Di era globalisasi yang ditandai dengan banyak munculnya
perusahaan multinasional kebutuhan akan standar akuntansi internasional memang
mutlak diperlukan. Pelaporan keuangan transnasional mensyaraktkan perusahaan
harus memahami praktik akuntansi ditempat perusahaan tersebut berkedudukan.
Ketika dunia bisnis dapat dikatakan hampir tanpa batas negara, sumber daya produksi (misal uang) yang dimiliki oleh investor
di suatu negara tertentu dapat dipindahkan dengan mudah dan cepat ke negara
misalnya melalui mekanisme bursa saham. Tentu saja akan timbul suatu masalah
ketika standar akuntansi yang dipakai di negara tersebut berbeda dengan standar
akuntansi yang dipakai di negara lain. Investor dan kreditor serta calon
investor dan calon kreditor akan menemui banyak kesulitan dalam memahami
laporan keuangan yang disajikan dengan standar yang berbeda-beda. Hal tersebut
yang mendorong timbulnya standar akuntansi internasional (IFRS) yang dirumuskan
oleh IASB (International Accounting Standard Board).
Manfaat dari adanya suatu standar global:
1. Pasar
modal menjadi globa dan modal investasi dapat bergerak di seluruh dunia tanpa
hambatan berarti. Standard pelaporan keuangan berkualitas tinggi yang digunakan
secara konsisten di seluruh dunia akan memperbaiki efisiensi alokasi lokal.
2.
Investor
dapat membuat keputusan yang lebih baik.
3.
Perusahaan-perusahaan
dapat memperbaiki proses pengambilan keputusan mengenai marger dan akuisisi.
4. Gagasan
terbaik yang timbul dari aktivitas pembuatan standar dapat disebarkan dalam
mengembangkan standar global yang berkualitas tertinggi.
Sedangkan dari sisi akuntansi diharapkan akan
meningkatkan kualitas laporan keuangan ddengan meningkatnya komparabilitas
laporan keuangan, dan transparasi bagi para pengguna salah satunya mengurangi
adanya peluang yang memungkinkan munculnya manajemen laba di setiap pelaporan
keuangannya.
Indonesia sebagai salah satu Negara G20 juga telah
memuuskan untuk konvergensi ke IFRS. Konvergensi sendiri berarti to become
similar or the same. Dengan demikian konvergensi ke IFRS dapat diartikan
membuat standar akuntansi suatu Negara sama dengan IFRS. Konvergensi standar
akuntansi dapat dilakukan dengan 2 (dua cara) yaitu: adopsi (mengambil langsung
dari IFRS) dan harmonisasi secara sederhana dapat diartikan bahwa suatu negara
tidak mengikutisepenuhnya standar yang berlaku secara internasional. Negara
tersebut hanya membuat standar akuntansi yang mereka miliki tidak bertentangan
dengan standar akuntansi internasional. Mengingat standar akuntansi tidak
terlepas dari tata hukum, social, ekonomi dan budaya suatu negara maka
pengertian konvergensi ke IFRS lebih masuk akal untuk harmonisasi. Konvergensi
standar akan mengahapus perbedaan tersebut perlahan-lahan dan bertahap sehingga
nantinya tidak akan ada lagi perbedaan antara standar negara tersebut dengan
standar yang berlaku secara internasional. Dalam perkembangannya, standar
akuntansi yang awalnya single standard telah berubah menjadi triple standard,
yaitu: pertama, standar akuntansi entitas tanpa akuntabilitas publik yang
digunakan untuk perusahaan kecil dan menengah atau perusahaan yang tidak
memiliki akuntabilitas public dan tidak memiliki fungsi fiducia, atau
perusahaan yang mempunyai fungsi fiducia tetapi diwajibkan oleh regulator
menggunakan standar SAK ETAP contohnya BPR. Kedua, standar akuntansi syariah,
yang digunakan oleh entitas yang melakukan transaksi berbasis syariah, ketiga
adalah standar akuntansi berbasis IFRS yang digunakan untuk entitas yang
mempunyai fungsi fiducia dan mempunyai pertanggungjawaban public. Kendala dalam
harmonisasi PSAK ke dalam IFRS.
1.
Dewan
standar akuntansi yang kekurangan sumber daya
2.
IFRS
berganti terlalu cepat sehingga ketika proses adopsi suatu standar IFRS masih
dilakukan, pihak IASB sudah dalam proses mengganti IFRS tersebut.
3.
Kendala
bahasa, karena setiap standar IFRS harus diterjemahkan ke dalam bahasa
indonesia dan acapkali ini tidaklah mudah.
4.
Infrastruktur
profesi akuntan yang belum siap. Untuk mengadopsi IFRS banyak metode akuntansi
yang baru harus dipelajari lagi oleh para akuntan.
5.
Kesiapan
perguruan tinggi dan akuntan pendidik untuk berganti kiblat ke IFRS.
6.
Support
pemerintah terhadap issue konvergensi.
Penyesuaian terhadap IFRS memberikan manfaat terhadap
ketebandingan laporan keuangan dan peningkatan transparasi. Melalui penyesuaian
maka laporan keuangan perusahaan indonesia akan dapat diperbandingkan dengan
laporan perusahaan dari negara lain, sehingga akan sangat jelas kinerja
perusahaan mana yang lebih baik dan dapat meningkatkan kualitas standar
akuntansi keuangan. Selain itu program konvergensi IFRS juga mengurangi biaya
modal (cost of capital) dengan
membuka peluang penggalangan dana melalui pasar modal secara global,
meingkatkan investasi global, dan mengurangi beban penyusunan laporan keuangan,
meningkatkan kredibilitas dan kegunaan laporan keuangan, meningkatkan
komparabilitas laporan keuangan dan menciptakan efisiensi penyusunan laporan
keuangan. Disisi lain tujuan konvergensi IFRS adalah agar laporan keuangan
berdasarkan PSAK tidak memerlukan rekonsiliasi signifikan dengan laporan
keuangan berdasarkan IFRS dan kalaupun ada diupayakan hanya relatif sedikit
sehingga pada akhirnya laporan auditor menyebut adanya kesesuaian dengan IFRS.
Secara rinci manfaat adopsi IFRS adalah sebagai berikut:
a.
Memudahkan
pemahaman atas laporan keuangan dengan penggunaan standar akuntansi keuangan
yang dikenal secara internasional (enchance comparability).
b.
Meningkatkan
arus investasi global melalui transparasi.
c.
Menurunkan
biaya modal dengan membuka peluang fund raising melalui pasar modal secara
global.
d.
Menciptakan
efisiensi penyusunan laporan keuangan.
e.
Meningkatkan
kualitas laporan keuangan, dengan antara lain mengurangi kesempatan untuk
melakukan earning management.
Manajemen laba dapat dilakukan dengan berbagai cara,
salah satunya menyiasati beberapa kelonggaran yang diperbolehkan dalam standar
akuntansi keuangan. Manajemen laba depat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a.
Memanfaatkan
peluang untuk membuat estimasi akuntansi yaitu manajemen dapat mempengaruhi
laba melalui perkiraan terhadap estimasi akuntansi antara lain estimasi tingkat
piutang tak tertagih, estimasi kurun waktu depresiasi asset tetap atau
amortisasi asset tidak berwujud, estimasi biaya garansi, dll.
b.
Mengubah
metode akuntansi, yaitu melakukan perubahan metode akuntansi yang digunakan
untuk memcatat suatu transaksi. Contoh mengubah depresiasi asset tetap dari
metode jumlah angka tahun ke metode garis lurus.
c.
Menggeser
periode biaya atau pendapatan, yaitu melakukan pergeseran periode biaya atau
pendapatan. Misalnya dengan menunda atau mempercepat pengeluaran penelitian
sampai pada periode akuntansi berikutnya, menunda atau mempercepat pengeluaran
promosi sampai periode berikutnya, mempercepat atau menunda produk ke
pelanggan, mengatur penjualan asset tetap perusahaan.
Fenomena manajemen laba seperti dua sisi mata uang. Pada
satu sisi terang, earnings management adalah produk yang ’legitimate’,
sedangkan disisi lain (sisi gelap), earnings management dianggap sebagai produk
dari suatu tindakan yang immoral dan unethical. Earnings management oleh
sebagian kalangan dianggap sebagai proffesional judgement atas laporan
keuangan, tetapi dapat menyesatkan (mislead) pihak stakeholder dalam melakukan
interpretasi terhadap performa ekonomi (economic performance) suatu perusahaan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pihak manajemen telah dengan sengaja
melakukan tindakan manipulasi atau tindakan lainnya yang dapat mempengaruhi
laporan keuangan. Konsekuensinya akan lebih luas bila earnings management
dilakukan oleh manajemen perusahaan go publik, pihak investor akan terlihat
bodoh bila mempercayai laporan keuangan tersebut. Biasanya hal ini dilakukan
oleh pihak manajemen yang mempunyai keyakinan kuat bahwa pihak investor tidak
mempunyai akses informasi kedalam perusahaan, sehingga investor akan melihat
laporan keuangan tersebut sebagai laporan yang true report. Bila manajemen
tidak mempengaruhi atau memanipulasi laporan keuangan, maka dapat disimpulkan
bahwa earning quality telah bernilai positif. Data-data yang dilaporkan berarti
dapat dipercaya dan dapat diandalkan. Tanpa campur tangan earnings management,
berarti laporan keuangan telah benar-benar merefleksikan kondisi sebenarnya
suatu perusahaan dan akan membantu pihak stakeholder dalam memprediksi performa
ekonomi perusahaan tersebut dimasa datang. Sebagian kalangan-terutama kalangan
akademisi, melihat bahwa earnings management terlihat “sangat menakutkan”, karena
aktivitas ini sangat berhubungan dengan moralitas dari manajemen.
Laporan keuangan sangat dibutuhkan oleh pemakai informasi
karena dapat digunakan untuk memenuhi 4 (empat) hal, yaitu: 1) pemilik
perusahaan, 2) keberlangsungan usaha, 3) investasi masa depan, dan 4) prestasi
(manajemen). Laporan laba bagi kepentingan pemilik perusahaan berarti laporan
laba berguna sebagai isi informasi laba dalam penyajian laporan keuangan dan
setidaknya dapat menambah keuntungan secara pribadi pemilik perusahaan. Laporan
laba menyangkut keberlangsungan usaha berarti hal ini didasarkan pada asumsi
bahwa usaha dapat berlangsung bila ada ketersediaan kas sebagai modal usaha
dalam perusahaan. Laporan laba berguna bagi investasi masa depan berarti
informasi ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk keputusan masa
depan menyangkut investasi usaha. Laporan laba berguna bagi peningkatan
prestasi karyawan berarti laporan ini dapat mempengaruhi posisi atau kedudukan
serta prestasi karyawan. Informasi laba dalam praktiknya dapat mempengaruhi
perilaku para pemakai informasi laporan keuangan, khususnya pihak investor dan
kreditor. Apalagi dalam negara yang perekonomiannya terdapat mekanisme pasar
modal di dalamnya. Laba (earnings), kemampuan menghasilkan laba (earnings
power), dan kemampuan menciptakan kas (cash generating power) badan usaha
dianggap sebagai indikator yang dapat mempengaruhi perilaku partisipan di pasar
modal. Informasi laba ini dibutuhkan oleh investor dan kreditor sebagai dasar
keputusan terhadap tingkat pengembalian yang mereka investasikan. Karena
besarnya manfaat yang diberikan oleh laporan keuangan inilah, maka dibentuk
sebuah aturan dalam proses pelaporan keuangan (financial reporting) yang
disebut dengan prinsip akuntansi berterima umum (PABU) atau generally accepted
accounting principles (GAAP). PABU adalah rerangka pendoman yang terdiri atas
standar akuntansi dan sumber-sumber lain yang didukung berlakunya praktik
akuntansi secara resmi (yuridis), teoritis, dan praktis. Standar akuntansi
berarti semua konsep, ketentuan, prosedur, metoda, dan teknik yang tersedia
secara teoritis maupun praktis dalam proses pelaporan keuangan. Sedangkan
sumber-sumber lain bisa dalam bentuk praktik yang tidak diatur dalam standar
akuntansi termasuk peraturan badan autoratif lain, kebiasaan dan konvensi yang
membentuk praktik pelaporan keuangan yang sehat.
Tujuan dibentuknya prinsi-prinsip PABU sebagai aturan
dalam pelaporan keuangan adalah untuk menyeragamkan proses pelaporan keuangan
(financial reporting) berikut hasilnya berupa laporan keuangan (financial
statment) pada setiap entitas bisnis yang ada dalam sebuah negara, sehingga
dapat mempermudah dalam proses pengauditan (auditing) atas kewajaran dalam
pelaporannya. Tujuan lainnya adalah untuk mengukur tingkat keterbandingan
(comparability) antara laporan keuangan entitas bisnis yang satu dengan yang
lainnya, sehingga akan memperlihatkan keterbandingan tingkat kinerja keuangannya.
Dengan diterapkannya PABU oleh setiap entitas bisnis, maka diharapkan laporan
keuangan yang dihasilkan nantinya memiliki kualitas yang tinggi. Kualitas
laporan keuangan yang tinggi dapat dilihat dari karateristik-karakteristik
kualitatif yang mendukungnya. Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) menyatakan bahwa
terdapat empat karakteristik kualitatif pokok, yaitu dapat dipahami, relevan,
keandalan, dan dapat diperbandingkan. Laporan keuangan dapat dipahami berarti
laporan keuangan memiliki tingkat kemudahan yang tinggi untuk segera dipahami
oleh pemakai. Laporan keuangan relevan berarti informasi yang dihasilkan
laporan keuangan harus relevan untuk memenuhi kebutuhan pemakai dalam proses
pengambilan keputusan. Laporan keuangan memiliki kualitas andal jika bebas dari
pengertian yang menyesatkan. Kesalah material, dan dapat diandalkan pemakainya
sebagai penyajian yang jujur dari yang seharusnya disajikan atau secara wajar
diharapkan dapat disajikan. Laporan keuangan dapat diperbandingkan berarti
laporan keuangan harus dapat diperbandingkan antar periode untuk
mengidentifikasikan kecenderungan (trend) posisi dari kinerja keuangan.
Dalam tataran normatif, PABU diatas memang dapat
memberikan jaminan atas kualitas laporan keuangan yang diterbitkan oleh entitas
bisnis. Tetapi dalam tataran praktis, standar akuntansi memiliki keterbatasan –
keterbatasan yang dapat dijadikan laporan keuangan menjadi kurang andal
(reliable). Keterbatasan-keterbatasan tersebut diantaranya adalah: 1)
fleksibilitas penerapan metode akuntansi yang menyebabkan peluang bagi
manajemen untuk melibatkan subyektifitas dalam menyusun metode akuntansi yang
dipilih, 2) penentuan waktu untuk pengeluaran-pengeluaran yang bersifat
discretionary dapat dipergunakan oleh manajemen untuk mempengaruhi laba, yaitu
dengan mempercepat atau menunda pengeluaran-pengeluaran tersebut dan
menggesernya pada periode-periode yang lain. Keterbatasan laporan keuangan
lainnya yaitu laporan keuangan yang berisi data masa lalu sehingga memiliki
keterbatasan informasi jika dikaitkan dengan likuiditas perusahaan pada masa
yang akan datang. Keterbatasan laporan keuangan di atas, pada praktiknya
menimbulkan aktivitas manajemen laba oleh pihak manajemen perusahaan terhadap
laporan keuangannya. Manajemen laba adalah tindakan yang ditunjukan untuk
memaksimumkan utilitas manajer dan cenderung untuk menguntungkan diri mereka
sendiri dengan cara mempengaruhi proses pelaporan keuangan. Manajemen laba
adalah cara yang digunakan oleh manajer untuk mempengaruhi angka laba secara
sistematis den sengaja dengan cara memilih kebijakan akuntansi dan prosedur
akuntansi tertentu yang bertujuan untuk memaksimumkan utilitas manajer dan atau
nilai pasar dari perusahaan.
Menurut Yona
Octiani Lestari dalam penelitian yang berjudul “Konvergensi International
Financial Reporting Standards (IFRS) dan Manajemen Laba Di Indonesia “
menyimpulkan bahwa peralihan kepada konvergensi IFRS diharapkan akan membawa
dampak positif diantaranya adalah sisi pelaporan keuangan. Dengan adanya
konvergensi IFRS maka akan tercipta suatu pelaporan yang seragam, sehingga
memudahkan para pengguna laporan keuangan untuk melakukan kebijakan yang
terkait dengan performa laporan keuangan suatu perusahaan. Dan hal ini akan
memudahkan investor lintas negara untuk melakukan kebijakan investasinya.
Konvergensi IFRS bertujuan untuk menghasilkan suatu laporan keuangan yang
relevan dan reliable sehingga akan tercipta suatu laporan yang lebih
berkualitas baik untuk aset, kewajiban, modal, pendapatan dan beban. Standar
IFRS berbasis prinsip akan lebih condong pada penggunaan nilai wajar dan
pengungkapan yang lebih banyak dan rinci diharapkan dapat mengurangi adanya
praktik manajemen laba.
Penelitian yang dilakukan oleh Dian Agustia yang berjudul
“ Pengaruh Faktor Good Corporate Governance, Free Cash Flow dan Laverage
Terhadap Manajemen laba” dengan menggunakan data sekunder berupa laporan
keuangan tahun 2007-2011 dan populasi yang digunakan dalam penelitian ini
adalah perusahaan Textil yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang
berjumlah 18 perusahaan. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa variabel-variabel
good corporate governance (GCG) tidak berpengaruh terhadap praktik manajemen
laba. Keberadaan komite audit dan proporsi dewan komisaris di perusahaan publik
sampai saat ini masih sekedar untuk memenuhi ketentuan pihak regulator
(pemerintah ) saja, sehingga besar kecilnya jumlah komite audit dan proporsi
dewan komisaris di perusahaan tidak bisa membatasi terjadinya praktik manajemen
laba. Kepemilikan institusional tidak berperan sebagai sophiscated investors.
Kepemilikan manajerial juga tidak berpengaruh terhadap manajemen laba karena
persentase manajer yang memiliki saham relatif sangat kecil dibandingkan dengan
keseluruhan modal yang dimiliki investor umum. Variabel free cash flow
berpengaruh negatif signifikan terhadap manajemen laba. Hal ini dikarenakan
perusahaan dengan arus kas bebas yang tinggi cenderung tidak melakukan
manajemen laba, karena meskipun tanpa adanya manajemen laba, perusahaan sudah
bisa meningkatkan harga sahamnya.
Menurut Intan Soraya dalam penelitian yang berjudul
“Pengaruh Konservatisma Akuntansi Terhadap Manajemen Laba Dengan Kepemilikan
Manajerial Sebagai Variabel Pemoderasi” dengan sampel yang digunakan dalam
penelitian tersebut adalah 32 perusahaan manufaktur dari total populasi
perusahaan manufaktur yang tercatat di Bursa Efek Indonesia. Menyimpulkan bahwa
variabel konservatisma akuntansi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
manajemen laba. Penggunaan income decreasing berkaitan dengan sinyal manajemen
mengenai kondisi perusahaan saat ini yang lebih buruk dari yang dilaporkan.
Manajemen akan menggunakan sifat kehati-hatian lebih tinggi ketika melakukan
metode income decreasing, karena akan terdapat dua kemungkinan yang terjadi
akibat pelaporan laba yang rendah. Pertama, kinerja manajemen akan dianggap
kurang baik dalam mengelola perusahaan karena tidak menghasilkan laba sesuai
dengan target. Kemungkinan kedua pelaku pasar dapar beraksi secara negatif apa
bila melihat laba yang overstatment dan akan mendapat masalah ligitasi.
Manajemen akan
menggunakan sifat kehati-hatian agar laba yang dilaporkan tidak oversatate.
Sifat kehati-hatian digunakan semakin tinggi manajemen melaporkan laba yang
rendah, karena manajemen cenderung kurang agresive dalam melaporkan laba agar
tidak terjadi overstate. Semakin tinggi penggunaan praktik konservatisma
akuntansi maka semakin tinggi penggunaan praktik manajemen laba. Variabel
kepemilikan manajerial dalam penelitian ini diukur berdasarkan perbandingan
antara banyaknya saham yang dimiliki manajemen dengan jumlah saham yang beredar
yang menunjukan bahwa tidak dapat memoderasi pengaruh konservatisma terhadap
manajemen laba. Dikarenakan, besar atau kecilnya penggunaan praktik
konservatisma akuntansi dalam manajemen laba tidak didasari oleh kepemilikan
manajerial. Kepemilikan manajerial akan mensejajarkan kedudukan manajer dengan
pemegang saham lainnya. Praktik konservatisma akuntansi akan tetap ada, karena
ketika manajer memiliki saham di perusahaan akan menimbulkan pengawasan
perusahaan yang sangat ketat. Pengawasan perusahaan diiringi dengan sifat
kehati-hatian para manajer dalam mengambil keputusan, sehingga besar atau
kecilnya kepemilikan manajerial tidak mempengaruhi penggunaan praktik
konservatisma akuntansi terhadap manajemen laba. Dengan kata lain, kepemilikan
manajerial tidak akan melemahkan atau menguatkan penggunaan konservatisma
akuntansi karena praktik konservatisma akuntansi sudah melekat ketika manajemen
melakukan praktik manajemen laba.
Penelitian yang dilakukan oleh Glyceria Ayu Wijayanti
dengan judul “Analisis Manajemen Laba Di Tingkat Segmen Sebelum Dan Sesudah
Penerapan Adopsi IFRS 8 Menjadi PSAK 5 (2009) Pada Perusahaan Manufaktur Yang
Terdaftar Di Bei”. Dengan sampel 28 perusahaan manufaktur yang terdapat di bei
yang menyimpulkan bahwa hasil deskriptif menunjukkan bahwa terdapat penurunan
manajemen laba setelah adopsi IFRS 8 menjadi PSAK No.5 (2009). Nilai rata-rata
manajemen laba sesudah adopsi IFRS 8 menjadi PSAK Nomor 5 (revisi 2009)
mengalami penurunan. Kondisi ini menunjukkan bahwa ada penurunan aktivitas
manajemen laba di tingkat segmen perusahaan setelah adopsi IFRS 8 menjadi PSAK
No. 5 (2009). Penurunan aktivitas manajemen laba tersebut mampu membuat
informasi-informasi yang ada pada laporan keuangan menjadi semaki andal untuk
digunakan oleh pihak eksternal. Hasil uji hipotesis adalah tidak terdapat
penurunan yang signifikan pada manajemen laba di tingkat segmen antara sebelum
dan sesudah adopsi IFRS 8 menjadi PSAK Nomor 5 (Revisi 2009) pada perusahaan
manufaktur di BEI tahun 2008-2013. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis
penelitian tidak dapat diterima. Penurunan aktivitas manajemen laba di tingkat
segmen yang terjadi sangat sedikit sehingga hasil yang diperoleh pada saat
pengujian hipotesis dinilai tidak terdapat penurunan yang signifikan antara
sebelum dan sesudah adopsi IFRS 8.
Yona menyimpulkan Peralihan kepada konvergensi IFRS
diharapkan akan membawa dampak positif diantaranya adalah sisi pelaporan
keuangan. Dengan adanya konvergensi IFRS maka akan tercipta suatu pelaporan
keuangan. Dengan adanya konvergensi IFRS maka akan tercipta suatu pelaporan
yang seragam, sehingga memudahkan para pengguna laporan keuangan untuk
melakukan kebijakan-kebijakan yang terkait dengan performa laporan keuangan
suatu perusahaan. Dan hal ini akan memudahkan investor lintas negara untuk
melakukan kebijakan investasinya. Konvergensi IFRS bertujuan untuk menghasilkan
suatu laporan keuangan yang relevan dan reliable sehingga akan tercipta suatu
laporan yang lebih berkualitas baik untuk aset, kewajiban, modal, pendapatan
dan beban. Standar IFRS berbasis prinsip akan lebih condong pada penggunaan
nilai wajar dan pengungkapan yang lebih banyak dan rinci diharapkan dapat
mengurangi adanya praktik manajemen laba.
Daftar Pustaka
Agustia, Dian. 2013. ‘pengaruh Faktor Good Corporate
Governance, Free Cash Flow, dan Leverage
Terhadap Manajemen Laba’. Jurnal
Akuntansi dan Keuangan, Vol. 15, No.1. Universitas Airlangga Surabaya.
Cahyati, Ari Dewi. 2011. ‘ Peluang Manajemen Laba Pasca Konvergensi
IFRS: Sebuah Tinjauan Teoritis Dan Empiris’. JRAK, Vo. 2, No. 1. Universitas Unisma.
Lestari, Yona Octiani. ‘Konvergensi International
Financial Reporting Standards (IFRS) dan Manajemen Laba Di Indonesia. Karya tulis tidak dipublikasikan. Universitas
Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.
Natalia, Irene. 2010. ‘Kualitas Laba Yang Dihasilkan Oleh
Pengadopsian International Financial Reporting Standards’. Jurnal Akuntansi Kontemporer, Vol.2, No. 1. Universitas Katolik
Widya Mandala Surabaya.
Nuariyanti, Ni Kadek Intan. 2014. ‘Analisis Komparatif
Kinerja Perusahaan Sebelum dan Sesudah Konversi ke IFRS’. E-jurnal Akuntansi Universitas Udayana 6.2. Universitas Udayana.
Nurhayati, Ida.
2013. ‘Dampak Konvergensi Standar Akuntansi Keuangan Terhadap
International Financial Reporting Pada Perusahaan Yang Terdaftar Di Bursa Efek
Indonesia’. Prosiding Seminar Nasional
& Call For Paper. Universitas Stikubank.
Pitasari, Anggita. 2014. ‘ Analisis Pengaruh Struktur
Corporate Governance Terhadap Tingkat Kepatuhan Pengungkapan Konvergensi IFRS
Pada Laporan Laba Rugi Komprehensif’. Diponegoro
Journal Of Accounting, vol. 03, No. 2. Universitas Diponegoro.
Soraya, Intan. 2014.’Pengaruh Konservatisma Akuntansi
Terhadap Manajemen Laba Dengan Kepemilikan Manajerial Sebagai Variabel
Pemoderasi’. Diponegoro Journal Of
Accounting, Vo. 3, No. 3. Universitas Diponegoro.
Senja, Novita. 2012. ‘Pengaruh Kinerja Keuangan Terhadap
Manajemen Laba Pada Perusahaan Perbankan Go Public Tahun 2007-2011’.Karya tulis tidak dipublikasikan.
Universitas Negeri Surabaya.
Wijayanti, Glyceria Ayu. 2013.’Analisis Manajemen Laba Di
Tingkat Segemen Sebelum Dan sesudah Penerapan Adopsi IFRS 8 Menjadi PSAK 5
(2009) Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bei’. Karya tulis tidak dipublikasikan. Universitas Atma Jaya Jogyakarta.
apa ada faktor penyebab munculnya manajemen laba? aku butuh banget untuk bahannya nih, mau kejer target :D
BalasHapus