunan ekonomi dan sosial tanah air. Usaha
pemerintah tersebut ditambah lagi dengan penyusunan rencana pembangunan 5 tahun
secara bertahap dengan target-target yang jelas sangat dihargai oleh
negara-negara barat. Tujuan jangka panjang dari pembangunan ekonomi di
Indonesia pada masa Orde Baru adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat
melalui suatu proses industrialisasi dalam skala besar. Perubahan ekonomi struktural
juga sangat nyata selama masa Orde Baru dimana sektor industri manufaktur
meningkat setiap tahun. Dan kondisi utama yang harus dipenuhi terlebih dahulu
agar suatu usaha membangun ekonomi dapat berjalan dengan baik, yaitu sebagai
berikut: kemampuan politik yang kuat, stabilitas ekonomi dan politik, SDM yang
lebih baik, sistem politik ekonomi terbuka yang berorientasi ke Barat, dan dan
kondisi ekonomi dan politik dunia yang lebih baik.
Pemerintahan
Transisi
Mei 1997, nilai tukar bath Thailand
terhadap dolar AS mengalami suatu goncangan yang hebat, hingga akhirnya
merembet ke Indonesia dan beberapa negara asia lainnya. Rupiah Indonesia mulai
terasa goyang pada bulan juli 1997. Sekitar bulan September 1997, nilai tukar
rupiah terus melemah, hingga pemerintah Orde Baru mengambil beberapa langkah
konkret, antaranya menunda proyek-proyek dan membatasi anggaran belanja negara.
Pada akhir Oktober 1997, lembaga keuangan internasional memberikan paket
bantuan keuangaannya pada Indonesia.
Pemerintahan Reformasi
Awal pemerintahan reformasi yang
dipimpin oleh Presiden Wahid, masyarakat umum menaruh pengharapan besar
terhadap kemampuan Gusdur. Dalam hal ekonomi, perekonomian Indonesia
mulai menunjukkan adanya perbaikan. Namun selama pemerintahan Gusdur, praktis
tidak ada satupun masalah di dalam negeri yang dapat terselesaikan dengan baik.
Selain itu hubungan pemerintah Indonesia di bawah pimpinan Gusdur dengan IMF
juga tidak baik. Ketidakstabilan politik dan sosial yang tidak semakin surut
selama pemerintahan Abdurrahman Wahid menaikkan tingkat country risk
Indonesia. Makin rumitnya persoalan ekonomi ditunjukkan oleh beberapa indikator
ekonomi. Seperti pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan yang menunjukkan
pertumbuhan ekonomi yang negatif dan rendahnya kepercayaan pelaku bisnis
terhadap pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Pemerintahan Gotong Royong
Pemerintahan Megawati mewarisi kondisi
perekonomian Indonesia yang jauh lebih buruk daripada masa pemerintahan Gusdur.
Inflasi yang dihadapi Kabinet Gotong Royong pimpinan Megawati juga sangat
berat. Rendahnya pertumbuhan ekonomi Indonesia pada masa pemerintahan Megawati
disebabkan antara lain masih kurang berkembangnya investor swasta, baik dalam
negeri maupun swasta. Melihat indikator lainnya, yakni nilai tukar rupiah,
memang kondisi perekonomian Indonesia pada pemerintahan Megawati lebih baik.
Namun tahun 1999 IHSG cenderung menurun, ini disebabkan kurang menariknya
perekonomian Indonesia bagi investor, kedua disebabkanoleh tingginya suku bunga
deposito.
Dibawah ini adalah kejadian-kejadian
yang menyebabkan terjadinya sistem Perekonomian di Indonesia.
Kepanikan
1797
Krisis ekonomi berlangsung selama 3 tahun dari 1797 hingga 1800. Akibat dari deflasi Bank of England yang menyebar hingga lautan Atlantik dan Amerika Utara dan menyebabkan hancurnya perdagangan dan pemasaran real estate di Amerika Serikat dan sekitar Karibia. Ekonomi Inggris terpengaruh akibat adanya pembalikan deflasi selama perang dengan Perancis saat terjadinya revolusi Perancis.
Krisis ekonomi berlangsung selama 3 tahun dari 1797 hingga 1800. Akibat dari deflasi Bank of England yang menyebar hingga lautan Atlantik dan Amerika Utara dan menyebabkan hancurnya perdagangan dan pemasaran real estate di Amerika Serikat dan sekitar Karibia. Ekonomi Inggris terpengaruh akibat adanya pembalikan deflasi selama perang dengan Perancis saat terjadinya revolusi Perancis.
Depresi
1807
Depresi terjadi selama tujuh tahun sejak 1807 hingga 1814. Undang-undang embargo Amerika Serikat 1807 pada saat itu diluluskan oleh kongres Amerika saat presiden Thomas Jefferson memimpin. Hal ini menghancurkan industri yang terkait dengan pekapalan. Kaum federal berusaha melawan embargo ini dan berusaha melakukan penyelundupan di New England.
Kepanikan 1819
Krisis terjadi selama 5 tahun dari 1819 hingga 1824. Ini adalah krisis finansial pertama yang mempengaruhi keuangan Amerika Serikat secara besar-besaran, bank-bank berjatuhan, munculnya pengangguran, dan merosotnya pertanian dan industri manufaktur. Ini juga menandakan berakhirnya ekspansi ekonomi yang mengikuti Perang 1812.
Kepanikan 1837
Berlangsung antara 1837 hingga 1843. Ekonomi Amerika jatuh secara tajam disebabkan kegagalan bank dan kurangnya keyakinan pada uang kertas. Spekulasi pasar menyebabkan bank di Amerika berhenti bertransaksi dalam bentuk koin emas dan perak.
Kepanikan 1857
Terjadi selama tiga tahun hingga tahun 1860. Kejatuhan Perusahaan Asuransi Hidup dan Kepercayaan Ohio menimbulkan ledakan spekulasi di sektor transportasi Amerika Serikat. Lebih dari 5000 bisnis gagal kurang dari setahun sejak terjadinya kepanikan dan kaum pengangguran melakukan protes di kawasan urban.
Kepanikan 1873
Terjadi selama enam tahun disebabkan masalah ekonomi di Eropa mengakibatkan jatuhnya Jay Cooke & Company, bank terbesar di Amerika Serikat. Hal ini juga menimbulkan spekulasi terhadap perang saudara di Amerika. Undang-undang koin 1873 juga memberikan kontribusi dalam jatuhnya harga perak yang menghancurkan industri pertambangan Amerika Utara.
Depresi Berkepanjangan
Sesuai namanya, depresi ini menelan waktu 23 tahun sejak 1873 hingga 1896. Runtuhnya Bursa Efek Vienna menyebabkan depresi ekonomi yang menyebar ke seluruh dunia. Ini sangat penting dicatat dimana pada periode ini, produksi industri global meningkat pesat. Di Amerika Serikat misalnya, pertumbuhan produksi mencapai empat kali lipat.
Kepanikan 1893
Terjadi selama tiga tahun hingga 1896. Terjadi akibat kegagalan Reading Railroad Amerika Serikat dan penarikan investor Eropa terhadap pasar saham serta jatuhnya bank-bank.
Resesi Perang Dunia I
Terjadi selama tiga tahun hingga 1921. Terjadinya hiper Inflasi di Eropa menyebabkan kelebihan produksi besar-besaran di Amerika Utara.
Depresi terjadi selama tujuh tahun sejak 1807 hingga 1814. Undang-undang embargo Amerika Serikat 1807 pada saat itu diluluskan oleh kongres Amerika saat presiden Thomas Jefferson memimpin. Hal ini menghancurkan industri yang terkait dengan pekapalan. Kaum federal berusaha melawan embargo ini dan berusaha melakukan penyelundupan di New England.
Kepanikan 1819
Krisis terjadi selama 5 tahun dari 1819 hingga 1824. Ini adalah krisis finansial pertama yang mempengaruhi keuangan Amerika Serikat secara besar-besaran, bank-bank berjatuhan, munculnya pengangguran, dan merosotnya pertanian dan industri manufaktur. Ini juga menandakan berakhirnya ekspansi ekonomi yang mengikuti Perang 1812.
Kepanikan 1837
Berlangsung antara 1837 hingga 1843. Ekonomi Amerika jatuh secara tajam disebabkan kegagalan bank dan kurangnya keyakinan pada uang kertas. Spekulasi pasar menyebabkan bank di Amerika berhenti bertransaksi dalam bentuk koin emas dan perak.
Kepanikan 1857
Terjadi selama tiga tahun hingga tahun 1860. Kejatuhan Perusahaan Asuransi Hidup dan Kepercayaan Ohio menimbulkan ledakan spekulasi di sektor transportasi Amerika Serikat. Lebih dari 5000 bisnis gagal kurang dari setahun sejak terjadinya kepanikan dan kaum pengangguran melakukan protes di kawasan urban.
Kepanikan 1873
Terjadi selama enam tahun disebabkan masalah ekonomi di Eropa mengakibatkan jatuhnya Jay Cooke & Company, bank terbesar di Amerika Serikat. Hal ini juga menimbulkan spekulasi terhadap perang saudara di Amerika. Undang-undang koin 1873 juga memberikan kontribusi dalam jatuhnya harga perak yang menghancurkan industri pertambangan Amerika Utara.
Depresi Berkepanjangan
Sesuai namanya, depresi ini menelan waktu 23 tahun sejak 1873 hingga 1896. Runtuhnya Bursa Efek Vienna menyebabkan depresi ekonomi yang menyebar ke seluruh dunia. Ini sangat penting dicatat dimana pada periode ini, produksi industri global meningkat pesat. Di Amerika Serikat misalnya, pertumbuhan produksi mencapai empat kali lipat.
Kepanikan 1893
Terjadi selama tiga tahun hingga 1896. Terjadi akibat kegagalan Reading Railroad Amerika Serikat dan penarikan investor Eropa terhadap pasar saham serta jatuhnya bank-bank.
Resesi Perang Dunia I
Terjadi selama tiga tahun hingga 1921. Terjadinya hiper Inflasi di Eropa menyebabkan kelebihan produksi besar-besaran di Amerika Utara.
Depresi
Besar 1929
Depresi yang paling besar dan dikenang sepanjang sejarah. Terjadi selama 10 tahun sejak 1929 hingga 1939. Pasar saham di seluruh dunia saat itu berjatuhan dan bank-bank di Amerika Serikat mengalami kebangkrutan. Jutaan pengangguran bermunculan dan kemiskinan merajalela.
Resesi 1953
Terjadi selama satu tahun. Setelah periode inflasi perang Korea berakhir, banyak uang yang ditransferkan untuk keamanan nasional Amerika Serikat. Berubahnya kebijakan The Fed yang lebih membatasi tahun 1952 menyebabkan terjadinya inflasi yang lebih lanjut.
Krisis Minyak 1973
Terjadi selama dua tahun hingga 1975. Naiknya harga minyak yang ditetapkan oleh OPEC dan tingginya biaya yang dikeluarkan Amerika Serikat pada Perang Vietnam menyebabkan terjadinya stagflasi di Amerika Serikat.
Resesi Awal 1980
Terjadi di awal tahun 1980 selama dua tahun, revolusi Iran membuat melonjaknya harga minyak dan munculnya krisis energi 1979. Pergantian rezim di Iran menyebabkan menurunnya pasokan minyak sehingga harga minyak melambung. Ketatnya kebijakan moneter di Amerika Serikat untuk mengontrol inflasi menyebabkan terjadi resesi lainnya.
Resensi Awal 1990
Terjadi selama satu tahun dimana perdagangan produk industri dan manufaktur menurun.
Resesi Awal 2000
Terjadi selama dua tahun dari 2001 hingga 2003. Keruntuhan bisnis dot.com, serangan 11 September, dan skandal pembukuan menyebabkan krisis di sekitar Amerika Utara.
Depresi Ekonomi 2008
Depresi yang saat ini tengah melanda dunia. Hal ini disebabkan beberapa faktor diantaranya naiknya harga minyak yang menyebabkan naiknya harga makanan di seluruh dunia, krisis kredit dan bangkrutnya berbagai investor bank, meningkatnya pengangguran sehingga menyebabkan inflasi global. Bursa saham di beberapa negara terpaksa ditutup beberapa hari termasuk di Indonesia, harga-harga saham juga turut anjlok. Diperkirakan depresi ekonomi kali ini separah/ lebih parah dari depresi besar ekonomi 1929.
Depresi yang paling besar dan dikenang sepanjang sejarah. Terjadi selama 10 tahun sejak 1929 hingga 1939. Pasar saham di seluruh dunia saat itu berjatuhan dan bank-bank di Amerika Serikat mengalami kebangkrutan. Jutaan pengangguran bermunculan dan kemiskinan merajalela.
Resesi 1953
Terjadi selama satu tahun. Setelah periode inflasi perang Korea berakhir, banyak uang yang ditransferkan untuk keamanan nasional Amerika Serikat. Berubahnya kebijakan The Fed yang lebih membatasi tahun 1952 menyebabkan terjadinya inflasi yang lebih lanjut.
Krisis Minyak 1973
Terjadi selama dua tahun hingga 1975. Naiknya harga minyak yang ditetapkan oleh OPEC dan tingginya biaya yang dikeluarkan Amerika Serikat pada Perang Vietnam menyebabkan terjadinya stagflasi di Amerika Serikat.
Resesi Awal 1980
Terjadi di awal tahun 1980 selama dua tahun, revolusi Iran membuat melonjaknya harga minyak dan munculnya krisis energi 1979. Pergantian rezim di Iran menyebabkan menurunnya pasokan minyak sehingga harga minyak melambung. Ketatnya kebijakan moneter di Amerika Serikat untuk mengontrol inflasi menyebabkan terjadi resesi lainnya.
Resensi Awal 1990
Terjadi selama satu tahun dimana perdagangan produk industri dan manufaktur menurun.
Resesi Awal 2000
Terjadi selama dua tahun dari 2001 hingga 2003. Keruntuhan bisnis dot.com, serangan 11 September, dan skandal pembukuan menyebabkan krisis di sekitar Amerika Utara.
Depresi Ekonomi 2008
Depresi yang saat ini tengah melanda dunia. Hal ini disebabkan beberapa faktor diantaranya naiknya harga minyak yang menyebabkan naiknya harga makanan di seluruh dunia, krisis kredit dan bangkrutnya berbagai investor bank, meningkatnya pengangguran sehingga menyebabkan inflasi global. Bursa saham di beberapa negara terpaksa ditutup beberapa hari termasuk di Indonesia, harga-harga saham juga turut anjlok. Diperkirakan depresi ekonomi kali ini separah/ lebih parah dari depresi besar ekonomi 1929.
Masalah dan Penyelesaian
Paradigma Pembangunan Indonesia
Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional : “Agar kegiatan pembangunan berjalan efektif,
efisien, dan bersasaran maka diperlukan perencanaan pembangunan”
Landasan Filosofis:
Landasan Filosofis:
v Cita-cita Nasional sebagaimana
tercantum dalam Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah
berkehidupan kebangsaan yang bebas, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur;
v Tujuan Nasional dengan dibentuknya
pemerintahan adalah untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia ,
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia;
v Tugas Pokok Setelah Kemerdekaan adalah
menjaga kemerdekaan serta mengisinya dengan pembangunan yang berkeadilan dan
demokratis yang dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan;
v Agar kegiatan pembangunan berjalan
efektif, efisien, dan bersasaran maka diperlukan perencanaan pembanagunan.
Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional adalah (1) satu kesatuan tata cara perencanaan
pembangunan; (2) untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan dalam jangka
panjang, jangka menengah, dan tahunan; (3) yang dilaksanakan oleh unsur
penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat pusat dan daerah.
Paradigma
pembangunan selalu dan harus berubah dari waktu ke waktu, sesuai dengan
tuntutan jaman dan permasalahan. Terjadinya krisis yang besar sering dan
memaksakan munculnya paradigma baru. Tanpa paradigma baru, krisis yang sama dan
lebih besar akan terjadi lagi.
Demikian
juga dalam pemikiran ekonomi. Di tahun 1930-an J. M. Keynes telah melakukan
revolusi dalam paradigma pemikiran ekonomi. Revolusi pemikirannya, setelah
dikuantifikasikan oleh Samuelson dan kawan kawan, kemudian menjadi terkenal
dengan yang disebut Teori Ekonomi Makro, yang kini diajarkan di seluruh dunia.
Pada
saat itu sedang terjadi krisis ekonomi yang amat besar, yang sering disebut
dengan Great Depression. Negara kaya seperti Amerika Serikat dan Eropa
terjerembab dalam kesulitan ekonomi yang besar. Saat itu paradigmanya adalah
peran pemerintah yang sekecil kecilnya. Saat itu, para ekonom mempercayakan
kegiatan ekonomi sepenuhnya pada kekuatan pasar. Ekonomi yang menurun, menurut
paradigma saat itu, akan pulih dengan sendirinya. Ekonomi yang memanas akan
dengan sendirinya kembali normal, asalkan pemerintah tidak ikut campur tangan.
Namun, di tahun 1930-an itu, ekonomi yang terus menurun tidak kunjung baik, dan
bahkan dari masa ke masa, keadaan ekonomi makin parah.
Di
saat seperti itu lah muncul J. M Keynes, yang memperkenalkan paradigma baru,
bahwa pemerintah harus turun tangan untuk mengatasi krisis saat itu. Pemerintah
harus menciptakaan permintaan, harus mengeluarkan uang, agar ekonomi tumbuh
lagi. Di jaman sekarang, pemikiran ini dikenal dengan istilah stimulus package.
Namun
, usaha J. M Keynes ini tidak begitu saja diimplementasikan. Dukungan kuat dari
tokoh politik sangat perlu untuk mengimplementasikan perubahan paradigma
pemikiran. Baru dengan dukungan penuh dari Franklin D. Roosevelt, presiden Amerika
Serikat waktu itu, pemikiran Keynes dijalankan. Dan sejak saat itu, ekonomi
Amerika Serikat dan dunia, segera mengalami pemulihan. Ekonomi dunia kemudian
mengikuti paradigma pasar dengan campur tangan pemerintah.
Namun,
tidak semua negara mengikuti paradigma pasar dengan campur tangan pemerintah.
Negara yang menganut sistem sosialis/ komunis cenderung tidak mempercayai
penggunaan mekanisme pasar sama sekali. Mereka percaya bahwa semua kegiatan
ekonomi diatur oleh pemerintah pusat. Contoh paling jelas adalah apa yang
dilakukan oleh Uni Soviet (sebelum pecah menjadi banyak negara). Pusat lah yang
menentukan semua kegiatan ekonomi sampai pada unit mikro yang terkencil. Harga
tidak berperan dalam mengalokasi barang dan jasa.
Indonesia
sebelum tahun 1966 juga cenderung menggunakan sistim perencanaan terpusat, yang
mengabaikan mekanisme pasar. Ditambah dengan situasi ”perang” melawan Amerika
Serikat, Inggris, dan negara tetangga (Malaysia dan Singapura), situasi ekonomi
di awal 1960s sangat kacau. Telah terjadi hiper-inflasi, kenaikan harga yang
amat cepat. Rata-rata harga di Desember 1965 tujuh kali lipat rata rata harga
di Desember 1964. Bayangkan. Pada bulan Desember 1964, sejumlah uang dapat
menghidupi suami istri dengan lima orang anak. Namun, dengan harga yang menjadi
tujuh kali lipat, uang yang sama itu hanya dapat membiayai satu anggota
keluarga.
Di
saat itu lah muncul paradigma baru untuk perekonomian Indonesia. Pada tanggal
10 Agustus 1963, Prof. Dr. Widjojo Nitisastro dalam pengukuhannya sebagai guru
besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia menyampaikan pidato yang berjudul
”Analisa Ekonomi dan Perencanaan Pembangunan”. Kalau di saat ini mahasiswa
ekonomi Fakultas Ekonomi UI membaca pidato ini, mungkin mereka akan merasa
bahwa yang disampaikan oleh Widjojo Nitisasatro tidak hebat, biasa biasa saja.
Mereka semua, para mahasiswa itu, tentu sudah amat faham dengan yang
disampaikan dalam pidato itu.
Namun,
kita perlu melihat situasi yang terjadi di awal tahun 1960-an. Widjojo
Nitisastro dan kawan kawan di Fakultas Ekonomi UI menghadapi situasi yang jauh
berbeda dengan saat ini. Kekuasaan politik saat itu sangat curiga pada Amerika
Serikat, sementara Widjojo dan kawan kawan menyelesaikan studinya di Amerika
Serikat. Lebih lanjut, Widjojo menyarankan perubahan paradigma. Di jaman itu
politik adalah panglima. Sukarno, presiden Indonesia waktu itu, tidak
menghargai analisis ekonomi. Dalam suasana seperti itulah, dalam pidatonya,
Widjojo Nitisastro menyarankan pentingnya analisis ekonomi untuk Indonesia. Lebih
lanjut, Widjojo Nitisastro memperkenalkan penggunaan mekanisme pasar dalam
kebijakan pembangunan Indonesia. Ia tidak menyerahkan kepada pasar sepenuhnya,
tetapi bagaimana mengkombinasikan perencanaan dari pemerintah pusat dan
kekuatan pasar.
Pada
saat sekarang ini, tentu saja, analisis ekonomi dan penggunaan pasar sudah
menjadi barang tiap hari, dan bukan barang baru lagi untuk Indonesia. Namun,
saat itu, memperkenalkan analisis ekonomi dan penggunaan pasar merupakan tabu
politik.
Kalau
Keynes memperkenalkan peran serta pemerintah kepada dunia yang percaya
sepenuhnya ke pasar pada tahun 1930-an, Widjojo memperkenalkan sistem pasar
pada perencanaan pembangunan. Keduanya melakukan kombinasi pasar dan campur
tangan pemerintah. Widjojo Nitisastro boleh dikatakan sebagai seorang
Keynesian, pengikut pemikiran Keynes.
Seperti
halnya dengan J. M. Keynes, ide Widjojo Nitisastro juga sulit diterapkan karena
pada saat itu tak ada dukungan dari elit politik. Bukan hanya tak ada dukungan,
bahkan, saat itu, elit politik memusuhi Widjojo Nitisstro dan ide idenya. Baru
kemudian, setelah terjadi perubahan politik, dari Sukarno ke Suharto, ide
perubahan paradigma tersebut mendapat dukungan politik. Suharto mendukung penuh
ide Widjojo Nitisastro. Bahkan, akhirnya, sebagian besar Ketetapan MPRS Nomor
XXIII/ 1966 yang kemudian menjadi landasan hukum pembangunan ekonomi Indonesia
di awal Order Baru, berasal dari ide Widjojo Nitisastro dan kawan kawan di
Fakultas Ekonomi UI. Tentu saja, di jaman sekarang, pemikiran tersebut bukanlah
hal yang luar biasa, seperti juga bahwa pemikiran Keynes sudah menjadi hal yang
sehari hari bagi para ekonom dan mahasiswa ekonomi.
Kemampuan
dan keberanian Widjojo Nitisastro untuk memulai sesuatu yang baru tidak bermula
di tahun 60-an. Dalam penulisan disertasinya, Widjojo Nitisastro juga melakukan
sesuatu yang waktu itu masih amat langka. Disertasinya (tahun 1961) berjudul
”Migration, Population Growth, and Economic Development: a Study of the
Economic Consequences of Alternative Pattern of Inter-island Migration”. Selain
disertasi, studi Widjojo Nitisastro mengenai demografi juga menghasilkan buku
Population Trends in Indonesia, yang kemudian menjadi amat terkenal dalam
kepustakaan demografi di Indonesia.
Di
jaman sekarang, mahasiswa demografi akan merasakan bahwa kedua karya ini
sebagai “biasa biasa” saja, karena mereka, saat ini, telah sangat terbiasa
dengan apa yang dilakukan Widjojo Nitisastro dalam dua buku tersebut. Namun,
saat itu, di akhir 1950-an dan awal 1960-an, data demografi teramat langka,
terutama untuk Indonesia. Widjojo memasuki hutan demografi tanpa angka, dan ia
mulai merintis mengumpulkan dan menghasilkan angka.
Kemudian,
setelah Widjojo Nitisastro menjadi Ketua Tim Bidang Ekonomi dan Keuangan dari
Staf Pribadi Ketua Presidium Kabinet Republik Indonesia, di era politik di
bawah Suharto, pada tahun 1996, hasil karya demografi tersebut dikembangkan
oleh Lembaga Demografi, Fakultas Ekonomi UI, yang didirikan antara lain oleh
Widjojo Nitisastro. Kemudian, data demografi tersebut menjadi dasar yang amat
penting dalam perencanaan pembangunan Indonesia.
Jaman
sekarang, situasi, permasalahan, dan tantangan sudah jauh berbeda dengan apa
yang terjadi di jaman J. M. Keynes, tahun 1930-an, dan jaman Widjojo
Nitisastro, tahun 1960-an. Namun, satu hal yang masih relevan: perubahan
paradigma selalu diperlukan, untuk menghadapi situasi, permasalahan, dan
tantangan yang berbeda, terutama di saat krisis.
Berbagai
krisis yang melanda dunia, dan Indonesia, akhir akhir ini tampaknya juga
memerlukan perubahan paradigma. Adakah paradigma baru dan apakah elit politik
akan mendukung paradigma baru? Indonesia, sebagai anggota G-20, dapat
memberikan sumbangan pemikiran perubahan paradigma pemikiran ekonomi untuk
kepentingan global, termasuk Indonesia. Bedanya, kalau di jaman J. M Keynes dan
Widjojo Nitisastro para ekonom dapat bekerja sendirian dalam pembuatan
paradigma baru, di jaman sekarang, paradigma baru harus merupakan pemikiran
yang inter-disiplin, yang harus melibatkan pemikiran di banyak disiplim ilmu
pengetahuan, bukan hanya ilmu ekonomi.
Lima
tahap pembangunan menurut Rostow (1960)
a. Masyarakat tradisional
Sistem ekonomi yang mendominasi
masyarakat tradisional adalah pertanian, dengan cara-cara bertani yang
tradisional. Produktivitas kerja manusia lebih rendah bila dibandingkan dengan
tahapan pertumbuhan berikutnya. Masyarakat ini dicirikan oleh struktur hirarkis
sehingga mobilitas sosial dan vertikal rendah.
b. Pra-kondisi tinggal landas
Selama tahapan ini, tingkat
investasi menjadi lebih tinggi dan hal itu memulai sebuah pembangunan yang
dinamis. Model perkembangan ini merupakan hasil revolusi industri. Konsekuensi
perubahan ini, yang mencakup juga pada perkembangan pertanian, yaitu tekanan
kerja pada sektor-sektor primer berlebihan. Sebuah prasyarat untuk pra-kondisi
tinggal landas adalah revolusi industri yang berlangsung dalam satu abad terakhir.
c. Tinggal landas
Tahapan ini dicirikan dengan
pertumbuhan ekonomi yang dinamis. Karakteristik utama dari pertumbuhan ekonomi
ini adalah pertumbuhan dari dalam yang berkelanjutan yang tidak membutuhkan
dorongan dari luar. Seperti, industri tekstil di Inggris, beberapa industri
dapat mendukung pembangunan. Secara umum “tinggal landas” terjadi dalam dua
atau tiga dekade terakhir. Misalnya, di Inggris telah berlangsung sejak
pertengahan abad ke-17 atau di Jerman pada akhir abad ke-17.
d. Menuju kedewasaan
Kedewasaan pembangunan ditandai oleh
investasi yang terus-menerus antara 40 hingga 60 persen. Dalam tahap ini mulai
bermunculan industri dengan teknologi baru, misalnya industri kimia atau
industri listrik. Ini merupakan konsekuensi dari kemakmuran ekonomi dan sosial.
Pada umumnya, tahapan ini dimulai sekitar 60 tahun setelah tinggal landas. Di
Eropa, tahapan ini berlangsung sejak tahun 1900.
e. Era konsumsi tinggi
Ini merupakan tahapan terakhir dari
lima tahap model pembangunan Rostow. Pada tahap ini, sebagian besar masyarakat
hidup makmur. Orang-orang yang hidup di masyarakat itu mendapat kemakmuran dan
keserbaragaman sekaligus. Menurut Rostow, saat ini masyarakat yang sedang
berada dalam tahapan ini adalah masyarakat Barat atau Utara.
Indonesia
berada pada tahap “Masyarakat
tradisional” alasannya
Status
sebagai negara berkembang menandakan pembangunan Indonesia sampai sekarang
belum selesai. Artinya selama Indonesia masih berproses di dalam pembangunan
ini, status negara berkembang ini akan melekat terus. Pembangunan yang dimaksud
bukan pembangunan infrastruktur saja tetapi juga peningkatan kualitas sumber
daya manusia yang ada, dengan tujuan dapat mensejahterakan diri sendiri,
masyarakat, negara, dan dapat bersaing dengan negara-negara lain. Saya berasumsi
kemandekan
pembangunan yang ada di Indonesia disebabkan keberanian Indonesia ikut terjun
dalam permainan globalisasi dunia. Atau meminjam istilah yang digunakan oleh
Peter Evans dalam teori Aliansi Tripelnya bahwa pembangunan Indonesia sekarang
berada dalam fase pembangunan
dalam ketergantungan.
Seperti yang kita ketahui bahwa
syarat penting dari kemajuan suatu negara melalui pembangunan menurut teori
Modenisasi adalah adanya syarat ekonomi dan non-ekonomi. Syarat non-ekonomi
yang dimaksud adalah manusia sebagai aktor dalam pembangunan itu sendiri.
Manusia disini adalah sumber daya manusia yang dimiliki oleh negara tersebut
dalam melaksanakan dan mengelola pembangunan tersebut. Dalam teori Modernisasi
yang dikemukan oleh Max Webber, McClelland, dan Alex Inkeles dan David H. Smith
adalah sama-sama berbicara mengenai manusia sebagai aktor utama dalam
pembangunan. Dalam teori Modernisasi dikotomi masyarakat tradisonal dan modern
sangat jelas terlihat, disebutkan bahwa hanya negara yang masyarakatnya telah
menuju ke arah modern yang bisa melaksanakan pembangunan secara
berkesinambungan.
W.W.
Rostow dalam teorinya Lima Tahap Pembangunan bahwa faktor masyarakat Indonesia
sekarang sebagian masih tergolong ke dalam masyarakat tradisional, Arief
Budiman :
Ilmu pengetahuan pada mayasyarakat
ini masih belum banyak dikuasai. Karena itu, masyarajat semacam ini masih
dikuasai oleh kepercayaan-kepercayaan tentang kekuatan di luar kekuasaan
manusia. Manusia dengan demikian tunduk kepada alam, belum bisa menguasai alam.
Akibatnya, produksi masih sangat terbatas. Masyarakat ini cenderung bersifat
statis, dalam arti kemajuan berjalan dengan sangat lambat. Produksi dipakai
untuk konsumsi. Tidak untuk investasi. Pola dan tingkat kehidupan generasi
kedua pada umumnya hamper sama dengan kehidupan generasi sebelumnya. (2000:26)
Dikotomi masyarakat tradisional dan
modern ini tentu tidak menjadi penghalang dalam pembangunan. Khususnya dalam
kasus di Indonesia sebagai negara berkembang yang masih di dalam transisi
masyarakat tradisional ke modern. Meskipun sangat lambat namun pergeseran ini
pasti terus bergerak. Seperti yang diutarakan W.W. Rostow dalam Arief Budiman
“pada suatu titik, dia mencapai posisi prakondisi untuk lepas landas”.
Pergerakan arus globalisasi
seolah-olah tidak memperdulikan negara mana yang sudah modern atau negara mana
yang masih tradisional. Karena hakekatnya adalah bagaiamana suatu negara dapat
bersaing dan menguasai arus globalisasi itu. Maksudnya tinggi dan rendahnya
tingkat produksi suatu negara dalam perdagangan bebas dan tak terbatas yang ada
dapat menjadi indikator maju atau tidak majunya suatu negara, tentunya dengan
industri-industri yang dimilikinya. Arief Budiman menyebutkan, pada masa lalu
dimana Teori Pembagian Kerja Internasional dianut secara universal, dalam teori
ini menyatakan bahwa setiap negara harus melakukan spesialisasi produksi sesuai
dengan keuntungan komparatif yang dimilikinya. Artinya dalam produksi dan
perdangangan negara terbagi atas dua kutub yang menghasilkan produksi
masing-masing, yaitu kutub negara industri dan kutub negara yang hasil
produksinya pertanian.
Karena adanya spesialisasi ini,
terjadilah perdagangan internasional. Perdagangan ini saling menguntungkan
kedua belah pihak. Negara-negara pertanian dapat membeli barang-barang industri
secara lebih murah (daripada memproduksinya sendiri), dan negara-negara
industri dapat membeli hasil-hasil pertanian secara lebih murah (dibandingkan
kalau memproduksinya sendiri). (2000:17)
Spesialisasi ini tentu ada
penyebabnya, negara-negara industri cenderung tidak memiliki tanah yang subur
yang bergerak dibidang pertanian, begitu juga dengan daerah pertanian yang
cenderung memiliki tanah yang subur. Artinya menurut teori ini dengan adanya
kondisi seperti itu dengan menceburkan diri dalam kegiatan ekonomi dunia adalah
kondisi yang baik dalam pembangunan karena akan saling tergantung dan
menguntungkan jika negara-negara bisa saling mengisi kelemahan yang ada. Tapi
pemikiran seperti itu seperti yang kelihatan pada praktiknya, dimana
negara-negara industri cenderung mengeksploitasi negara-negara pertanian dalam
menunjang produksinya. Ini tentu hanya menguntungkan satu pihak saja, sehingga
negara yang tereksploitasi akan mengalami keterbelakangan dan ketinggalan dalam
pembangunan negaranya. Teori Modenisasi menjawab akibat dari keterbelakangan
tersebut adalah akibat dari keterlambatan negara-negara tersebut melakukan
modernisasi dirinya. Tetapi berbeda jawaban dengan Teori Ketergantungan.
Artinya teori Ketergantungan membantah Teori Modernisasi, bahwa keterbelakangan
yang ada bukan disebabkan karena keterlamabatan suatu negara dalam melakukan
modenisasi melainkan karena adanya struktur ekonomi dunia yang bersifat
eksploitatif, dimana yang kuat menghisap yang lemah.
Status Indonesia sebagai negara
berkembang dalam pembangunan tidak bisa dilepaskan dari pendekatan dua teori
ini, yaitu Teori Modernisasi dan Teori Ketergantungan. Secara teoritis
pembangunan Indonesia sekarang yang diungkapkan oleh W.W. Rostow dalam Teori
Lima Tahap Pembangunanya bahwa Indonesia berada dalam prakondisi untuk lepas
landas. Seperti yang diungkapkan oleh Arief Budiman:
Masyarakat tradisional, meskipun
sangat lambat, terus bergerak. Pada suatu titik, dia mencapai posisi prakondisi
untuk lepas landas. Biasanya, keadaan ini terjadi karena adanya campur tangan
dari luar, dari masyarakat yang lebih maju. Perubahan ini tidak dating karena
faktor-fkator internal masyarakat tersebut, karena pada dasarnya masyarakat
tradisional tidak mampu untuk mengubah dirinya sendiri. Campur tangan dari luar
ini menggoncangkan masyarakat tradisional itu. Di dalamnya mulai berkembang ide
pembaharuan.(2000:26)
Sebenarnya hal ini telah dirintis
oleh pemerintahan Orde Baru yaitu keikutsertaan asing dalam proses pembangunan,
terutama Amerika Serikat. Dimana pada masa itu pemerintah telah mempersiapkan
fase Lepas Landas tersebut sebagai fase yang sangat menentukan menurut W.W.
Rostow dalam modernisasi, yaitu dimana tidak terdapat hambatan-hambatan dalam
proses pertumbuhan ekonomi. Namun kasus yang terjadi justru pemerintahan pada
saat itu sebagai pembuka keran dalam pertumbuhan ekonomi justru menjadi
penyebab hancurnya tatanan perekonomian yang berimplikasi pada hancurnya
tatanan masyarakat. Dalam membangun perekonomian kembali keikutsertaan asing
dalam proses pembangunan mulai diperhitungkan, sehingga pada saat itu
bermunculan lembaga-lembaga politik dan sosial sebagai kelompok penekan
pemerintah mengenai kebijakan-kebijakan keikutsertaan asing dalam pembangunan.
Menurut W.W. Rostow sendiri adanya lembaga politik dan sosial yang mendukung
pertumbuhan ekonomi merupakan syarat dari fase Lepas Landas tersebut disamping
syarat lainnya seperti investasi dan industri manufaktur. Seperti yang
diutarakan Arief Budiman :
Yang dimaksud oleh Rostow misalnya
adalah negara yang melindungi kepentingan para wiraswastawan untuk melakukan
akumulasi modal. Atau memberukan iklim politik yang menguntungkan bagi para
industriawan, atau orang asing untuk menanamkan modalnya. Memang, fungsi dari
lembaga-lembag non-ekonomi ini adalah untuk menunjang petumbuhan ekonomi.
Tetapi, sebagai seorang ahli ekonomi, dengan menyebutkan lembaga-lembaga
non-ekonomi ini Rostow telah membuat langkah yang sangat berarti.(2000:30)
Menurut teori ini dampak dari hal
tersebut jelas dapat menghambat proses pembangunan. Praktik pembangunan yang
ada di Indonesia sekarang mungkin tidak berpijak pada teori ini, pemerintah
tetap melaksanakan pembangunan dengan bekerja sama dengan asing tanpa terlebih
dahulu memperhatikan kondisi masyarakatnya. Seperti yang diutarakan Rostow
dalam tahap pertama dalam Lima Tahap Pembangunan adalah memodernkan manusianya
terlebih dahalu, agar tidak terguncang dalam memasuki era kemajuan. Sehingga
pembangunan hanya dirasakan oleh segelintir orang.
Pembangunan yang dirasakan
segelintir orang itu sesuai dengan teori yang dikemukan oleh Andre Gunder Frank
dalam Teori Ketergantungannya. Kondisi Indonesia sebagai negara agraris dalam
arus globalisasi menurut teori Pembagian Kerja Secara Internasional adalah
sebagai negara yang terbelakang sangat tergantung dengan negara-negara
industri. Menurut Frank di dalam Arief Budiman hubungan dua negara ini, yang
lazim disebutnya sebagai negara-negara metropolis dan negara satelit, lebih
berbicara tentang aspek politik dari hubungan ini, yakni hubungan politis (dan
ekonomi) antara modal asing dengan klas-klas yang berkuasa di negara-negara
satelit.
Dalam rangka mencari keuntungan yang
sebesar-besarnya, seperti juga pendapat Baran, kaum borjuasi di negara-negara
metropolis bekerjasama dengan pejabat pemerintah di negara-negara satelit dan
kaum borjuasi yang dominan di sana (pada Baran: tuan tanah dan kaum pedagang).
Sebagai akibat kerjasama antara modal asing dan pemerintah setempat ini,
muncullah kebijakan-kebijakan pemerintah yang menguntungkan modal asing dan
borjuasi local, dengan mengorbankan kepentingan rakyat banyak negara tersebut.
Kegiatan ekonomi praktis merupakan kegiatan ekonomi modal asing yang berlokasi
di negara satelit. Fungsi kaum borjuasi lokal adalah mitra junior yang dipakai
sebagai payung politik, serta pemberi kemudahan bagi beroperasinya kepentingan
modal asing tersebut, melalui kebijakan pemerintah yang dikeluarkan. Kebijakan
pemerintah yang didukung oleh borjuasi lokal ini adalah kebijakan yang
menghasilkan keterbelakangan karena kemakmuran bagi rakyat jelata
dinomor-duakan.(2000:67)
Tetapi kondisi Indonesia dalam
pembangunan sudah mulai membaik dalam artian tidak lagi terlalu tergantung
dengan negara lain. Indikatornya adalah mulai tumbuh dan berkembangnya industri
sebagai kemungkinan pertumbuhan ekonomi. Artinya Teori Ketergantungan yang
diungkapkan Frank terbantahkan karena negara-negara satelit memungkinkan
melakukan industrialisasi sebagai pertumbuhan ekonomi, diutarakan Arief Budiman
keberhasilan negara-negara industri baru seperti Korea Selatan, Taiwan, Hong
Kong, dan Singapura. Seperti halnya dengan kondisi yang ada di Indonesia
sekarang, industri-industri mulai berkembang tapi yang mendominasi adalah
pabrik-pabrik yang masih memiliki hubungan dengan negara lain, artinya negara lain
tersebut masih memperoleh keuntungan dari poroses industrialisasi negara
Indonesia. Sehingga banyak perusahaan-perusahaan bersifat Multi National Coorporate (MNC)
bermunculan sebagai bentuk bantuan asing terhadap industrialisasi Indonesia.
Kondisi tersebut disebut Peter Evans sebagai proses Dependent Development atau
Pembangunan Dalam Ketergantungan. Yang selanjutnya disebut Evans sebagai Aliansi Tripel,
yakni kerjasama antara modal asing, pemerintaha di negara pinggiran yang
bersangkutan, dan borjuasi lokal. Proses pembangunan ini sangat relevan dengan
kondisi Indonesia sekarang, dimana kerjasama antara pemodal asing, pemerintah,
dan pengusaha lokal sangat berperan. Menurut Arief Budiman, di sini pemerintah
jelas sangat membutuhkan modal, teknologi, dan akses ke dalam pasar dunia agar
bisa menjalankan pembangunan dan pengusaha lokal dikutsertakan agar pemerintah
lokal tidak menjadi alat modal asing dan pembangunan tidak sepenuhnya berada di
tangan modal asing.
Kerjasama antara pemerintah lokal
dan modal asing bersifat kerjasama ekonomi, dalam arti bahwa kerjasama tersebut
memang diperlukan bila negara itu ingin mendorong terjadinya proses
industrialisasi. Sedangkan kerjasama antara pemerintah dan borjuasi lokal
bersifat politis, dalam arti tujuan kerjasama tersebut terutama adalah untuk
mendapatkan legitimasi politik, supaya pemerintah tersebut dapat diterima
sebagai negara nasional yang memperjuangkan kepentingan bangsa. (2000:78)
Pembangunan yang dalam bahasanya
memperjuangkan kepentingan bangsa merupakan langkah pemerintah melindungi
operasi perusahaan-perusahaan tersebut secara politis. Disamping itu
ikutsertanya pengusaha lokal dalam kebijakan pemerintaha semacam ini dapat
mendatangkan keuntungan sendiri dan juga keuntungan tersendiri atas kehadiran perusahaan
multinasional. Disamping mendapatkan teknologi juga mendapatkan keuntungan
akses pasar internasional. Oleh karena itu menurut Arief Budiman, tumbuhlah
perusahaan-perusahaan patungan antara pengusaha nasional dan asing yang
sesungguhnya perusahaan tersebut dibiayai dan dioperasikan oleh perusahaan
multinasional raksasa, sehingga pengusaha nasional yang terlibat tersebut
hanyalah mitra junior yang perannya sama sekali tidak berarti. Demikian Evans
menyebutnya Pembangunan Dalam Ketergantungan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar