21/04/13

Aspek Hukum Dalam Ekonomi


BAB 1
Pengertian Hukum.
Hukum mempunyai tugas untuk menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat. Oleh karena itu setiap masyarat berhak untuk mendapat pembelaan didepan hukum sehingga dapat diartikan bahwa hukum adalah peraturan atau ketentuan-ketentuan tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur kehidupan masyarakat dan menyediakan sangsi bagi pelanggarnya.

Tujuan Hukum.

Dengan adanya Hukum di Indonesia maka setiap perkara dapat diselesaikan melaui proses pengadilan dengan prantara hakim berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku, selain itu Hukum bertujuan untuk menjaga dan mencegah agar setiap orang tidak dapat menjadi hakim atas dirinya sendiri.

 Sumber-sumber Hukum.

1.      Sumber-sumber hukum Material.
2.     Sumber-sumber hukum formal.
3.     Undang-undang (statute).
4.    Kebiasaan (costum).
5.     Keputusan-keputusan hakim.
6.    Traktat (treaty).
7.     Pendapat Sarjana hukum (doktrin).

Kodifikasi Hukum.

Adalah pembukuan jenis-jenis hukum tertulis dalam kitab undang-undang secara sistematis dan lengkap.
Dari segi bentuknya hukum di bagi dua,
1.     Hukum tertulis.
2.    Hukum tak tertulis.

Kaidah atau Norma

Tujuan Norma adalah untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik aman dan tertib. Contoh jenis dan macam norma :
1.     Norma Sopan Santun.
2.     Agama.
3.    Hukum.


Pengertian ekonomi.
Menurut M.Manulang ilmu ekonomi adalah ilmu yang mempelajari masyarakat dalam usahanya untuk mencapai kemakmuran. Istilah ekonomi berasal dari bahasa Yunani, Oikos berarti rumah tangga, dan Nomos berarti aturan.
Adapun ilmu ekonomi di bagi menjadi 3,yaitu :
1.     Deskriptif
2.     Teori
·         Ekonomi Mikro
·         Ekonomi Makro
Hukum Ekonomi

Adalah suatu hubungan sebab akibat pertalian peristiwa ekonomi yang saling berhubungan satu dengan yang lainya dalam kehidupan ekonomi sehari-hari  dalam masyarakat.
Adanya hukum ekonomi di latar belakangi oleh semakin pesatnya pertumbuhan dan perkembangan perekonomian.
Hukum ekonomi di bagi menjadi 2 yaitu:
1.     Hukum ekonomi pembangunan
2.     Hukum ekonomi social


Kasus Hukum Ekonomi Di Indonesia


Indonesia saat ini, kebutuhan masyarakat akan barang atau jasa semakin terus meningkat dan tidak diseimbangi dengan pengelolaan yang baik dari sumber daya manusia, segi sumber daya alam dan segi pemerintah. Sehingga membuat tekanan terhadap lingkungan serta sumber kehidupan lain-nya. Hal ini menimbulkan masalah dan tantangan mengenai bagaimana membangun perekonomian yang baik serta didukung dengan pengelolaan yang baik pula. Oleh karena itu. Hukum untuk mengatur kegiatan perekonomian saat ini perlu dibuat dan dilaksanakan secara tegas, tanpa pandang bulu atau membeda-bedakan.
Tetapi dalam kenyataannya, hukum di Indonesia terkadang sudah tidak murni lagi, banyak terjadi penyimpangan-penyimpangan, Salah satu masalahnya adalah pembangunan kegiatan usaha illegal yang meraja lela serta adanya kecurangan-kecurangan dari pelaku usaha yang kadang kegiatannya dibiarkan oleh pihak berwajib, sungguh mengenaskan memang sehingga muncul keresahan kepada masyarakat, dan ini akan menjadi salah satu factor terjadinya pergolakan di Indonesia.
Dan apabila kita berbicara tentang ekonomi, pastinya tidak terlepas dari factor politik, karena politik dan ekonomi adalah suatu hal yang tidak dapat dipisahkan.  Sedangkan masalah  hukum di Indonesia, lebih terfokus dengan unsur politik dan ekonomi.  Jadi antara hukum, politik, dan ekonomi sangat berkaitan kuat. Untuk kondisi ekonomi saat ini, public banyak menilai ekonomi di Indonesia buruk.  Salah  satu perstiwa yang menyebabkan pergolakan hukum ekonomi , yang pada saat ini masih belum dapat dikupas tuntas oleh badan –badan dan lembaga-lembaga pemerintah adalah “Kasus Bank Century” berikut ini adalah kronologi kejadian-nya.

“Krisis yang dialami Bank Century bukan disebabkan karena adanya krisis global, tetapi karena disebabkan permasalahan internal bank tersebut. Permasalahan internal tersebut adalah adanya penipuan yang dilakukan oleh pihak manajemen bank terhadap nasabah menyangkut:


Pertama,  Penyelewengan dana nasabah hingga Rp 2,8 Trilliun (nasabah Bank Century sebesar Rp 1,4 Triliun dan nasabah Antaboga Deltas Sekuritas Indonesia sebesar Rp 1,4 Triliiun) Penjualan reksa dana fiktif produk Antaboga Deltas Sekuritas Indonesia. Dimana produk tersebut tidak memiliki izin BI dan Bappepam LK.
Kedua,  permasalahan tersebut menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi nasabah Bank Century. Dimana mereka tidak dapat melakukan transaksi perbankan dan uang mereka pun untuk sementara tidak dapat dicairkan.


Kasus Bank Century sangat merugikan nasabahnya. Dimana setelah Bank Century melakukan kalah kliring, nasabah Bank Century tidak dapat melakukan transaksi perbankan baik transaksi tunai maupun transaksi nontunai. Setelah kalah kliring, pada hari yang sama, nasabah Bank Century tidak dapat menarik uang kas dari ATM Bank Century maupun dari ATM bersama. Kemudian para nasabah mendatangi kantor Bank Century untuk meminta klarifikasi kepada petugas Bank. Namun, petugas bank tidak dapat memberikan jaminan bahwa besok uang dapat ditarik melalui ATM atau tidak. Sehingga penarikan dana hanya bisa dilakukan melalui teller dengan jumlah dibatasi hingga Rp 1 juta. Hal ini menimbulkan kekhawatiran nasabah terhadap nasib dananya di Bank Century.
Setelah tanggal 13 November 2008, nasabah Bank Century mengakui transaksi dalam bentuk valas tidak dapat diambil, kliring pun tidak bisa, bahkan transfer pun juga tidak bisa. Pihak bank hanya mengijinkan pemindahan dana deposito ke tabungan dolar. Sehingga uang tidak dapat keluar dari bank. Hal ini terjadi pada semua nasabah Bank Century. Nasabah bank merasa tertipu dan dirugikan dikarenakan banyak uang nasabah yang tersimpan di bank namun sekarang tidak dapat dicairkan. Para nasabah menganggap bahwa Bank Century telah memperjualbelikan produk investasi ilegal. Pasalnya, produk investasi Antaboga yang dipasarkan Bank Century tidak terdaftar di Bapepam-LK. Dan sudah sepatutnya pihak manajemen Bank Century mengetahui bahwa produk tersebut adalah illegal.


Hal ini menimbulkan banyak aksi protes yang dilakukan oleh nasabah. Para nasabah melakukan aksi protes dengan melakukan unjuk rasa hingga menduduki kantor cabang Bank Century. Bahkan para nasabah pun melaporkan aksi penipuan tersebut ke Mabes Polri hingga DPR untuk segera menyelesaikan kasus tersebut, dan meminta uang deposito mereka dikembalikan. Selain itu, para nasabah pun mengusut kinerja Bapepam-LK dan BI yang dinilai tidak bekerja dengan baik. Dikarenakan BI dan Bapepam tidak tegas dan menutup mata dalam mengusut investasi fiktif Bank Century yang telah dilakukan sejak tahun 2000 silam. Kasus tersebut pun dapat berimbas kepada bank-bank lain, dimana masyarakat tidak akan percaya lagi terhadap sistem perbankan nasional. Sehingga kasus Bank Century ini dapat merugikan dunia perbankan Indonesia.
Analisis dari kasus Bank Century adalah
1)      Dari sisi manager Bank Century menghadapi dilema dalam etika dan bisnis. Hal tersebut dikarenakan manager memberikan keputusan pemegang saham Bank Century kepada Robert Tantular, padahal keputusan tersebut merugikan nasabah Bank Century. Tetapi disisi lain, manager memiliki dilema dimana pemegang saham mengancam atau menekan karyawan dan manager untuk menjual reksadana fiktif tersebut kepada nasabah. Manajer Bank Century harus memilih dua pilihan antara mengikuti perintah pemegang saham atau tidak mengikuti perintah tersebut tetapi dengan kemungkinan dia berserta karyawan yang lain terkena PHK. Dan pada akhirnya manager tersebut memilih untuk mengikuti perintah pemegang saham dikarenakan manager beranggapan dengan memilih option tersebut maka perusahaan akan tetap sustain serta melindungi karyawan lain agar tidak terkena PHK dan sanksi lainnya. Walaupun sebenarnya tindakan manager bertentangan dengan hukum dan etika bisnis. Solusi dari masalah ini sebaiknya manager lebih mengutamakan kepentingan konsumen yaitu nasabah Bank Century. Karena salah satu kewajiban perusahaan adalah memberikan jaminan produk yang aman.
2)      Dari sisi pemegang saham yaitu Robert Tantular, terdapat beberapa pelanggaran etika bisnis, yaitu memaksa manajer dan karyawan Bank Century untuk menjual produk reksadana dari Antaboga dengan cara mengancam akan mem-PHK atau tidak memberi promosi dan kenaikan gaji kepada karyawan dan manajer yang tidak mau menjual reksadana tersebut kepada nasabah. Pelanggaran yang terakhir adalah, pemegang saham mengalihkan dana nasabah ke rekening pribadi. Sehingga dapat dikatakan pemegang saham hanya mementingkan kepentingan pribadi dibanding kepentingan perusahaan, karyawan, dan nasabahnya (konsumen). Solusi untuk pemegang saham sebaiknya pemegang saham mendaftarkan terlebih dahulu produk reksadana ke BAPPEPAM untuk mendapat izin penjualan reksadana secara sah. Kemudian, seharusnya pemegang saham memberlakukan dana nasabah sesuai dengan fungsinya (reliability), yaitu tidak menyalah gunakan dana yang sudah dipercayakan nasabah untuk kepentingan pribadi.
3)      Dalam kasus Bank Century ini nasabah menjadi pihak yang sangat dirugikan. Dimana Bank Century sudah merugikan para nasabahnya kurang lebih sebesar 2,3 trilyun. Hal ini menyebabkan Bank Century kehilangan kepercayaan dari nasabah. Selain itu karena dana nasabah telah disalahgunakan maka menyebabkan nasabah menjadi tidak sustain, dalam artian ada nasabah tidak dapat melanjutkan usahanya, bahkan ada nasabah yang bunuh diri dikarenakan hal ini. Solusi untuk nasabah sebaiknya dalam memilih investasi atau reksadana nasabah diharapkan untuk lebih berhati-hati dan kritis terhadap produk yang akan dibelinya. Jika produk tersebut adalah berupa investasi atau reksadana, nasabah dapat memeriksa kevalidan produk tersebut dengan menghubungi pihak BAPPEPAM.
4)      Dikarenakan kasus ini kinerja BI dan BAPPEPAM sebagai pengawas tertinggi dari bank-bank nasional menjadi diragukan, karena BI dan BAPPEPAM tidak tegas dan lalai dalam memproses kasus yang menimpa Bank Century. Dimana sebenarnya BI dan BAPPEPAM telah mengetahui keberadaan reksadana fiktif ini sejak tahun 2005. Untuk Bank-bank nasional lainnya pengaruh kasus Bank Century mengakibatkan hampir terjadinya efek domino dikarenakan masyarakat menjadi kurang percaya dan takut bila bank-bank nasional lainnya memiliki “penyakit” yang sama dengan Bank Century dikarenakan krisis global, dengan kata lain merusak nama baik bank secara umum. Solusi untuk BI dan BAPPEPAM sebaiknya harus lebih tegas dalam menangani dan mengawasi pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh bank-bank yang diawasinya. Selain itu sebaiknya mereka lebih sigap dan tidak saling melempar tanggung jawab satu sama lain. Dan saran untuk Bank Nasional lainnya, sebaiknya bank-bank tersebut harus lebih  memperhatikan kepentingan konsumen atau nasabah agar tidak terjadi kasus yang sama.
Kesimpulan dari kasus diatas adalah:
dapat disimpulkan bahwa pembenahan hukum ekonomi di Indonesia sebaiknya didahului dengan penanganan kasus-kasus korupsi yang masih merajalela di Indonesia, karena tindak korupsi menurut saya dirasa sangat berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia.
Dan untuk menangani kasus-kasus korupsi tersebut dirasa pula tidak cukup hanya dengan memberikan wewenang kepada KPK dan lembaga pemerintahan lain-nya untuk menindak kasus korupsi, melainkan juga dengan menanamkan rasa kesadaran dan perbaikan moral setiap individu masyarakat Indonesia dari berbagai lapisan masyarakat.


BAB 2
Subjek dan Objek dalam Pengadilan Tata Usaha Negara.

A.    Subjek PTUN
Yang menjadi subjek dalam Pengadilan Tata Usaha Negara ialah:

1.   Penggugat

Penggugat adalah :
a)    Orang yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu keputusan Tata Usaha Negara.
b)    Badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu keputusan Tata Usaha Negara.
Jadi , pada pemeriksaan disidang pengadilan di lingkungan PTUN tidak dimungkinkan badan atau pejabat, bertindak sebagai penggugat.
Dalam kepustakaan hukum Tata Usaha Negara yang ditulis sebelum berlakunya Undang-undang No. 5 tahun 1986, masih dimungkinkan badan atau pejabat Tata Usaha Negara bertindak sebagai penggugat[1]. Tetapi setelah berlakunya Undang-undang No. 5 tahun 1986 , hal tersebut sudah tidak dimungkinkan lagi.
Hanya saja untuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN), ada yang mempunyai pendapat, bahwa BUMN dapat juga bertindak sebagai penggugat dalam sengketa Tata Usaha Negara, khusus tentang sertifikat tanah, karena dasar hak dari gugatan adalah keperdataan dari BUMN tersebut[2]. Disini BUMN tidak bertindak sebagai Badan Tata Usaha Negara, tetapi sebagai Badan Hukum Perdata.
Oleh karena unsur kepentingan ada ketentuan yang terdapat dalam pasal 53 ayat 1 sangat penting dan menentukan agar seseorang atau badan hukum perdata dapat bertindak sebagai penggugat, maka perlu terlebih dahulu diketahui apa yang dimaksud dengan “ Kepentingan”  pada ketentuan tersebut.
Menurut INDROHARTO, pengertian kepentigan dalam kaitannya dengan hukum acara tata usaha Negara itu mengandung arti , yaitu :
a.    Menunjuk kepada nilai yang harus dilindungi oleh hukum.
b.    Kepentingan proses, artinya apa yang hendak dicapai dengan melakukan suatu proses gugatan yang bersangkutan. [3]
Selanjutnya oleh Indroharto dikemukakan bahwa nilai yang harus dilindungi oleh hukum tersebut ditentukan oleh factor-faktor sebagai berikut :

a.   Kepentingan dalam kaitannya yang berhak menggugat
Atas dasar yurisprudensi peradilan perdata yang ada sampai sekarang, kepentuingan yang harus dilindungi oleh hukum yang baru ada, jika kepentingan tersebut jelas;
1)   Ada hubungannya dengan penggugat sendiri.
2)   Kepentingannya harus bersifat pribadi
3)   Kepentingan itu harus bersifat langsung
4)  Kepentingan itu secara objektif dapat ditentukan, baik mengenai luas maupun intensitasnya.

b.   Kepentingan dalam hubungannya dengan keputusan tata usaha Negara yang bersangkutan.
Indroharto juga mengemukakan bahwa tujuan yang hendak dicapai dengan berproses adalah terlepas dari kepentingan yang harus dilindungi oleh hukum. Jadi barang siapa menggunakan haknya untuk berproses itu dianggap ada maksudnya. Berproses yang tidak memiliki tujuan apa-apa harus dihindarkan.

2.   Tergugat
Yang disebut dengan tergugat adalah badan atau pejabat Tata Usaha Negara yang mengluarkan keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya, atau yang dilimpahkan kepadanya yang digugat oleh orang atau badan hukukm perdata.
Dari ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam pasal 1 angkan 6 tersebut dapat diketahui bahwa sebagai tergugat dibedakan antara :

a)  Badan Tata usaha Negara yang mengeluarkan keputusan Tata Usaha Negara berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan kepadanya yang digugat oleh orang atau badan hukum perdata.
Disini sebagai tergugat adalah jabatan pada badan Tata usaha Negara yang mengeluarkan keputusan Tata Usaha Negara berdasarkan wewenang dari Badan Tata Usaha Negara tersebut atau wewenang yang dilimpahkan padanya.
Badan tata usaha Negara sendiri tidak mungkin dapat mengeluarkan keputusan tata usaha Negara. Yang dapat mengeluarkan keputusan tata usaha Negara adalah jabatan pada tata usaha Negara yang dalam kegiatanya sehari-hari dilakukan oleh pemangku jabatan yang merupakan personifikasi dari jabatan pada badan tata usaha Negara tersebut. Sebagai salah stu contoh adalah badan pertimbangan kepegawaian yaitu badan yang termasuk lembaga ekstra structural yang bertanggung jawab kepada presiden[4]

b)   Pejabat atau Tata Usaha Negara yang mengeluarkan keputusan Tata Usaha Negara berdasarkan wewenang yang ada padanya atau dilimpahkan kepadanya yang digugat oleh orang.  
Disini sebagai tergugat adalah jabatan Tata Usaha Negara yag mengeluarkan keputusan Tata usaha Negara berdasarkan wewenangnya atau yang dilimpahkan kepadanya.
Oleh undang-undang no 5 tahun 1986 istilah “ jabatan “ tersebut disebut dengan “ pejabat “ , yang akibatnya dapat menyesatkan, karena pejabat adalah sama dengan pemangku jabatan. Akan tetapi meskipun demikian istilah pejabat tetap kami pergunakan karna undang-undang no 5 tahun 1986 memang mempergunakan istilah tersebut.
Jadi sebenarnya yang menjadi tergugat di dalam sengketa tata usaha Negara ialah jabatan tata usaha Negara dan bukan pejabat tata usaha Negara.

B.  Objek PTUN
Berdasarkan ketentuan Pasal 53 ayat (1) jo Pasal 1 angka 4 jo Pasal 3 UU no. 5 tahun 1986, dapat disimpulkan yang dapat menjadi objek gugatan dalam sengketa Tata Usaha Negara adalah:

1)   Keputusan Tata Usaha Negara
Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan peraturan perundang-undangan berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang  atau badan hukum perdata.[5]
Istilah penetapan tertulis terutama menunjuk kepada isi dan bukan kepada bentuk keputusan yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat Tata Usaha Negara. Keputusan itu diharuskan tertulis, namun yang disyaratkan tertulis bukan bentuk formalnya seperti surat keputusan pengakuan dan sebagainya. Persyaratan tertulis itu diharuskan untuk kemudahan bagi pembuktian. Oleh karena itu sebuah memo atau nota dapat memenuhi syarat tertulis tersebut dan akan merupakan suatu keputusan Badan atau Pejabat Tata  Usaha Negara menurut Undang-Undang ini apabila sudah jelas.

2)   Penetapan norma-norma hukum secara bertingkat
Setiap perbuatan hukum badan atau Pejabat tata Usaha Negara itu selalu merupakan penentuan norma-norma hukum.
Didalam Tata Usaha Negara itu sering terjadi penentuan norma-norma hukum secra bertingkat dalam dua atau lebih fase-fase. Sebab pengaturan suatu bidang kehidupan itu dalam kenyataannya tidak cukup dilakukan dengan penentuan normanya oleh suatu Undang-undang saja, tetapi sering merupakan kombinasi dari peraturan-peraturan yang bertingkat dan satu dengan yang lain berkaitan.
Sebagaimana kita lihat di awal, maka masing-masing bentuk perikatan administrasi itu mengandung norma-norma yang ada kalanya bersifat umum, dan adakalanya bersifat sangat konkret seperti pada keputusan IMB.[6]

3)   Penetapan tertulis (Beschikking)
Penetapan tertulis inilah yang merupakan satu-satunya obyek kompetensi dalam Peradilan TUN. Penetapan tertulis merupakan keputusan administrasi yang bersifat sepihak. Sebagai salah satu bentuk perbuatan hukum administrasi penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan Atau Pejabat adminstrasi juga bersifat sepihak. [7]

Contoh Kasus dan anilisisnya.
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta menolak gugatan Direktur PT Genta Pranata yang diwakili direkturnya Drs Dolok F Sirait terhadap Kepala BPN (tergugat I), Kepala Kantor Pertanahan Bogor (tergugat II) dan PT Buana Estate selaku tergugat II intervensi.
Dolok Sirait selaku penggugat I dan HM Sukandi penggugat II yang diwakili kuasa hukum-nya Denny Kailimang menggugat Surat Keputusan Kepala BPN Nomor 9/HGU/ BPN/2006 tentang Pemberian Jangka Waktu HGU atas tanah yang terletak di desa Hambalang, Keca-matan Citeureup, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Dalam penjelasannya kepada wartawan, kemarin, kuasa tergugat II intervensi Drs Anim San-joyo Romansyah mengatakan, sejak awal pihaknya yakin akan dimenangkan PTUN dalam gugatan tersebut karena berada dalam posisi yang benar. Terbukti, PTUN menolak gugatan pihak penggugat,” katanya menanggapi putusan PTUN Jakarta, Kamis lalu.
Adapun obyek gugatan dalam perkara tersebut adalah SK Kepala BPN No 9/HGU/BPN/2006 tentang Pemberian Jangka Waktu HGU atas tanah yang terletak di Kabu-paten Bogor atas na-ma PT Buana Estate yang diterbitkan tergugat 1 Juni 2006. Sertifikat HGU No 149/Ham-balang atas nama PT Buana Estate yang diterbitkan oleh tergugat II pada 15 Juni 2006 atas tanah seluas 4.486.975 M2.
Dalam gugatannya, penggugat menyatakan selaku pemilik/pemegang hak atas tanah seluas 2.117.500 meter persegi yang terletak di desa Hambalang, termasuk dalam bagian tanah ob-yek Surat keputusan N0 9/HGU/BPN 2006 tentang Jangka Waktu HGU atas tanah yang ter-letak di Kabupaten Bogor atas nama PT Buana Estate.
Penggugat juga menyatakan pihak paling yang berhak atas tanah seluas 211,75 Ha karena te-lah memiliki/menguasai tanah tersebut dari penguasaan penggarap yang telah menguasai dan menggarap lokasi tanah tersebut sejak sekitar tahun 1960.
Namun majelis hakim yang diketuai oleh Kadar Slamet menyatakan penerbitan HGU PT Bu-ana Estate telah sesuai dengan prosedur, demikian juga penerbitan sertifikat tidak cacat hu-kum. Majelis hakim juga tidak menemukan fakta-fakta penelantaran lahan oleh PT Buana Estate. Atas dasar tersebut majelis hakim menolak gugatan penggugat.
Majelis hakim juga menghukum penggugat untuk membayar biaya perkara dan diberi waktu 14 hari untuk menentukan apakah banding atau menerima putusan tersebut.
Para pihak dalam kasus ini yaitu:
1)     Direktur PT Genta Pranata sebagai penggugat I yang diwakili direkturnya Drs Dolok F Sirait
2)    HM Sukandi sebagai penggugat II yang diwakili kuasa hukumnya Denny Kailimang
Melawan
1)     Kepala BPN sebagai tergugat I
2)    Kepala Kantor Pertanahan Bogor sebagai tergugat II
3)    PT Buana Estate sebagai tergugat II intervensi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar