BAB 6 & 7
Perdagangan atau Perniagaan pada umumnya adalah
pekerjaan membeli barang dari suatu tempat atau pada suatu waktu dan menjual
barang itu di tempat lain atau pada waktu yang berikut dengan maksud memperoleh
keuntungan.
Pada
zaman yang modern ini perdagangan adalah pemberian perantaraan antara produsen
dan konsumen untuk membelikan dan menjualkan barang-barang yang memudahkan dan
memajukan pembelian dan penjualan.
Orang membagi jenis perdagangan itu :
-Menurut pekerjaan yang di lakukan
perdagangan.
-Menurut jenis barang yang diperdagangkan.
-Menurut daerah, tempat perdagangan itu dijalankan..
Adapun usaha perniagaan itu meliputi :
-Benda-benda yang dapat di raba,
dilihat serta hak-haknya.
-Para pelanggan.
-Rahasia-rahasia perusahaan.
Ada
beberapa macam pemberian perantaraan kepada produsen dan konsumen :
1.
Pekerjaan orang-orang perantara
sebagai makelar, komisioner, pedagang keliling dan sebagainya.
2.
Pembentukan badan-badan usaha
(asosiasi), seperti perseroan terbatas (PT), perseroan firma (VOF=Fa) Perseroan
Komanditer, dsb yang tujuannya guna memajukan perdagangan.
3.
Pengangkutan untuk kepentingan lalu
lintas niaga baik didarat, laut maupun udara.
4.
Pertanggungan (asuransi)yang
berhubungan dengan pengangkutan, supaya si pedagang dapat menutup resiko
pengangkutan dengan asuransi.
5.
Perantaraan Bankir untuk
membelanjakan perdagangan.
6.
Mempergunakan surat perniagaan
(Wesel/ Cek) untuk melakukan pembayaran dengan cara yang mudah dan untuk
memperoleh kredit.
Pada pokoknya
Perdagangan mempunyai tugas untuk :
1.
Membawa/
memindahkan barang-barang dari tempat yang berlebihan (surplus) ke tempat yang
berkekurangan (minus).
2.
Memindahkan
barang-barang dari produsen ke konsumen.
3.
Menimbun dan
menyimpan barang-barang itu dalam masa yang berkelebihan sampai mengancam
bahaya kekurangan.
Pembagian jenis
perdagangan, yaitu :
1.
Menurut
pekerjaan yang dilakukan pedagang.
a.
Perdagangan
mengumpulkan (Produsen – tengkulak – pedagang besar – eksportir)
b.
Perdagangan
menyebutkan (Importir – pedagang besar – pedagang menengah – konsumen)
2.
Menurut
jenis barang yang diperdagangkan
a.
Perdagangan
barang, yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan jasmani manusia (hasil
pertanian, pertambangan, pabrik)
b.
Perdagangan buku,
musik dan kesenian.
c.
Perdagangan uang
dan kertas-kertas berharga (bursa efek)
3.
Menurut
daerah, tempat perdagangan dilakukan
a.
Perdagangan dalam
negeri.
b.
Perdagangan luar
negeri (perdagangan internasional), meliputi :
-
Perdagangan Ekspor
-
Perdagangan Impor
c.
Perdagangan
meneruskan (perdagangan transito)
Usaha
Perniagaan adalah usaha kegiatan baik yang aktif maupun pasif, termasuk juga
segala sesuatu yang menjadi perlengkapan perusahaan tertentu, yang kesemuanya
dimaksudkan untuk mencapai tujuan memperoleh keuntungan.
Usaha perniagaan
itu meliputi :
1.
Benda-benda
yang dapat diraba, dilihat serta hak-hak seperti :
a.
Gedung/ kantor
perusahaan.
b.
Perlengkapan
kantor : mesin hitung/ ATK dan alat-alat lainnya.
c.
Gudang beserta
barang-barang yang disimpan didalamnya.
d.
Penagihan-penagihan
e.
Hutang-hutang
2.
Para
pelanggan
3.
Rahasia-rahasia
perusahaan.
Kedudukan antara kekayaan pribadi
(prive) dan kekayaan usaha perniagaan :
1.
Menurut Polak dan Molengraaff,
kekayaan usaha perniagaan tidak terpisah dari kekayaan prive pengusaha.
Pendapat Polak berdasarkan Ps 1131 dan
1132 KUHS
Ps 1131 : Seluruh
harta kekayaan baik harta bergerak dan harta tetap dari seorang debitur,
merupakan tanggungan bagi perikatan-perikatan pribadi.
Ps 1132 : Barang-barang itu merupakan tanggungan
bersama bagi semua kreditur.
2.
Menurut Prof. Sukardono, sesuai Ps
6 ayat 1 KUHD tentang keharusan pembukuan yang dibebankan kepada setiap
pengusaha yakni keharusan mngadakan catatan mengenai keadaan kekayaan
pengusaha, baik kekayaan perusahaannya maupun kekayaan pribadinya.
Sumber
Hukum Dagang
Hukum
Dagang di Indonesia bersumber pada :
1.
Hukum tertulis yang dikodifikasikan
a.
KUHD
b.
KUHS
2.
Hukum tertulis yang belum dikodifikasikan
yaitu peraturan perundang-undangan khusus yang mengatur tentang hal-hal yang
berhubungan dengan perdagangan.
KUHD mulai
berlaku di Indonesia pada tanggal 1 Mei 1848 berdasarkan asas konkordansi.
Menurut
Prof. Subekti SH, adanya KUHD disamping KUHS sekrang ini tidak pada tempatnya,
karena KUHD tidak lain adalah KUHPerdata. Dan perkataan “dagang” bukan suatu
pengertian hukum melainkan suatu pengertian perekonomian. Dinegeri Belnda sudah ada aliran
yang bertujuan menghapuskan pemisahan antara hukum perdata dengan hukum dagang.
Asas-Asas
Hukum Dagang
Pengertian
Dagang (dalam arti ekonomi), yaitu segala perbuatan perantara antara produsen
dan konsumen.
Pengertian
Perusahaan, yaitu seorang yang bertindak keluar untuk mencari keuntungan dengan
suatu cara dimana yang bersangkutan menurut imbangannya lebih banyak
menggunakan modal dari pada menggunakan tenaganya sendiri.
Pentingnya
pengertian perusahaan :
1.
Kewajiban
“memegang buku” tentang perusahaan yang bersangkutan.
2.
Perseroan Firma
selalu melakukan Perusahaan.
3.
Pada umumnya suatu
akte dibawah tangan yang berisi pengakuan dari suatu pihak, hanya mempunyai
kekuatan pembuktian jika ditulis sendiri oleh si berhutang atau dibubuhi tanda
persetujuan yang menyebutkan jumlah uang pinjaman, tapi peraturan ini tidak
berlaku terhadap hutang-hutang perusahaan.
4.
Barang siapa
melakukan suatu Perusahaan adalah seorang “pedagang” dalam pengertian KUHD
5.
Siapa saja yang
melakukan suatu Perusahaan diwajibkan, apabila diminta, memperlihatkan
buku-bukunya kepada pegawai jawatan pajak.
6.
Suatu putusan
hakim dapat dijalankan dengan paksaan badan terhadap tiap orang yang telah
menanda tangani surat wesel/ cek, tapi terhadap seorang yang menandatangani
surat order atau surat dagang lainnya, paksaan badan hanya diperbolehkan jika
suart-surat itu mengenai perusahaannya.
Sumber
Hukum Dagang
1.
Pokok : KUHS, Buku
III tentang Perikatan.
2.
Kebiasaan
a. Ps
1339 KUHS : Suatu perjanjian tidak saja mengikat untuk apa yang semata-mata
telah diperjanjikan tetapi untuk apa yang sudah menjadi kebiasaan
b.
Ps 1347 KUHS :
hal-hal yang sudah lazim diperjanjikan dalam suatu perjanjian, meskipun tidak
secara tegas diperjanjikan harus dianggap juga tercantum dalam setiap
perjanjian semacam itu.
3.
Yurisprudensi
4.
Traktat
5.
Doktrin
Perantara dalam Hukum Dagang
Pada
zaman modern ini perdagangan dapat diartikan sebagai pemberian perantaraan dari
produsen kepada konsumen dalam hal pembelian dan penjualan.
Pemberian
perantaraan produsen kepada konsumen dapat meliputi aneka macam pekerjaan
seperti misalnya :
-Perkerjaan perantaraan sebagai makelar, komisioner, perdagangan dan
sebagainya.
-Pengangkutan untuk kepentingan lalu lintas baik di darat, laut dan udara
-Pertanggungan (asuransi) yang berhubungan dengan pengangkutan, supaya pedagang
dapat menutup resiko pengangkutan dengan asuransi.
Pengangkutan
Pengangkutan
adalah perjanjian di mana satu pihak menyanggupi untuk dengan aman membawa
orang/barang dari satu tempat ke lain tempat, sedang pihak lainnya menyanggupi
akan membayar ongkos. Menurut undang-undang, seorang pengangkut hanya
menyanggupi untuk melaksanakan pengakutan saja, tidak perlu ia sendiri yang
mengusahakan alat pengangkutan.
Di dalam
hukum dagang di samping conossement masih di kenal surat-surat berharga yang
lain, misalnya, cheque, wesel yang sama-sama merupakan perintah membayar dan
keduanya memiliki perbedaan.
Cheque sebagai alat pembayaran, sedangkan wesel di samping sebagai alat
pembayaran keduanya memiliki fungsi lain yaitu sebagai barang dagangan, suatu
alat penagihan, ataupun sebagai pemberian kredit.
Asuransi
Asuransi
adalah suatu perjanjian yang dengan sengaja digantungkan pada suatu kejadian
yang belum tentu, kejadian mana akan menentukan untung ruginya salah satu
pihak. Asuransi merupakan perjanjian di mana seorang penanggung, dengan
menerima suatu premi menyanggupi kepada yang tertanggung, untuk memberikan
penggantian dari suatu kerugian atau kehilangan keuntungan yang mungkin di
derita oleh orang yang ditanggung sebagai akibat dari suatu kejadian yang tidak
tentu
Pentingnya suatu Perusahaan
memegang buku (Ps 6 KUHD)
1.
Sebagai catatan
mengenai :
a.
Keadaan kekayaan
perusahaan itu sendiri – berkaitan dengan keharusan menanggung hutang piutang
b.
Segala hal ihwal
mengenai perusahaan itu.
2.
Dari sudut hukum
pembuktian (Ps 7 KUHD Jo Ps 1881 KUHS), misalnya dengan adanya pembukuan yang
rapi, hakim dapat mengambil keputusan yang tepat jika ada persengketaan antara
2 orang pedagang mengenai kwalitas barang yang diperjanjikan.
Orang-orang
Perantara
1.
Golongan I :
buruh/ pekerja dalam perusahaan: pelayan, pemegang buku, kasir, orang yang
diberi kuasa untuk menjalankan usaha dagang dalam suatu Firma (Procuratie –
Houder)
2.
Golongan II :
a.
Makelar : seorang
penaksir dan perantara dagang yang telah disumpah yang menutup
perjanjian-perjanjian atas perintah dan atas nama orang lain dan untuk
pekerjaannya itu meminta upah (Provisi)
b.
Komisioner :
seorang perantara yang berbuat atas perintah dan menerima upah, tetapi ia
bertindak atas namanya sendiri – seorang komisioner memikul tanggung jawab
lebih berat dibanding dengan perantara lainnya.
Perkumpulan-perkumpulan
Dagang
1.
Persekutuan
(Maatschap) : suatu bentuk kerjasama dan siatur dalam KUHS tiap anggota
persekutuan hanya dapat mengikatkan dirinya sendiri kepada orang-oranglain.
Dengan lain perkataan ia tidak dapat bertindak dengan mengatas namakan
persekutuan kecuali jika ia diberi kuasa. Karena itu persekutuan bukan suatu
pribadi hukum atau badan hukum.
2.
Perseraoan Firma :
suatu bentuk perkumpulan dagang yang peraturannya terdapat dalam KUHD (Ps 16)
yang merupakan suatu perusahaan dengan memakai nama bersama. Dalam perseroan
firma tiap persero (firma) berhak melakukan pengurusan dan bertindak keluar
atas nama perseroan.
3.
Perseroan
Komanditer (Ps 19 KUHD) : suatu bentuk perusahaan dimana ada sebagian persero
yang duduk dalam pimpinan selaku pengurus dan ada sebagian persero yang tidak
turut campur dalam kepengurusan (komanditaris/ berdiri dibelakang layar)
4.
Perseroan Terbatas
(Ps 36 KUHD) : perusahaan yang modalnya terbagi atas suatu jumlah surat saham
atau sero yang lazimnya disediakan untuk orang yang hendak turut.
¨
Arti kata
Terbatas, ditujukan pada tanggung jawab/ resiko para pesero/ pemegang saham,
yang hanya terbatas pada harga surat sero yang mereka ambil.
¨
PT harus didirikan
dngan suatu akte notaris
¨
PT bertindak
keluar dengan perantaraan pengurusnya, yang terdiri dari seorang atau beberapa
orang direktur yang diangkat oleh rapat pemegang saham.
¨
PT adalah suatu
badan hukum yang mempunyai kekayaan tersendiri, terlepas dari kekayaan pada
pesero atau pengurusnya.
¨
Suatu PT oleh
undang-undang dinyatakan dalam keadaan likwidasi jika para pemegang saham
setuju untuk tidak memperpanjang waktu pendiriannya dan dinyatakan hapus jika
PT tesebutmenderita rugi melebihi 75% dari jumlah modalnya.
5.
Koperasi : suatu
bentuk kerjasama yang dapat dipakai dalam lapangan perdagangan
Diatur diluar KUHD dalam
berbagai peraturan :
a.
Dalam Stb 1933/
108 yang berlaku untuk semua golongan penduduk.
b.
Dalam stb 1927/91
yang berlaku khusus untuk bangsa Indonesia
c.
Dalam UU no. 79
tahun 1958
¨
Keanggotaannya
bersifat sangat pribadi, jadi tidak dapat diganti/ diambil alih oleh orang
lain.
¨
Berasaskan gotong
royong
¨
Merupakan badan hukum
¨
Didirikan dengan
suatu akte dan harus mendapat izin dari menteri Koperasi.
6.
Badan-badan Usaha
Milik Negara (UU no 9/ 1969)
a.
Berbentuk Persero
: tunduk pada KUHD (stb 1847/ 237 Jo PP No. 12/ 1969)
b.
Berbentuk Perjan :
tunduk pada KUHS/ BW (stb 1927/ 419)
c.
Berbentuk Perum :
tunduk pada UU no. 19 (Perpu tahun 1960)
Contoh kasus Hukum Dagang dan Analisis-nya
Hukum Dagang : Sengketa Mobnas “Timor” di WTO
Efek
transnasionalisme salah satunya adalah Attitude Change (Perubahan Tingkah
Laku). Maksudnya adalah hubungan antara organisasi transnasional dengan negara
diharapkan bisa merubah kebijakan negara tersebut. Kebijakan yang memang
merupakan kepentingan dari organisasi transnasional. Oleh karena itu mereka
berusaha membawa ide baru, hal baru dan norma yang dikemukakan mereka kepada
negara yang dituju.
Kasus
WTO dan Indonesia dalam masalah Mobnas (Mobil Nasional) Timur menujukkan bahwa
organisasi Transnasional (dalam hal ini adalah WTO) bisa mempengaruhi kebijakan
pemerintah Indonesia. Awal mula muncul kasus ini karena inisiatif pemerintah
Indonesia dalam mendukung dan ingin meningkatkan industri mobil nasional. Oleh
karena itu, pemerintah akhirnya mengeluarkan kebijakan program Mobil Nasional
yaitu bisa dilihat dalam Inpres No.2 tahun 1996 mengenai Program Mobil Nasional
bahwa sebagai sebuah terobosan di sektor otomotif Indonesia. Tujuan Mobnas
(Mobil Nasional) adalah sebagai embrio kemajuan dan kemandirian bangsa
Indonesia dalam industri otomotif. Program Mobnas ini yang menunjuk PT Timor
Putra Nasional (TPN) sebagai pelopor yang memproduksi Mobnas sayangnya Mobnas
masih belum dapat memproduksi di dalam negeri, maka perlu dikeluarkan Keppres
No. 42 tahun 1996 yang mengizinkan PT TPN mengimpor Mobnas yang kemudian diberi
merek “Timor” (baik dalam bentuk jadi atau completely build-up/ CBU dari Korea
Selatan.
Hal
ini mendatangkan reaksi dari beberapa pihak yaitu Jepang, Amerika Serikat dan
beberapa negara Eropa. Jepang yang paling berusaha keras kerena mempunyai
kepentingan kuat dalam industri otomotifnya yang telah menguasai hampir 90%
pangsa mobil Indonesia. Reaksi lain dari Amerika dan beberapa negara Eropa
gelisah karena mereka berencana menanamkan investasi dalam industri otomotif di
Indonesia. Akhirnya terjadi dialog antara Jepang dan pemerintah Indonesia dan
hasilnya dead lock. Kemudian tindakan lanjutan dari Jepang yaitu melalui Wakil
Menteri Perdagangan Internasional dan Industrinya menyatakan bahwa mereka akan
membawa masalah ini ke WTO.
B. Penyebab Timbulnya Kasus
Sengketa Mobil Nasional ”Timor” di WTO
Timbulnya
sengketa mobil nasional ”Timor” ditandai dengan adanya perkara pengaduan
Jepang ke WTO yang bermula dari keluarnya Inpres Nomor 2 Tahun 1996
tentang program Mobnas yang menunjuk PT Timor Putra Nusantra (TPN) sebagai
pionir yang memproduksi Mobnas. Karena belum dapat memproduksi di dalam negeri,
maka keluarlah Keppres No. 42/1996 yang membolehkan PT TPN mengimpor mobnas
yang kemudian diberi merek “Timor”, dalam bentuk jadi atau completely build-up
(CBU) dari Korea Selatan.
Selain
itu, PT TPN diberikan hak istimewa, yaitu bebas pajak barang mewah dan bebas
bea masuk barang impor. Hak itu diberikan kepada PT TPN dengan syarat
menggunakan kandungan lokal hingga 60 persen dalam tiga tahun sejak mobnas
pertama dibuat. Namun bila penggunaan kandungan lokal yang ditentukan secara
bertahap yakni 20 persen pada tahun pertama dan 60 persen pada tahun ketiga
tidak terpenuhi, maka PT TPN harus menanggung beban pajak barang mewah dan bea
masuk barang impor. Namun, soal kandungan lokal ini agaknya diabaikan selama
ini, karena Timor masuk ke Indonesia dalam bentuk jadi dari Korea. Dan tanpa
bea masuk apapun, termasuk biaya pelabuhan dan lainnya.
Masalah
Mobil Nasional dibawa ke World Trade Organization oleh Jepang untuk mengajukan
keluhan mengenai mobil nasional ke WTO. Subyek dalam kasus mobil nasional ini
adalah PT Timor Putra Nusantara yang berperan memproduksi mobil masional akan
tetapi PT Timor Putra Nusantara belum dapat memproduksi di dalam negeri, maka
PT Timor Putra Nusantara mengimpor mobil nasional dari Korea Selatan dalam
bentuk jadi. Dalam kasus ini yang menjadi obyek sengketa adalah mobil nasional
yang menunjuk PT Timor Putra Nusantra (TPN) sebagai pionir yang memproduksi
Mobnas.
Jepang
menilai bahwa kebijakan pemerintah tersebut sebagai wujud diskriminasi dan oleh
karena itu melanggar prinsip-prinsip perdagangan bebas. Tuduhan Jepang tersebut
terdiri atas tiga poin yaitu :
1. Adanya perlakuan khusus impor mobil dari KIA
Motor Korea yang hanya memberi keuntungan pada satu negara. Misalnya perlakuan
bebas tarif masuk barang impor, yang melanggar pasal 10 peraturan GATT.
2. Perlakuan bebas pajak atas barang mewah yang
diberikan kepada produsen mobnas selama dua tahun. Ini melanggar pasal 3 ayat 2
peraturan GATT.
3. Menghendaki perimbangan muatan lokal seperti
insentif, mengizinkan pembebasan tarif impor, dan membebaskan pajak barang
mewah di bawah program mobnas sesuai dengan pelanggaran dalam pasal 3 ayat 1
GATT, dan pasal 3 kesepakatan perdagangan multilateral.
Dari
beberapa kali pertemuan bilateral tingkat menteri, kesepakatan yang ingin
dicapai bertolak belakang dengan keinginan dan cita-cita masing-masing negara.
Maka pada 4 Oktober 1996, Pemerintah Jepang melalui Kementrian Industri dan
Perdagangan Internasional (MITI) resmi mengadukan Indonesia
ke WTO yang didasarkan pasal 22 ayat 1 peraturan GATT. Inti dari pengaduan itu,
Pemerintah Jepang ingin masalah sengketa dagangnya dengan Indonesia
diselesaikan sesuai dengan kesepakatan perdagangan multilateral sesuai dengan
aturan yang tercantum dalam WTO. Ketika itu, jika dalam tempo lima-enam bulan
setelah pengaduan ke WTO belum dapat diselesaikan, maka Jepang akan membawanya
ke tingkat yang lebih tinggi.
Setelah
enam bulan tidak ada penyelesaian sejak Jepang secara resmi mengadukan
Indonesia ke WTO, tampaknya, ancaman Jepang bukan isapan jempol belaka. Jepang
membawa masalah Mobnas ke panel WTO melalui pembentukan dispute settlement body
(DSB) atau sidang bulanan badan penyelesaian sengketa. Dengan terbentuknya DSB,
maka Jepang berharap masalah Mobnas dapat dipecahkan dengan jalan terbaik dan
adil.
Pembentukan
panel dilakukan oleh DSB, setelah upaya penyelesaian mengalami jalan buntu.
Panel yang beranggotakan 3-5 orang inilah yang akan
memeriksa
pengaduan dan saksi-saksi. Dan dalam tempo enam bulan, panel akan mengeluarkan
rekomendasi yang akan diserahkan kepada DSB. Di tangan DSB nanti, keputusan
hasil panel akan disahkan satu tahun kemudian.
Namun,
Pemerintah Jepang berharap hubungan bilateral kedua negara tidak terganggu.
Dalam hal program mobnas, menyadari keinginan dan cita-cita Indonesia atas
program tersebut. Jepang tidak mengenyampingkan keinginan tersebut, sepanjang
tidak melanggar peraturan GATT dan WTO. Walau pengaduan telah disampaikan ke
WTO, Pemerintah Jepang tetap membuka peluang melalui jalan bilateral untuk
menyelesaikan soal krusial ini. Meskipun, di badan perdagangan dunia itu,
masalah mobnas akan terus melekat dalam agendanya.
C.
Prinsip-prinsip yang Dianut oleh WTO dalam Perdagangan
Setiap
negara anggota WTO dalam menyelenggarakan perdagangan internasional haruslah
berdasarkan prinsip-prinsip WTO. Perdagangan bebas dewasa ini menuntut semua
pihak untuk memahami persetujuan perdagangan internasional dengan segala
implikasinya terhadap perkembangan ekonomi nasional secara menyeluruh.
Persetujuan-persetujuan yang ada dalam kerangka WTO bertujuan untuk menciptakan
sistem perdagangan dunia yang mengatur masalah-masalah perdagangan agar lebih
bersaing secara terbuka, fair
dan sehat. Hal tersebut tampak dalam prinsip-prinsip yang dianut oleh WTO,
yaitu :
1. Perlakuan yang sama untuk
semua anggota (Most
Favoured Nations Treatment-MFN). Prinsip ini diatur dalam pasal I
GATT 1994 yang mensyaratkan semua komitman yang dibuat atau ditandatangani
dalam rangka GATT-WHO harus diperlakukan secara sama kepada semua
negara anggota WTO (azas non diskriminasi) tanpa syarat.
2. Pengikatan Tarif (Tariff binding).Prinsip
ini diatur dalam pasal II GATT 1994 dimana setiap negara anggota GATT atau WTO
harus memiliki daftar produk yang tingkat bea masuk atau tarifnya harus diikat
(legally bound). Pengikatan atas tarif ini dimaksudkan untuk
menciptakan “prediktabilitas” dalam urusan bisnis perdagangan
internasional/ekspor. Artinya suatu negara anggota tidak diperkenankan untuk
sewenang-wenang merubah atau menaikan tingkat tarif bea masuk.
3. Perlakuan
nasional (National
treatment)
Prinsip
ini diatur dalam pasal III GATT 1994 yang mensyaratkan bahwa suatu negara tidak
diperkenankan untuk memperlakukan secara diskriminasi antara produk impor
dengan produk dalam negeri (produk yang sama) dengan tujuan untuk melakukan
proteksi. Jenis-jenis tindakan yang dilarang berdasarkan ketentuan ini antara
lain, pungutan dalam negeri, undang-undang, peraturan dan persyaratan yang
mempengaruhi penjualan, penawaran penjualan, pembelian, transportasi,
distribusi atau penggunaan produk, pengaturan tentang jumlah yang mensyaratkan
campuran, pemrosesan atau penggunaan produk-produk dalam negeri.
4. Perlindungan hanya melalui
tarif. Prinsip ini diatur dalam pasal XI dan mensyaratkan bahwa perlindungan
atas industri dalam negeri hanya diperkenankan melalui tarif.
5. Perlakuan khusus dan
berbeda bagi negara-negara berkembang (Special dan Differential Treatment
for developing countries – S&D).
Untuk
meningkatkan partisipasi nagara-negara berkembang dalam perundingan perdagangan
internasional, S&D ditetapkan menjadi salah satu prinsip GATT/WTO. Sehingga
semua persetujuan WTO memiliki ketentuan yang mengatur perlakuan khusus dan
berbeda bagi negara berkembang. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan
kemudahan-kemudahan bagi negara-negara berkembang anggota WTO untukmelaksanakan
persetujuan WTO.
GATT/WTO
mengatur berbagai pengecualian dari prinsip dasar seperti :
1. Kerjasama
regional, bilateral dan custom union.
Pasal XXIV GATT 1994 memperkenankan anggota WTO
untuk membentuk kerjasama perdagangan regional, bilateral dan custom union
asalkan komitmen tiap-tiap anggota WTO yang tergabung dalam kerjasama
perdagangan tersebut tidak berubah sehingga merugikan negara anggota WTO lain
yang tidak termasuk dalam kerjasama perdagangan tersebut.
Pasal XX GATT 1994 memperkenankan suatu negara
untuk melakukan hambatan perdagangan dengan alasan melindungi kesehatan
manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan ;importasi barang yang bertentangan dengan
moral;konservasi hutan; mencegah perdagangan barang-barang pusaka atau yang
bernilai budaya, perdagangan emas.
3. Tindakan
anti-dumping dan subsidi.
Pasal VI GATT 1994, Persetujuan Antidumping dan
subsidi memperkenankan pengenaan bea masuk anti-dumping dan bea masuk imbalan
hanya kepada perusahaan-perusahaan yang terbukti bersalah melakukan dumping dan
mendapatkan subsidi.
Pasal XIX GATT 1994 dan persetujuan Safeguard
memperkenankan suatu negara untuk mengenakan kuota atas suatu produk impor yang
mengalami lonjakan substansial yang merugikan industri dalam negeri.
5. Tindakan
safeguard untuk mengamankan balance of payment
6. Melarang masuknya suatu
produk yang terbukti mengandung penyakit berbahaya atau penyakit menular yang
membahayakan kesehatan manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan.
D.
Pelanggaran Terhadap Prinsip-prinsip WTO dan Penyelesaiannya
Indonesia
yang secara resmi bergabung dengan World Trade Organization dengan meratifikasi
konvensi WTO melalui Undang-Undang No.7 tahun 1994 secara hukum terikat kepada
ketentuan ketentuan General Agreements on Tariff and Trade (GATT) yang
diantaranya termasuk prinsip-prinsip :
a.
Prinsip
penghapusan hambatan kuantitatif (Non Tariff Barriers/Non Tariff Measures)
sesuai dengan Artikel XI,
paragraaf 1 GATT 1994. GATT pada prinsipnya hanya memperkenankan tindakan
proteksi terhadap industri domestic melalui tarif dan tidak melalui upaya upaya
perdagangan lainnya. Perlindungan melalui tariff ini menunjukkan dengan jelas mengenai
tingkat perlindungan yang diberikan dan masih dimungkinkan adanya kompetisi
yang sehat. Prinsip ini dilakukan untuk mencegah terjadinya proteksi
perdagangan yang bersifat non tarif karena dapat merusak tatanan perekonomian
dunia.
b.
Prinsip
“National Treatment” yang diatur dalam Artikel III,
paragraph 4 GATT 1994.
Menurut
prinsip ini, produk yang diimpor ke dalam suatu negara, harus diperlakukan sama
seperti halnya produk dalam negeri. Dengan prinsip National Treatment ini
dimaksudkan bahwa negara anggota WTO tidak boleh membeda-bedakan perlakuan
terhadap pelaku bisnis domestic dengan pelaku bisnis non domestic, terlebih
terhadap sesama anggota WTO. Prinsip ini berlaku luas, dan berlaku terhadap
semua macam pajak dan pungutan pungutan lainnya. Prinsip ini juga memberikan
suatu perlindungan terhadap proteksionisme sebagai akibat upaya-upaya atau
kebijakan administratif atau legislatif.
Dalam
GATT 1994 terdapat artikel yang melarang adanya peraturan-peraturan investasi
yang dapat menyebabkan terganggu dan terhambatnya kelancaran terlaksananya
perdagangan bebas antara Negara-negara di dunia sesuai dengan prinsip-prinsip
yang dianut WTO. Prinsip-Prinsip yang dianut WTO namun dilanggar oleh Indonesia
Yaitu :
a. Prinsip
National Treatment Artikel III, paragraph 4 GATT 1994.
pada dasarnya adalah keharusan suatu Negara untuk memberikan perlakuan yang
sama terhadap semua investor asing, Kebijakan Mobil Nasional dianggap telah
Melanggar ketentuan ini karena pemberian fasilitas penghapusan bea masuk dan
penghapusan pajak barang mewah hanya diberlakukan pada PT. Timor Putra
Nasional.
b. Prinsip
Penghapusan hambatan kuantitatif, Artikel XI, paragraf 1 GATT 1994.
pemerintah Indonesia dinilai telah
melanggar ketentuan keharusan investor menggunakan bahan baku, bahan setengah
jadi, komponen dan suku cadang produksi dalam negeri dalam proses produksi
otomotif dalam negeri, yang dalam industri otomotif Indonesia, ketentuan ini
dikenal sebagai persyaratan kandungan lokal. Berdasarkan ketentuan GATT yang
diimplementasikan dalam aturan aturan Trade Related Investment Measures,
kebijakan persyaratan kandungan lokal merupakan salah satu kebjakan investasi
yang harus dihapus karena menghalangi perdagangan internasional, ketentuan
kandungan lokal sebenarnya merupakan suatu hambatan perdagangan non tariff yang
dalam GATT tidak dapat ditolerir.
Dalam
penyelesaian kasus mobil nasional, WTO memutuskan bahwa Indonesia telah
melanggar Prinsip-Prinsip GATT yaitu National Treatment dan menilai kebijakan
mobil nasional tersebut dinilai tidak sesuai dengan spirit perdagangan bebas
yang diusung WTO, oleh karena itu WTO menjatuhkan putusan kepada Indonesia
untuk menghilangkan subsidi serta segala kemudahan yang diberikan kepada PT.
Timor Putra Nasional selaku produsen Mobil Timor dengan menimbang bahwa :
a.
Penghapusan bea masuk dan penghapusan pajak barang mewah yang oleh pemerintah
hanya diberlakukan pada PT. Mobil Timor nasional merupakan suatu perlakuan yang
diskriminatif dan tentu saja akan sangat merugikan para investor yang telah
terlebih dahulu menanamkan modalnya dan menjalankan usahanya di Indonesia.
Dengan diberlakukannya penghapusan bea masuk dan pajak barang mewah terhadap
mobil timor, hal ini dapat menekan biaya produksi sehingga membuat harga mobil
timor di pasaran menjadi lebih murah, hal tersebut akan mengancam posisi
investor asing yang tidak dapat menrunkan harga jual produknya, dalam
persaingan pasar yang tidak sehat seperti itu, investor asing pasti akan sangat
dirugikan.
b. Untuk
menciptakan suatu perdagangan bebas yang efektif dan efisien, GATT dalam aturan
aturannya telah berusaha menghapuskan segala hambatan dalam perdagangan
internasional, antara lain adalah hambatan-hambatan perdagangan Non Tarif, oleh
karena itu kebijakan Pemerintah Indonesia yang menetapkan keharusan aturan
persyaratan kandungan local terhadap investor asing dinilai sebagai upaya
pemerintah dalam menciptakan suatu hambatan peragangan non tarif guna
memproteksi pasar dalam negeri dari tekanan pasar asing. Kebijakan tersebut
merupakan salah satu strategi pemerintah untuk memproteksi pasar Mobil Timor
agar tidak kalah bersaing dengan produsen mobil dari luar negeri. Instrumen
kebijakan tersebut tentunya sangat merugikan pihak produsen mobil dari luar
negeri, dan dapat menciptakan suatu iklim persaingan yang tidak sehat.
BAB 9
J WAJIB
DAFTAR PERUSAHAAN J
1. Dasar
Hukum Wajib Daftar Perusahaan
Pertama kali
diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) pasal
23 Para persero firma diwajibkan mendaftarkan akta itu dalam register
yang disediakan untuk itu pada kepaniteraan raad van justitie (pengadilan
Negeri) daerah hukum tempat kedudukan perseroan itu. Selanjutnya pasal 38 KUHD
: Para persero diwajibkan untuk mendaftarkan akta itu dalam keseluruhannya
beserta ijin yang diperolehnya dalam register yang diadakan untuk itu pada
panitera raad van justitie dari daerah hukum kedudukan perseroan itu,
dan mengumumkannya dalam surat kabar resmi.
Dari kedua pasal
di atas firma dan perseroan terbatas diwajibkan mendaftarkan akta pendiriannya
pada pengadilan negeri tempat kedudukan perseroan itu berada, selanjutnya pada
tahun 1982 wajib daftar perusahaan diatur dalam ketentuan tersendiri yaitu
UUWDP yang tentunya sebagai ketentuan khusus menyampingkan ketentuan KUHD
sebagai ketentuan umum. Dalam pasal 5 ayat 1 UUWDP diatur bahwa setiap
perusahaan wajib didaftarkan dalam Daftar Perusahaan di kantor pendaftaran
perusahaan.
Pada tahun 1995
ketentuan tentang PT dalam KUHD diganti dengan UU No.1 Tahun 1995, dengan
adanya undang-undang tersebut maka hal-hal yang berkenaan dengan PT seperti
yang diatur dalam pasal 36 sampai dengan pasal 56 KUHD beserta perubahannya
dengan Undang-Undang No. 4 tahun 1971 dinyatakan tidak berlaku.
Sebagai tindak lanjut dari
pelaksanaan UUWDP pada tahun 1998 diterbitkan Keputusan Menperindag
No.12/MPP/Kep/1998 yang kemudian diubah dengan Keputusan Menperindag
No.327/MPP/Kep/7/1999 tentang penyelenggaraan Wajib Daftar Perusahaan serta
Peraturan Menteri Perdagangan No. 37/M-DAG/PER/9/2007 tentang Penyelenggaraan
Wajib Daftar Perusahaan. Keputusan ini dikeluarkan berdasarkan pertimbangan
bahwa perlu diadakan penyempurnaan guna kelancaran dan peningkatan kualitas
pelayanan pendaftaran perusahaan, pemberian informasi, promosi, kegunaan
pendaftaran perusahaan bagi dunia usaha dan masyarakat, meningkatkan peran
daftar perusahaan serta menunjuk penyelenggara dan pelaksana WDP. (I.G.Rai
Widjaja, 2006: 273)
Jadi dasar
penyelenggaraan WDP sebelum dan sewaktu berlakunya UUPT yang lama baik untuk
perusahaan yang berbentuk PT, Firma, persekutuan komanditer, Koperasi,
perorangan ataupun bentuk perusahaan lainnya diatur dalam UUWDP dan keputusan
menteri yang berkompeten.
2.
Ketentuan Wajib Daftar Perusahaan
Dasar Pertimbangan Wajib Daftar
Perusahaan
- Kemajuan
dan peningkatan pembangunan nasional pada umumnya dan perkembangan
kegiatan ekonomi pada khususnya yang menyebabkan pula berkembangnya dunia
usaha dan perusahaan, memerlukan adanya Daftar Perusahaan yang merupakan
sumber informasi resmi untuk semua pihak yang berkepentingan mengenai
identitas dan hal-hal yang menyangkut dunia usaha dan perusahaan yang
didirikan, bekerja serta berkedudukan di wilayah Negara Republik
Indonesia,
- Adanya
Daftar Perusahaan itu penting untuk Pemerintah guna melakukan pembinaan,
pengarahan, pengawasan dan menciptakan iklim dunia usaha yang sehat karena
Daftar Perusahaan mencatat bahan-bahan keterangan yang dibuat secara benar
dari setiap kegiatan usaha sehingga dapat lebih menjamin perkembangan dan
kepastian berusaha bagi dunia usaha,
- Bahwa
sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas perlu adanya Undang-undang
tentang Wajib Daftar Perusahaan.
Ketentuan Umum Wajib Daftar
Perusahaan
Dalam Pasal 1 UU Republik Indonesia
Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan, ketentuan-ketentuan umum
yang wajib dipenuhi dalam wajib daftar perusahaan adalah :
- Daftar
Perusahaan adalah daftar catatan
resmi yang diadakan menurut atau berdasarkan ketentuan Undang-undang ini
dan atau peraturan-peraturan pelaksanaannya, dan memuat hal-hal yang wajib
didaftarkan oleh setiap perusahaan serta disahkan oleh pejabat yang
berwenang dari kantor pendaftaran perusahaan. Daftar catatan resmi terdiri
formulir-formulir yang memuat catatan lengkap mengenai hal-hal yang wajib
didaftarkan;
- Perusahaan
adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang
bersifat tetap dan terus menerus dan yang didirikan, bekerja serta
berkedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia, untuk tujuan
memperoleh keuntungan dan atau laba. Termasuk juga perusahaan-perusahaan
yang dimiliki atau bernaung dibawah lembaga-lembaga sosial, misalnya,
yayasan.
- Pengusaha
adalah setiap orang perseorangan atau persekutuan atau badan hukum yang
menjalankan sesuatu jenis perusahaan. Dalam hal pengusaha perseorangan,
pemilik perusahaan adalah pengusaha yang bersangkutan.
- Usaha
adalah setiap tindakan, perbuatan atau kegiatan apapun dalam bidang
perekonomian, yang dilakukan oleh setiap pengusaha untuk tujuan memperoleh
keuntungan dan atau laba;
- Menteri
adalah Menteri yang bertanggungjawab dalam bidang perdagangan.
3.
Tujuan dan Sifat Wajib Daftar Perusahaan
Daftar Perusahaan bertujuan
mencatat bahan-bahan keterangan yang dibuat secara benar dari suatu perusahaan
dan merupakan sumber informasi resmi untuk semua pihak yang berkepentingan
mengenai identitas, data, serta keterangan lainnya tentang perusahaan yang
tercantum dalam Daftar Perusahaan dalam rangka menjamin kepastian berusaha (
Pasal 2 ).
Tujuan daftar perusahaan :
- Mencatat
secara benar-benar keterangan suatu perusahaan meliputi identitas, data
serta keterangan lain tentang perusahaan.
- Menyediakan
informasi resmi untuk semua pihak yangberkepentingan.
- Menjamin
kepastian berusaha bagi dunia usaha.
- Menciptakan
iklim dunia usaha yang sehat bagi dunia usaha.
- Terciptanya
transparansi dalam kegiatan dunia usaha.
Daftar Perusahaan bersifat terbuka
untuk semua pihak. Yang dimaksud dengan sifat terbuka adalah bahwa Daftar
Perusahaan itu dapat dipergunakan oleh pihak ketiga sebagai sumber informasi (
Pasal 3 ).
- Setiap
perusahaan wajib didaftarkan dalam Daftar Perusahaan.
- Pendaftaran
wajib dilakukan oleh pemilik atau pengurus perusahaan yang bersangkutan
atau dapat diwakilkan kepada orang lain dengan memberikan surat kuasa yang
sah.
- Apabila
perusahaan dimiliki oleh beberapa orang, para pemilik berkewajiban untuk
melakukan pendaftaran. Apabila salah seorang daripada mereka telah
memenuhi kewajibannya, yang lain dibebaskan daripada kewajiban tersebut.
- Apabila
pemilik dan atau pengurus dari suatu perusahaan yang berkedudukan di
wilayah Negara Republik Indonesia tidak bertempat tinggal di wilayah
Negara Republik Indonesia, pengurus atau kuasa yang ditugaskan memegang
pimpinan perusahaan berkewajiban untuk mendaftarkan ( Pasal 5 ).
5.
Cara dan Tempat Serta Waktu Pendaftaran
- Pendaftaran
dilakukan dengan cara mengisi formulir pendaftaran yang ditetapkan oleh
Menteri pada kantor tempat pendaftaran perusahaan.
- Penyerahan
formulir pendaftaran dilakukan pada kantor pendaftaran perusahaan, yaitu :
1.
di tempat
kedudukan kantor perusahaan;
2.
di tempat
kedudukan setiap kantor cabang, kantor pembantu perusahaan atau kantor anak
perusahaan;
3.
di tempat
kedudukan setiap kantor agen dan perwakilan perusahaan yang mempunyai wewenang
untuk mengadakan perjanjian.
- Dalam
hal suatu perusahaan tidak dapat didaftarkan sebagaimana dimaksud dalam
ayat b pasal ini, pendaftaran dilakukan pada kantor
pendaftaran perusahaan di Ibukota Propinsi tempat kedudukannya.
Pendaftaran wajib dilakukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah
perusahaan mulai menjalankan usahanya. Sesuatu perusahaan dianggap mulai
menjalankan usahanya pada saat menerima izin usaha dari instansi teknis
yang berwenang ( Pasal 10 ). Pendaftaran Perusahaan dilakukan oleh Pemilik
atau Pengurus/Penanggung Jawab atau Kuasa Perusahaan yang sah pada KPP
Tingkat II ditempat kedudukan perusahaan. Tetapi kuasa tersebut tidak
termasuk kuasa untuk menandatangani Formulir Pendaftaran Perusahaan.
6.
Hal-hal yang Wajib Didaftarkan
Hal-hal yang wajib didaftarkan itu
tergantung pada bentuk perusahaan, seperti ; perseroan terbatas, koperasi,
persekutuan atau perseorangan. Perbedaan itu terbawa oleh perbedaan bentuk
perusahaan.
Bapak H.M.N. Purwosutjipto, S.H memberi contoh apa saja yang yang wajib
didaftarkan bagi suatu perusahaan berbentuk perseroan terbatas sebagai berikut
:
3.
tanggal pendirian
perusahaan
4.
jangka waktu
berdirinya perusahaan
5.
kegiatan pokok dan
kegiatan lain dari kegiatan usaha perseroan
6.
izin-izin usaha
yang dimiliki
7.
alamat perusahaan
pada waktu didirikan dan perubahan selanjutnya
8.
alamat setiap
kantor cabang, kantor pembantu, agen serta perwakilan perseroan.
B.
Mengenai Pengurus dan Komisaris
1.
nama lengkap
dengan alias-aliasnya
2.
setiap namanya
dahulu apabila berlainan dengan nama sekarang
3.
nomor dan tanggal
tanda bukti diri
4.
alamat tempat
tinggal yang tetap
5.
alamat dan tempat
tinggal yang tetap, apabila tidak bertempat tinggal Indonesia
6.
Tempat dan tanggal
lahir
7.
negara tempat
tanggal lahir, bila dilahirkan di luar wilayah negara RI
8.
kewarganegaran
pada saat pendaftaran
9.
setiap
kewarganegaraan dahulu apabila berlainan dengan yang sekarang
11. tanggal
mulai menduduki jabatan
C.
Kegiatan Usaha Lain-lain Oleh Setiap Pengurus dan Komisaris
2.
banyaknya dan
nilai nominal masing-masing saham
3.
besarnya modal
yang ditempatkan
4.
besarnya modal
yang disetor
5.
tanggal dimulainya
kegiatan usaha
6.
tanggal dan nomor
pengesahan badan hukum
7.
tanggal pengajuan
permintaan pendaftaran
D.
Mengenai Setiap Pemegang Saham
1.
nama lengkap dan
alias-aliasnya
2.
setiap namanya
dulu bila berlainan dengan yang sekarang
3.
nomor dan tanggal
tanda bukti diri
4.
alamat tempat
tinggal yang tetap
5.
alamat dan negara
tempat tinggal yang tetap bila tidak bertempat tinggal di Indonesia
6.
tempat dan tanggal
lahir
7.
negara tempat
lahir, jika dilahirkan di luar wilayah negara R.I
9.
jumlah saham yang
dimiliki
10. jumlah
uang yang disetorkan atas tiap saham.
Contoh kasus Wajib Daftar perusahaan dan Analisis-nya
Kasus 1:
Saling gugat terjadi antara PT
Krakatau Steel (Persero) Tbk dan PT Perwira Adhitama Sejati soal pembatalan
merek dengan unsur kata “KS.”
Gugatan Krakatau Steel yang
didaftarkan ke Pengadilan Niaga pada 31 Januari 2013 itu minta agar pengadilan
membatalkan atau setidak-tidaknya menyatakan batal merek IKS milik Perwira
Adhitama. Dalam berkas gugatan No. 03/Pdt.Sus/Merek/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst itu
disebutkan bahwa merek IKS memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek KS
milik penggugat (Krakatau Steel) yang telah terdaftar lebih dahulu.
“Kata KS adalah singkatan nama
perusahaan penggugat yaitu Kratakatau Steel yang sengaja dijadikan merek dagang
oleh penggugat,” kata perusahaan baja yang diwakili kuasa hukumnya Fahmi
Assegaf dkk.
Penggugat merasa terganggu akan
kehadiran merek IKS atas nama tergugat (Perwira Adhitama) di bawah No.
IDM00005524 untuk melindungi kelas barang 06. Merek itu diajukan 9 Mei 2003 dan
terdaftar pada 22 April 2004. Merek itu dianggap memiliki persamaan pada
pokoknya untuk barang sejenis dengan merek penggugat yang telah terdaftar lebih
dahulu. Persamaan itu meliputi bentuk, cara penempatan, cara penulisan, dan
kombinasi antar unsur-unsur.
Krakatau Steel sendiri adalah
pemegang sertifikat merek KS di bawah register IDM000063036 untuk melindungi
kelas 06 yakni baja tulangan (reinforcing steel bar), ulir (deform), polos
(plain), baja profil (steel section), profil I, U, H, L, Round, Flat.
Selain KS, penggugat juga
tercatat sebagai pemegang sertifikat merek “Krakatau Steel + Logo” di bawah No.
IDM000048501 untuk melindungi jenis barang kelas 06 yakni besi spons, baja
kawat batangan, baja lonjoran, baja slab, dan lain-lain. Krakatau juga memiliki
merek KS POLE dengan No. 418285 yang terdaftar pada Agustus 1997 dan
diperpanjang di bawah No. IDM00018782 pada 2006.
Jika merek tersebut digunakan
secara bersamaan dalam perdagangan, kata penggugat, akan menimbulkan persaingan
yang curang, mengecoh, atau menyesatkan konsumen soal asal-usul produk Perwira
Adhitama yang dianggap berasal dari Krakatau.
Komentar :
Dari kasus tersebut dapat dilihat
jika tidak sekedar nama perusahaan saja yang harus didaftarkan tetapi logo
perusahaan pun harus didaftarkan agar tidak ada perusahaan lain yang bergerak
dalam bidang yang sama menggunakan logo yang sudah dikenal masyarakat luas
seperti contoh kasus diatas.
Kasus 2:
Seseorang dengan tanpa izin
membuat situs penyayi-penyayi terkenal yang berisikan lagu-lagu dan liriknya,
foto dan cover album dari penyayi-penyayi tersebut. Contoh : Bulan Mei tahun
1997, Group Musik asal Inggris, Oasis, menuntut ratusan situs internet yang
tidak resmi yang telah memuat foto-foto, lagu-lagu beserta lirik dan video
klipnya. Alasan yang digunakan oleh grup musik tersebut dapat menimbulkan
peluang terjadinya pembuatan poster atau CD yang dilakukan pihak lain tanpa
izin. Kasus lain terjadi di Australia, dimana AMCOS (The Australian Mechanical
Copyright Owners Society) dan AMPAL (The Australian Music Publishers
Association Ltd) telah menghentikan pelanggaran Hak Cipta di Internet yang
dilakukan oleh Mahasiswa di Monash University. Pelanggaran tersebut terjadi
karena para Mahasiswa dengan tanpa izin membuat sebuah situs Internet yang
berisikan lagu-lagu Top 40 yang populer sejak tahun 1989 (Angela Bowne, 1997
:142) dalam Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Lindsey
T dkk.
Komentar:
Share secara tidak langsung telah
mengijinkan orang lain untuk berbagi berita melalui media-media tersebut dengan
syarat mencantumkan sumber berita resminya. Maka dalam kasus ini, Hak Cipta
sebuah berita telah diizinkan oleh pemilik situs berita untuk di share melalui media-media lain
asalkan sumber resmi berita tersebut dicantumkan. Hal ini sesuai dengan Pasal
14 c UU No 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta, dimana : “ Tidak dianggap
sebagai pelanggaran Hak Cipta pengambilan berita aktual (berita yang diumumkan
dalam waktu 1 x 24 jam sejak pertama kali diumumkan) baik seluruhnya maupun
sebagian dari kantor berita, Lembaga Penyiaran, dan Surat Kabar atau sumber
sejenis lain, dengan ketentuan sumbernya harus disebutkan secara lengkap.”
BAB 11
JHAK KEKAYAAN INTELEKTUAL (HAKI) J
Hak kekayaan intelektual adalah hak yang timbul dari
kemampuan berfikir atau olah pikir yang menghasilkan suatu produk atau proses
yang berguna untuk manusia. Dalam ilmu hukum, hak kekayaan intelektual
merupakan harta kekayaan khususnya hukum benda (zakenrecht) yang
mempunyai objek benda inteletual, yaitu benda yang tidak berwujud yang bersifat
immaterial maka pemilik hak atas kekayaan intelektual pada prinsipnya dap
berbuat apa saja sesuai dengan kehendaknya.
Dalam Pasal 7 TRIPS ( Tread Related Aspect of
Intellectual Property Right) dijabarkan tujuan dari perlindungan dan penegakkan
HKI adalah sebagai berikut :
Perlindungan dan penegakkan hukum HKI burtujuan untuk
mendorong timbulnya inovasi, pengalihan dan penyebaran teknologi dan diperolehnya
manfaat bersama antara penghasil dan pengguna pengetahuan teknologi,
menciptakan kesejahteraan sosial dan ekonomi serta keseimbangan antara hak dan
kewajiban.
Prinsip-Prinsip
Hak Kekayaan Intelektual
1. Prinsip Ekonomi, yang akan
memberikan keuntungan kepada pemilik yang bersangkutan.
2. Prinsip Keadilan, yang akan
memberikan perlindungan dalam pemilikannya.
3. Prinsip Kebudayaan, yang akan
meningkatkan taraf kehidupan, peradaban dan martabat manusia yang akan
memberikan keuntungan bagi masyarakat, bangsa, dan negara.
4. Prinsip Sosial, yang akan
memberikan perlindungan berdasarkan keseimbangan kepentingan individu dan
masyarakat.
Dasar
Hukum Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia
Pengaturan
hukum terhadap hak kekayaan intelektual di Indonesia dapat ditemukan dalam :
1. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002
tentang Hak Cipta;
2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001
tentang Paten;
3. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001
tentang Merek;
4. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000
tentang Varietas Tanaman;
5. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000
tentang Rahasia Dagang;
6. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000
tentang Desain Industri;
7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000
tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
Klasifikasi
Hak Kekayaan Intelektual
Berdasarkan
WIPO hak atas kekayaan intelektual dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
Hak
cipta adalah hak eksklusif bagi penciptaan atau penerimaan hak untuk
mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan
tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Hak
cipta terdiri atas hak ekonomi (economic righst) dan hak
moral (moral rights).
Hak
ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan serta produk
hak terkait, sedangkan hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta
atau pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau dihapus tanpa alasan apa pun,
walaupun hak cipta atau hak terkait telah dialihkan.
Hak
cipta dianggap sebagai benda bergerak, sehingga hak cipta dapat dialihkan, baik
seluruhnya maupun sebagian karena pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian
tertulis, atau sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan
perundang-undangan.
Hak
cipta yang dimiliki oleh ahli waris atau penerima wasiat tidak dapat disita
kecuali jika hak tersebut diperoleh secara melawan hukum.
Menurut
Undang-Undang, ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu
pengetahuan, seni, dan sastra yang mencakup :
1. Buku, program, dam semua hasil
karya tulis lain;
2. Ceramah, kuliah , pidato, dan
ciptaan lain yang sejenis dengan itu;
3. Alat peraga yang dibuat untuk
kepentinga pendidikan dan ilmu pengetahuan;
4. Lagu atau musik dengan atau tanpa
teks;
5. Drama atau drama musikal, tari,
koreografi, pewayangan, dan pantomim;
6. Seni rupa dalam segala bentuk
seperti seni lukis, gambar, senia ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni
patung, kolase, dan seni terapan;
12. Terjemahan, tasir, saduran, bung
rampai, database, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan.
Dalam
Pasal 29 sampai dengan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak
Cipta diatur masa/jangka waktu untuk suatu ciptaan berdasarkan jenis ciptaan.
1. Hak cipta berlaku selama
hidup pencipta dan terus menerus berlangsung hingga 50 tahun setelah pencipta
meninggal dunia. Jika pencipta terdiri dari dua atau lebih, hak cipta berlaku
sampai 50 tahun setelah pencipta terakhir meninggal dunia. (ex: buku, lagu,
drama, seni rupa, dll)
2. Hak cipta dimiliki oleh suatu
badan hukum berlau selama 50 tahun sejak pertama kali diumumkan. (ex: program
komputer, fotografi, dll)
3. Untuk perwajahan karya tulis yang
diterbitkan berlaku selama50 tahun sejak pertama kali diterbitkan.
4. Untuk penciptaan yang tidak
diketahui penciptanya, dan peninggalan sejarah dan prasejarah benda budaya
nasional dipegang oleh negara, jangka waktu berlaku tanpa batas waktu.
5. Untuk ciptaan yang belum
diterbitkan dipegang oleh negara, ciptaan yang sudah diterbitkan sebagai
pemegang hak cipta dan ciptaan sudah diterbitkan tidak diketahiu pencipta dan
penerbitnya dipegang oleh negara, dengan jangka waktu selama 50 tahun sejak
ciptaan tersebut pertama kali diketahui secara umum.
6. Untuk ciptaan yang sudah
diterbitkan penerbit sebagai pemegang hak cipta, jangka waktu berlaku selama 50
tahun sejak pertama kali diterbitkan.
Pemegang
hak cipta berhak memberikan lisensi kepada pihak lain berdasarkan surat
perjanjian lisensi untuk melakukan perbuatan hukum selama jangka waktu lisensi
dan berlaku di seluruh wilayah negara Republik Indonesia.
Pemegang
hak cipta berhak mengajukan gugatan ganti rugi kepada pengadilan niaga atas
pelanggaran hak cipta dan meminta penyitaan terhadap benda yang diumumkan atau
hasil perbanyakan ciptaan itu.
Pelanggaran
terhadap hak cipta telah diatur dalam Pasal 72 dan Pasal 73 Undang-Undang Nomor
19 tentang Hak Cipta, yang dapat dikenakan hukum pidana dan perampasan oleh
negara untuk dimusnahkan.
Paten
merupakan hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil
invensinya di bidang teknologi untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri
invensinya atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakan.
Adapun
invensi adalah ide inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan
masalah yan spesifik di bidang teknologi, dapat berupa produk atau proses
atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses.
Paten
diberikan untuk invensi yang baru dan mengandung langkah insentif serta dapat
diterapkan dalam industri. Invensi diaanggap baru jika pada tanggal penerimaan
invensi tersebut tidak sama dengan teknologi yang diungkapkan sebelumnya.
Invensi
berupa produk atau alat yang baru dan mempunyai nilai kegunaan praktis
disebabkan oleh bentuk, konfigurasi, kontruksi, atau komponennya dapat
memperoleh perlindungan hukun dalam bentuk paten sederhana.
Berdasarkan
Pasal 8 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten, paten diberikan untuk
jangka waktu selama 20 tahun, terhitung sejak tanggal penerimaan dan jangka itu
tidak dapat diperpanjang. Sedangkan untuk paten seerhana diberikan jangka waktu
10 tahun, terhitung sejak tanggal penerimaan dan jangka waktu tersebut tidak
dapat diperpanjang.
Paten
diberikan berdasarkan permohonan dan setiap permohonan hanya dapat diajukan
untuk satu invensiatau beberapa invensi yang merupakan satu kesatuan invensi.
Dengan demikian, permohonan paten diajukan dengan membayar biaya kepada
Direktorat Jendral Hak Paten Departemen Kehakiman dan HAM. Namun, permohonan
dapat diubah dari paten menjadi paten sederhana.
Berdasarkan
Pasal 66 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten, paten dapat dialihkan
baik seliruh maupun sebagian karena pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian
tertulis dan sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan
dengan pencatatan oleh derektorat jendral pengalihan paten.
Merek
adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan
warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebutyang memiliki daya pembeda dan
digunakan dlam kegiatan perdagangan barang atau jasa.
Hak
merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kapada pemilik merek yang
terdaftar dalam daftar umum merek untuk jangka waktu tertentu dengan
menggunakan sendiri merek atau memberikan izin kepada pihak lain untuk
menggunakannya.
Jenis-jenis
merek dapat dibagi menjadi merk dagang, merek jasa dan merek kolektif.
Merek
terdaftar mendapatkan perlindungan hukum untuk jangka waktu 10 tahun sejak
tanggal penerimaan dan jangka waktu perlindungan dapat diperpanjang denga
jangka waktu yang sama.
Hak
merek terdaftar dapat beralih atau dialihkan karena pawarisan, hibah, wasiat,
perjanjian atau seba-sebab lain yang dibenarkan oleh perundang-undangan.
Penghapusan
pendaftaran merek dari daftar umum merek dapat dilakukan atas prakarsa
direktorat jendral berasarkan permohonan pemilik merek yang bersangkutan atau
pihak ketiga dalam bentuk gugatankepada pengadilan niaga.
Pemilik
merek terdaftar dapat mengajukan gugatan terhadap pihak lain secara tanpa hak
menggunakan merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau
keseluruhannyauntuk barang atau jasa yang sejenis, berupa gugatan ganti rugi
dan/atau penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan merek
tersebut. Sanksi yang dikenakan terhadap masalah merek berupa pidana dan denda.
Hak
perlindungan varietas tanaman adalah hak khusus yang diberikan oleh negara
kepada pemulia tanaman untuk menggunakan sendiri varietas hasil
pemuliaannya atau memberikan persetujuan kepada orang atau badan hukum lain
untuk menggunakan selama waktu tertentu.
Varietas
tanaman yang dapat diberi perlindungan adalah dari jenis atau spesies tanaman
yang baru, yaitu belum pernah diperdagangkan di Indonesia atau sudah
diperdagangkan kurang dari satu tahun. Unik, sehingga dapat dibedakan secara
jelasdengan varietas lain. Seragam, memiliki sifat utama yang seragam.
Stabil, tidak mengalami perubahan ketika ditanam berulang-ulang atau untuk
diperbanyak melalui siklus. Dan diberi penamaan yang selanjutnya menjadi nama
varietas yang bersangkutan.
Dalam
Pasal 4 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Varietas Tanaman, jangka
waktu PVT dihitung sejak tanggal pemberian hal PVT meliputi 20 tahun untuk
tanaman semusim dan 25 tahun untuk tanaman tahunan.
Hak
untuk menggunakan varietas dapat meliputi memprodusi/ memperbanyak benih,
menyiapkan untuk tujuan propagasi, mengiklankan, menawarkan, memperdagangkan,
mengekspor, mengimpor.
Dalam
Pasal 40 Undang-Undang Nomor 29 tahun 2000 tentang Varietas Tanaman, hak PVT
dapat beralih atau dialihkan karena pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian, dan
sebab lain yang dibenarkan oleh undang-undang.
Berakhirnya
hak PVT dapt disebabkan karena berakhirnya janga waktu, pembatalan, dan
pencabutan. Dan sanksi yang diberikan untuk masalah PVT berupa pidana dan
denda.
Rahasia
dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi dan/atau
bisnis yang mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha dan
dijaga keerahasiaannya oleh pemilik rahasia dagang.
Perlindungan
rahasia dagang meliputi metode produksi, metode pengolahan, metode penjualan,
atau informasi lain di bidang teknologi dan/atau bisnis yang memiliki nilai
ekonomi dan tidak diketahui oleh nasyarakat.
Syarat
pengajuan perlindungan sebagai HKI, meliputi prinsip perlindungan otomatis dan
perlindungan yang diberikan selama kerahasiaannya terjaga. Pemilik HKI berhak menggunakan
sendiri rahasia dagang yang dimilikinya atau memberikan lisensi atau melarang
pihak lain untuk menggunakannya.
Jangka
waktu perlindungan rahasia dagang adalah sampai dengan masa dimana rahasia itu
menjadimilik pblik.
Dalam
Pasal 5 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, hak
rahasia dagang dapt beralih/dialihkan karena pewarisan, hibah, wasiat,
perjanjian , dan sebab lain yang dibenaran oleh undang-undang. Pengalihan harus
disertau dengan pengalihan dokumen-dokumen yang menunjukan terjadinya
pengalihan rahasia dagang.
Sanksi
yang diberikan untuk masalah rahasia dagang berupa pidana dan denda.
Desain
industri adalah suatu kreasi tentang bentuk konfigurasi atau komposisigaris
atau warna, atau garis dan warna atau gabungan dari padanya yang berbentul 3D
atau 2D yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola 3D atau
2D serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas
industri, atau kerajinan tangan.
Hak
ini diberikan untuk desain industri yang baru, yaitu tanggal penerimaan desain
industri itidak sama dengan pengungkapan yang telah ad sebelumnya.
Jangka
waktu perlindungan terhadap hak desain industri diberikan 10 tahun sejak
tanggal penerimaan dan tercatat dalam daftar umum desain industri dan
diberitakan dalam berita resmi desain industri.
Setiap
hak desain industri diberikan atas dasar permohonan ke Direktorat Jendral
Desain Industri secara tertulis dalam bahasa Indonesia.
Pengalihan
hak ini dapat dilakukan karena pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian tertulis
dan sebab lain yang dibenarkan perundang-undangan dan wajib dicatat dalam
daftar umum desain industri.
Desain
industri terdaftar hanya dapat dibatalkan atas permintaan pemegang lisensi.
Sanksi
yang diberikan untuk masalah desain industri berupa pidana dan denda.
- Desain Tata Letak Sirkuit
Terpadu
Hak
desain tata letak sirkuit terpadu adalah hak eksklusif yang diberikan oleh
negara Republik Indonesia kepada pendesain atas hasil kreasinya untuk selama
waktu tertentu melaksanakan sendiri atau memberikan persetujuanya kepada pihak
lain untuk melaksanakan hak tersebut.
Jangka
waktu perlindungan hak ini diberikan selama 10 tahun sejak pertama kali desain
tersebut di eksplotasi secara komersial.hak ini dapat beralih/dialihkan karena
pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian tertulis dan sebab lain yang dibenarkan
oleh perundang-undangan.
Sanksi
yang diberikan untuk masalah desain tata letak sirkuit terpadu berupa pidana
dan denda
Contoh kasus Hak Kekayaan Intelektual beserta analisis-nya
KASUS PELANGGARAN HUKUM MEREK DAGANG PADA
BARANG ELEKTRONIK
Beberapa contoh kasus pelanggaran hukum merek dagang pada
barang elektronik dan penyelesaiannya.
Kasus 1 :
Pelanggaran merek “iPad” oleh perusahaan Apple yang
ternyata telah dipatenkan oleh perusahaan Fujitsu
Merek “iPad” yang telah diumumkan oleh pihak Apple pada
27 januari 2010, langsung mendapatkan peringatan di hari setelahnya yaitu
tanggal 28 januari 2010, karena dianggap telah melanggar hak merek dagang dari
perusahaan Fujitsu.
Menurut pihak Fujitsu, “iPad” merupakan hak merek yang
sudah dimasukkan ke Komisi Paten dan Hak Cipta Amerika Serikat sejak 2003. Nama
iPad versi Fujitsu merupakan salah satu produk komputer portabel ciptaan
Fujitsu. Walaupun memang pada kenyataannya, pihak Fujitsu belum memasarkan
produknya secara resmi, sehingga nama tersebut terbengkalai.
Hal ini jelas adalah pelanggaran HAKI sesuai dengan UU no
15 Tahun 2011, dikarenakan pihak fujitsu telah terlebih dulu mematenkan merek
“iPad”. Jika mengurut ke dalam perundang-undangan di Indonesia, pihak fujitsu
dapat berpegang pada UU no 15 Tahun 2011 pasal 76 mengenai gugatan atas
pelanggaran merek yang berisi :
“Pemilik Merek terdaftar dapat mengajukan gugatan
terhadap pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan Merek yang mempunyai
persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang atau jasa yang sejenis
berupa :
a. gugatan ganti rugi, dan/atau
b. penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan
penggunaan Merek tersebut.”
Tetapi kasus ini dapat berakhir dengan damai berdasarkan
laporan Patent and Trademark Office Amerika Serikat, perusahaan asal Jepang
tersebut menandatangani penyerahan seluruh hak atas nama iPad ke Apple pekan
lalu. Namun, tidak dijelaskan mengenai rincian transaksi yang dilakukan oleh
kedua perusahaan tersebut sehingga sampai ke mendapatkan kesepakatan damai.
Kasus 2 :
Nexian Palsu Diproduksi di China
Di Makassar, ditemukan pemasok telepon genggam bermerek
nexian palsu beserta baterai palsu yang mengakibatkan kerugian sampai milyaran
rupiah kepada PT.Metrotech Jaya Komunikasi Indonesia. PT Metrotech Jaya
Komunikasi Indonesia adalah pemegang resmi merek telpon genggam merek Nexian
untuk Indonesia. Telah ditemukan fakta bahwa barang dengan merek palsu tersebut
tidak hanya dijual di daerah Makassar, tetapi telah ditemukan kasus penjualan
nexian palsu di daerah Medan, Surabaya, dan Jakarta. Alasan yang didapatkan
setelah menanyakan pelaku adalah karena harga penjualan telepon genggam palsu
tersebut dimulai Rp 20.000 hingga Rp 45.000, yang relatif lebih murah jika
dibandingkan dengan telepon genggam merek asli Nexian yang harganya mencapai Rp
50.000. Rolas Budiman Sitinjak selaku Kuasa Hukum PT Metrotech Jaya Komunika
Indonesia menginformasikan akibat dari pemalsuan merek Nexian ini, klien mereka
telah mendapatkan kerugian senilai 2 miliar hingga 3 miliar rupiah.
Gambar 3.3. Baterai Nexian Palsu
Dan juga ditemukan informasi tambahan dari Kasat Reskrim
Polrestabes Makassar AKBP Himawan Sugeha yang mengatakan, baterai dan ponsel
palsu merek Nexian yang beredar di Indonesia, ternyata diproduksi di China.
Pelaku kasus ini akan dijerat Pasal 90, pasal 91, pasal 92, dan pasal 93 Undang
Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek dengan ancaman
kurungan penjara lima tahun dan denda maksimal 1 miliar rupiah.
Kasus 3:
“iPad” melawan “IPad”
Terdapat banyak kasus-kasus yang belum terangkat ke
publik, yang sebenarnya melanggar hak merek dagang suatu perusahaan. Salah satu
contohnya adalah salah komputer tablet buatan china bermerek “IPad” yang secara
jelas meniru komputer tablet buatan Apple “iPad” yang akhir-akhir ini menjadi
pembicaraan masyarakat. Dengan meniru design dan logo merek Apple, barang
buatan negara China ini memiliki spesifikasi yang sama di berbagai bagian.
Dengan harga yang jauh berada dibawah harga “iPad” Apple,
hal ini tentu dapat menimbulkan kerugian bagi pihak Apple yang telah
mendapatkan hak Merek atas perangkat mereka.
http://www.otakku.com/wp-content/uploads/2010/06/fake_ipad_4.jpg
Gambar 3.4. iPad
http://www.otakku.com/wp-content/uploads/2010/06/fake_ipad_5.jpg
http://www.otakku.com/wp-content/uploads/2010/06/fake_ipad_3.jpg
Gambar 3.5, IPad
Walaupun pada merek, “iPad” dan “IPad” memiliki perbedaan
penggunaan huruf kapital, tetapi menurut UU nomor 15 pasal 91 mengenai merek
seperti berikut ini :
Pasal 91
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan
Merek yang sama pada pokoknya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk
barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp. 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
Dan juga penggunaan lambang Apple pada perangkat buatan
China tersebut telah melanggar UU nomor 15 pasal 92 dan 93 seperti berikut ini
:
Pasal 92
1) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan
tanda yang sama pada keseluruhan dengan indikasi-geografis milik pihak lain
untuk barang yang sama atau sejenis dengan barang yang terdaftar, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
2) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan
tanda yang pada pokoknya dengan indikasi-geografis milik pihak lain untuk
barang yang sama atau sejenis dengan barang yang terdaftar, dipidanadengan
pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
3) Terhadap pencatuman asal sebenarnya pada barang yang
merupakan hasil pelanggaran ataupun pencantuman kata yang menunjukkan bahwa
baranng tersebut merupakan tiruan dari barang yang terdaftar dan dilindungi
berdasarkan indikasi-geografis, diberlakukan ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2).
Pasal 93
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan
tanda yang dilindungi berdasarkan indikasi-asal pada barang atau jasa sehingga
dapat memperdaya atau menyesatkan masyarakat mengenai asal barang atau asal
jasa tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp. 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).