Pemerintah
Indonesia Secara eksplisit mengatur tentang
tanggung jawab sosial perusahaan dalam UU No. 40 tahun 2007 pasal 74 tentang
tanggung jawab sosial dan lingkungan yang mewajibkan perseroan menjalankan
kegiatan usahanya dibidang dan/ atau berkaitan dengan sumber daya untuk
melaksanakan Corporate Social
Responsibility. Searah dengan perkembangan jaman, perusahaan tidak hanya
dituntut dari segi pertanggungjawaban secara keuangan saja, namun secara nyata
harus melakukan suatu tanggung jawab terhadap keadaan sosial di lingkungan
perusahaan tersebut. Corporate Social
responsibility (CSR) merupakan komitmen perusahaan untuk berkontribusi
dalam pengembangan ekonomi yang berkelanjutan dengan memperhatikan tanggung
jawab sosial perusahaan dan menitikberatkan pada keseimbangan antara perhatian
terhadap aspek ekonomis, sosial, dan lingkungan. Perusahaan dapat menggunakan
sumber daya untuk memberikan kontribusi kepada masyarakat sekitar. Hal tersebut
merupakan momentum yang relevan bagi realisasi program CSR sebagai wujud
keterlibatan sektor privat dalam memberdayakan masyarakat untuk meningkatkan
perekonomian Indonesia.perusahaan tidak bisa menjadikan kegiatan tanggung jawab
sosialnya sebagai sebuah bentuk kegiatan amal karena sumber daya yang
dimilikinya berasal dari kekayaan investor. Disisi lain, perusahaan juga harus
menjaga hubungan baik dengan stakeholder lainnya seperti pemasok, karyawan,
masyarakat, dan lainnya. Adanya kepentingan
yang berbeda dari shareholder dengan stakeholder lainnya membuat tujuan
dari kegiatan CSR menjadi tidak jelas. Perusahaan harus bisa memanfaatkan
aktivitas tanggung jawab sosialnya untuk memaksimalkan laba bukan menggunakan
kekayaan shareholder untuk kegiatan yang nantinya menjadi sebuah competitive
disadvantage.
Investor cenderung tertarik terhadap informasi sosial
yang dilaporkan dalam laporan keuangan. Informasi tersebut berupa keamanan dan
kualitas produk serta aktivitas lingkungan. Selain investor menginginkan
informasi mengenai etika, hubungan dengan karyawan dan masyarakat. Dasar dari
munculnya suatu gagasan mengenai tanggung jawab sosial pada dasarnya adalah
bagaimana sebuah perusahaan yang
beroperasi di lingkungan tertentu memberikan kontribusi berupa kepedulian
terhadap lingkungannya sebagai kompensasi terhadap dampak akibat kegiatan
operasional perusahaan yang berlangsung di lingkungan tersebut. Melihat bahwa
CSR adalah salah satu faktor penting untuk meningkatkan nilai perusahaan, maka
perusahaan perlu mempertimbangkan CSR sebagai salah satu aspke daya tarik bagi
investor selain kinerja keuangan perusahaan. Perusahaan juga akan memilik
pemangku kepentingan yang dianggap penting dan mengambil tindakan yang
menghasilkan hubungan harmonis antara perusahaan dengan pemangku kepntingannya.
CSR merupakan sebuah gagasan dimana perusahaan tidak lagi dihadapkan pada
tanggung jawab yang berdasar pada nilai perusahaan saja yang dinilai dari sisi finansial.
Seharusnya perusahaan harus berpegang pada triple bottom lines. Dua bottom
lines selain kondisi finansial adalah kondisi sosial dan lingkungan. Kondisi
finansial dianggap tidak cukup merefleksikan kondisi perusahaan dan menjamin
nilai perusahaan yang tumbuh secara berkelanjutan. Nilai perusahaan akan tumbuh
dan operasional perusahaan akan congruen apabila perusahaan memperhatikan
dimensi sosial dan lingkungan. CSR perusahaan dapat membantu meningkatkan citra
perusahaan maupun pemegang sahamnya.
Ada beberapa alasan perusahaan harus melakukan
pengungkapan sosial dn lingkungan antara lain:
1)
Keinginan
untuk memenuhi persyaratan yang ada dalam undang-undang.
2)
Pertimbangan
rasionalitas ekonomi. Atas dasar alasan ini, praktik pengungkapan pertanggungjawaban
sosial memberikan keuntungan bisnis karena perusahaan melakukan “hal yang
benar” dan alasan ini mungkin dipandang sebagai motivasi utama.
3)
Keyakinan
dalam proses akuntabilitas atau pertanggungjawaban untuk melaporkan. Artinya,
manajer berkeyakinan bahwa orang memiliki hak yang tidak dapat dihidari untuk
memperoleh informasi yang memuaskan dan manajer tidak peduli dengan cost yang
diperlukan untuk menyajikan informasi tersebut.
4)
Keinginan
untuk mematuhi persyaratab peminjaman. Lembaga pemberi pinjaman, sebagai bagian
dari kebijakan manajemen risiko mereka, cenderung menghendaki peminjam untuk
secara periodik memberikan berbagai item informasi tentang kinerja sosial dan
lingkungannya.
5)
Untuk
memenuhi atau menyesuaikan dengan ekspektasi masyarakat.
6)
Sebagai
konsekuensi dari ancaman terhadap legitimasi perusahaan.
7)
Untuk
memanage kelompok stakeholder tertentu yang powerful.
8)
Untuk
menarik dana investasi
9)
Untuk
mematuhi persyaratan industri (code of conduct) tertentu. Sehingga terdapat
tekanan tertentu untuk mematuhi aturan tersebut yang selanjutnya dapat
mempengaruhi persyaratan pelaporan.
10)
Untuk
memenangkan penghargaan perlaporan tertentu. Hal ini memiliki implikasi positif
terhadap reputasi perusahaan pada stakeholder.
Isu-isu yang menyinggung masalah tanggung jawab sosial
perusahaan antara lain seperti kasus dan gas panas di Kabupaten Sidoarjo yang
disebabkan eksploitasi gas PT. Lapindo Brantas, perusakan lingkungan karena
aktivitas operasional gas PT. Freeport, dan pelanggaran CSR yang dilakukan PT.
Sliva Inhutani. Dalam kasus ini Pt. Lapindo, perusahaan yang lebih mengutamakan
penyelamatan aset-asetnya daripada mengatasi persoalan lingkungan dan sosial
yang ditimbulkan, sehingga menimbulkan isu-isu sosial dan berdampak buruk pada
masyarakat yang tinggal di sekitar tempat pengeboran. Kemudian eksplorasi
sumberdaya alam yang dilakukan oleh PT. Freeport Indonesia, yang selama
bertahun-tahun dan telah menghasilkan triliunan rupiah ke dalam perusahaan
tersebut, tidak diimbangi oleh perhatian khusus kepada masyarakat sekitar
pertambangan yang masih hidup dalam garis kemiskinan. Bahkan di daerah-daerah
tertentu masih ditemui kasus penduduk yang meninggal karena kelaparan.
Sedangkan PT. Silva Inhutani, almpung, melakukan tujuh pelanggaran diantaranya
yaitu membiarkan pembuangan limbah di hutan register 45, tidak melaksanakan
kewajiban penanam lima persen (5%) tanaman kehidupan dengan pola kemitraan,
tidak melaksanakan program corporate social reponsibility (CSR), serta
menyewakan lahan pada pihak ketiga.
Solihin (2009) dalam bukunya ‘Corporate Social
Responsibility From Charity to Sustainability’ mengatakan bahwa regulasi
pelaksanaan CSR untuk kegiatan usaha di bidang sumber daya alam dan/ atau
berkaitan dengan sumber daya alam dapat dipandang sebagai langkah preventif
untuk mencegah terjadinya dampak negatif lebih besar yang ditimbulkan oleh
perushaan yang bergerak di industri tersebut. Ditambah dengan dikeluarkannya
peraturan mengenai mandatory disclosure, hampir semua perusahaan yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia kini melaporkan kinerja tanggung jawab sosialnya
melalui sustainability report maupun melalui annual report. Undang-undang Nomor
40 tahun 2007 tentang Perseroan terbatas pasal 1 poin 3 mengungkapan bahwa
tanggung jawab sosial dan lingkungan adalah komitmen perseroan untuk berperan
serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas
kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri,
komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya. Hal ini mengindikasikan
bahwa perusahaan mempunyai tanggung jawab sosial terhadap masyarakat dan
lingkungan setempat, serta wajib melaporkannya kepada stakeholder perusahaan.
Tanggung jawab sosial dan lingkungan juga diatur dalam pasal 15 ayat b UU Nomor
25 tahun 2007 tentang penanaman modal, yang menyatakan bahwa setiap penanaman
modal untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan
lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat. Ada beberapa alasan
yang mendorong perusahaan perlu memperhatikan kepentingan stakeholder, yaitu:
1)
Isu
lingkungan melibatkan berbagai kepentingan berbagai kelompok dalam masyarakat
yang dapat mengganggu kualitas hidup mereka.
2)
Dalam
era globalisasi telah mendorong produk-peroduk yang diperdagangkan harus
bersahabat dengan lingkunganya.
3)
Para
investor dalam menanamkan modalnya cenderung untuk memilih perusahaan yang
memiliki dan mengembangkan kebijakan dan program lingkungan.
4)
LSM
dan pencinta lingkungan makin vokal dalam mengkritik perusahaan-perusahaan yang
kurang peduli terhadap lingkungan. Oleh karena itu, perusahaan akan melakukann
pengungkapan demi akuntabilitasnya terhadap pemegang kepentingan (stakeholder).
Pada dasarnya konsep tanggung jawab sosial adalah bentuk
tanggung jawab yang diberikan perusahaan kepada masyarakat secara legal,
perushaan tidak hanya mengharapkan keuntungan yang berasal dari kegiatan
operasional perisahaan saja, namun juga berkontribusi untuk kesejakteraan
masyarakat. Praktik CSR memainkan peran penting bagi perusahaan. Sebuah
perusahaan melakukan kegiatan operasional di suatu lingkungan masyarakat dan
dapat dipastikan kegiatan operasional perusahaan akan membawa dampak baik untuk
aspek sosial maupun untuk kelestarian lingkungan sekitar. Terciptanya hubungan
resiprokal antara entitas dengan masyarakat sekitar akan menciptakan nilai tambah
bagi perusahaan itu sendiri. Dalam implementasi praktik CSR disebuah entitas,
perusahaan harus membuat laporan untuk mempertanggung jawabkan kegiatan sosial
yang dilakukan oleh entitas tersebut. Laporan tanggung jawab sosial merupakan
laporan aktivitas tanggung jawab sosial yang telah dilakukan perusahaan baik
berkaitan dengan perhatian masalah dampak sosial maupun lingkungan. Association
of Chartered Certified Accountants (ACCA) menyatakan bahwa pertanggunjawaban
sosial perusahaan diungkapkan di dalam laporan sustainability reporting yang
merupakan pelaporan mengenai kebijakan ekonomi, lingkungan dan sosial, pengaruh
dan kinerja organisasi dan produknya di dalam konteks pembangunan
berkelanjutan. Sustainability reporting meliputi pelaporan mengenai ekonomi,
lingkungan dan pengaruh sosial terhadap kinerja organisasi. Pengungkapan
informasi pertanggungjawaban sosial dapat diungkapkan dalam laporan tahunan
perusahaan. Badan yang aktif menerbitkan pedoman bagi perusahaan terkait
pengungkapan lingkungan hidup adalah Global Reporting Initiative (GRI). Dalam
standar GRI indikator kinerja di bagi menjadi 3 komponen utama yaitu:
1)
Ekonomi
2)
Lingkungan
hidup
3)
Sosial
yang mencakup hak asasi manusia, praktek ketenagakerjaan dan lingkungan kerja,
tanggung jawab produk, dan masyarakat.
Dalam penelitian yang telah dilakukan oleh Rani Evadewi
dengan judul “Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibility terhadap
Earnings Management: A Political Cost Perspective”, populasi penelitian
tersebut menggunakan perusahaan pertambangan dan manufaktur yang telah
terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2010-2012. Sampel penelitian
yang dapat diambil dengan menggunakan metode purposive sampling adalah sebanyak
159 perusahaan dari industri manufaktur dan 11 perusahaan dari industri
pertambangan. Berdasarkan hasil pengujian statistik dengan menggunakan
persamaan regresi, dapat diambil kesimpulan, yaitu bahwa pengungkapan CSR
berpengaruh signifikan dan positif terhadap manajemen laba dalam industri
manufaktur dimana tingkat political cost rendah. Hal ini menunjukkan bahwa
semakin banyak kegiatan CSR yang diungkapkan perusahaan, maka semakin tinggi tingkat
kecenderungan melakukan manajemen laba. Kualitas laba yang semakin buruk karena
meningkatnya pengungkapan informasi tanggung jawab sosial perusahaan kepada
stakeholder membuat perusahaan merekayasa laporan keuangannya. Hubungan positif
ini bertolak belakang dengan pandangan etis yang menyebutkan bahwa pengungkapan
informasi yang banyak bukan demi menutupi praktik manajemen laba yang dilakukan
perusahaan, namun demi menunjukkan citra perusahaan yang baik dan beroperasi sesuai
norma kepada masyarakat dan lingkungannya. Sedangkan dalam industri
pertambangan dimana biaya politis sangat tinggi, pengungkapan CSR memiliki
pengaruh negatif signifikan terhadap manajemen laba. Hal ini mengindikasikan
bahwa dengan adanya biaya politis yang tinggi, perusahaan tetap akan
mengungkapkan tanggung jawab sosialnya dan menurunnya tingkat kencederungan
praktik manajemen laba yang dapat dilakukan perusahaan tersebut. Praktik
manajemen laba bukan menjadi hal yang sulit dilakukan dan perlu ditutupi dengan
dikeluarkannya banyak pengungkapan sebagai pengalihan. Manajemen laba menjadi
hal yang sangat mudah dilakukan terutama ketika manajemen memanipulasi akrual
yang sulit dideteksi.
Hasil dari penelitian tersebut membuktikan bahwa variabel
kontrol yang berpengaruh dalam industri manufaktur berbeda dengan industri
pertambangan. Dalam industri manufaktur, variabel yang mengontrol hubungan
pengungkapan CSR terhadap manajemen laba adalah profitabilitas yang diproksikan
oleh ROA. Sedangkan dalam industri pertambangan, variabel yang mengontrol
hubungan manajemen laba dengan pengungkapan CSR antara lain ukuran perusahaan,
leverge, dan ROA. Hal ini dikarenakan tingkat political cost yang berbeda pada
kedua industri tersebut dimana industri pertambangan memiliki tingkat political
cost yang lebih tinggi dibanding industri manufaktur. Dapat disimpulkan bahwa
pengungkapan CSR yang dilakukan oleh perusahaan manufaktur dan pertambangan di
Indonesia masih sangat rendah. Sedangkan kedua industri tersebut memiliki resiko
biaya politis yang lebih tinggi sehingga memungkinkan terjadinya manajemen
laba. Industri manufaktur dan pertambangan juga memiliki risiko untuk melakukan
pencemaran lebih tinggi, karena limbah yang dihasilkan dari proses produksi akan
sangat berbahaya apabila tidak diolah dengan baik. Hal ini menunjukkan bahwa
pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan masih dianggap sebagai kewajiban
tertulis saja, bukan sebagai bentuk pertanggung jawaban perusahaan terhadap
stakeholder termasuk membersihkan citra perusahaan dari kecurigaan tindakan
manajemen laba yang mungkin dilakukan. Penelitian tersebut mempunyai
keterbatasan, yaitu diantaranya adalah rendahnya nilai Adjusted R Square dalam
penelitian ini, yaitu sebesar 4,6% untuk data sampel perusahaan dalam industri
manufaktur. Nilai adjusted R square yang baik berkisar diangka 50% hal tersebut
menunjukkan bahwa kemampuan variabel bebas masih sangat rendah untuk
menjelaskan variabel terikat. Keterbatasan lainnya adalah banyaknya perusahaan
yang masih belum mengungkapkan annual report maupun sustainability report tiap
tahunya sehingga sampel yang dapat digunakan dalam penelitian tersebur
terbatas.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Ati Harmoni dengan
judul “Penilaian Konsumen Terhadap Corporate Social Responsibility (CSR)
Perusahaan”, penelitian tersebut menggunakan data primer yang diperoleh dari
hasil kuesioner yang disebarkan pada 50 responden berusia di atas 18 tahun,
pengguna produk Unilever, yang dipilih secara acak. Responden adalah penduduk
kelurahan pasir gunung selatan, cimanggis-depok. Penelitian dilakukan pada
bulan maret-april 2008. Data sekunder berupa sustainability report Unilever
tahun 2006, yang diperoleh dari laman resmi Unilever. Data sustainability
report tahun 2006 dipilih karena merupakan laporan tahun terakhir yang
ditampilkan pada laman resmi Unilever tersebut. Penelitian tersebut
menyimpulkan bahwa Unilever telah berupaya menyampaikan program CSR yang telah
dilakukannya melalui sustanability report yang dimuat dalam laman resmi perusahaan.
Informasi yang terkait dengan program CSR terhadap konsumen telah disampaikan
pada laporan tersebut. Konsumen sendiri menilai bahwa Unilever telah melakukan
program CSR yang terkait dengan hak konsumen dan penetapan harga. Sementara
dalam etika beriklan, konsumen masih menganggap bahwa antara produk yang dibuat
dan iklan yang disampaikan terdapat ketidaksesuaian.
Penelitian yang dilakukan oleh Rika Nurlela dengan judul
“ Pengaruh Corporate Social Responsibility Terhadap Nilai Perusahaan Dengan Prosentase
Kepemilikan Manajemen Sebagai Variabel Moderating” populasi penelitian tersebut
adalah perusahaan-perusahaan sektor non keuangan yang terdaftar di BEJ untuk
tahun 2005. Perusahaan yang terdaftar di BEJ selama tahun 2005 berjumlah 340
perusahaan dan sampel yang diambil sebayak 41 perusahaan. Penelitian tersebut
menyimpulkan bahwa CSR, prosentase kepemilikan manajemen, serta interaksi
antara CSR dengan prosentase kepemilikan manajemen secara simultan berpengaruh
signifikan terhadap nilai perusahaan. Secara parsial hanya prosentase
kepemilikan manajemen dan interaksi antara CSR dengan prosentanse kepemilikan
manajemen yang berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. Karena
kualitas pengungkapan CSP pada perusahaan yang terdaftar sangat rendah dan
belum mengikuti standar yang dikeluarkan oleh GRO. Dengan demikian kualitas
pengungkapan CSR di dalam perusahaan menjadi faktor yang menyebabkan praktik CSR tidak
berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Penelitian tersebut tidak sesuai dengan
paradigma enligtenedself-interst yang menyatakan bahwa stabilitas dan
kemakmuran ekonomi jangka panjang hanya akan dapat dicapai jika perusahaan juga
memasukkan unsur tanggung jawab sosial kepada masyarakat paling tidak dalam
tingkat yang minimal.Kepemilikan manajerial mampu mempengaruhi jalannya
perusahaan yang pada akhirnya berpengaruh pada kinerja perusahaan dalam
mencapai tujuan perusahaan yaitu maksimalisasi nilai perusahaan yang terjadi
karena adanya kontrol yang dimiliki.
Lain halnya penelitian yang dilakukan oleh Rawi dengan
judul “Pengaruh Kepemilikan Manajemen, Institusi, dan Laverage Terhadap
Corporate Social Responsibility Pada Perusahaan Manufaktur Yang Listing di
Bursa Efek Indonesia” populasi dalam
penelitian tersebut menggunakan seluruh perusahaan manufaktur yang listing di
bursa efek indonesia pada tahun 2005 sampai dengan tahun 2007 dan sampel yang
memenuhi kriteria dan digunakan adalah 78 perusahaan. Menunjukkan bahwa hanya
variabel kepemilikan manajemen yang berpengaruh signifikan terhadap CSR sesuai
dengan yang diprediksi oleh si peneliti. Semakin besar kepemilikan manajemen di
dalam perusahaan, perusahaan akan semakin banyak mengungkapkan informasi SCR.
Hal ini mendukung teori stakeholder, yaitu semakin banyak kepemilikan manajemen
di dalam perusahaan, manajemen akan dapar mengendalikan atau memiliki kemampuan
untuk mempengaruhi pemakaian sumber-sumber ekonomi yang digunakan perusahaan
yang dapat meningkatkan image perusahaan. Hasil yang dilakukan menunjukkan
bahwa kepemilikan manajemen berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR,
yang berarti semakinbesar kepemilikan saham manajemen, pengungkapan CSR yang
dilakukan oleh perusahaan akan selalu tinggi. Kondisi ini mengindikasikan bahwa
untuk mendapat legitimasi, kepemilikan manajemen yang tinggi akan selalu
melakukan aktivitas sosial dan lingkungan lebih banyak, agar mempunyai pengaruh
pada pihak-pihak internal maupun eksternal yang mempunyai kepentingan terhadap
perusahaan. Perusahaan berusaha mencari pembenaran dari pada stakeholder dalam
menjalankan operasi perusahaannya. Semakin kuat posisi stakeholder, semakin
besar pula kecenderungan perusahaan mengadaptasi diri terhadap keinginan pada
stakeholdernya.
Kepemilikan institusi tidak berpengaruh signifikan
terhadap pengungkapan CSR. Hasil tersebut tidak mendukung teori stakeholder,
bahwa stakeholder theory yang menyatakan bahwa stakeholder merupakan pihak yang
berkepentingan terhadap perusahaan yang dapat stakeholder mempengaruhi atau
dapat dipengaruhi oleh aktivitas perusahaan. Semakin besar kepemilikan
institusi, pengungkapan CSR yang dilakukan oleh perusahaan tidak selalu luas.
Variabel leverage tidak berpengaruh signifikan yang berarti bahwa semakin
tinggi levarage perusahaan, maka pengungkapan CSR yang dilakukan perusahaan
akan semakin tinggi.
Kesimpulan dari penelitian yang dilakukan oleh Wahyu Mega
Pratiwi dengan judul “Akuntansi Lingkungan Sebagai Strategi Pengelolaan Dan
Pengungkapan Tanggung Jawab Lingkungan Pada Perusahaan Manufaktur” menyatakan
akuntansi lingkungan sebagai startegi pengelolaan lingkungan yang menggunakan
alat manajemen lingkungan dapat diterapkan dalam upaya pelestarian lingkungan
yang dilakukan oleh perusahaan manufaktur. Melalui akuntansi manajemen
lingkungan perusahaan dapat memperoleh informasi mengenai penggunaan sumber
daya alam dan dampaknya terhadap lingkungan serta informasi moneter mengenai
biaya yang digunakan untuk upaya konservasi lingkungan. Jika hal ini dapat
dilaksanakan, maka kondisi lingkungan yang mulai mengalami kerusakan dan
penurunan kualitas dapat dicegah dan dilestarikan, sehingga terdapat perbaikan
atas pengurangan kualitas yang terjadi. Akuntansi lingkungan sebagai strategi
pengungkapan tanggung jawab lingkungan, merupakan instrumen yang menyajikan
informasi yang mengungkapan bentuk pertanggungjawaban perusahaan berupa
butir-butir kegiatan konservasi lingkungan dan kegiatan sosial lainnya.
pengungkapan pertanggungjawaban lingkungan dapat mempengaruhi persepsi
masyarakat terhadap citra perusahaan dan mempengaruhi kinerja finansial
perusahaan.
Daftar
Pustaka
Evadewi, Rani. 2014. “Pengaruh Pengungkapan Corporate
Social Responsibility Terhadap Earnings Management: A Political Cost
Perspective”. Skripsi Universitas Diponegoro.
Evadewi, Rani dan Wahyu Meiranto. 2014. “ Pengaruh Pengungkapan
Corporate Social Responsibility Terhadap Earnings Management: A political Cost
Perspective”. Diponegoro Journal Of Accounting, Vol. 03, No.2.
Evandini, Christa. 2014. “Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Pengungkapan
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di
BEI”. Skripsi Universitas Diponegoro.
Harmoni, Ati dan Ade Andriyani. 2008. “Penilaian Konsumen
Terhadap Corporate Social Responsibility (SCR) Perusahaan”. Jurnal Ekonomi
Bisnis, No.1, Vol. 13. Universitas Gunadarma.
Kinantika, Ervanti Kusuma. 2013. “Pengaruh Biaya
Eksplorasi Dan Pengembangan Tangguhan, Leverage, Dan Profitabilitas Terhadap
Luas Pengungkapan Corporate Social Responsibility”. Skripsi Universitas
Diponegoro.
Kurnianto, Eko Adhy. 2011. “Pengaruh Corporate Social
Responsibility Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan”. Skripsi Universitas
Diponegoro.
Putra, Eka Nanda. 2011. “Pengaruh Karakteristik
Perusahaan Terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR)” Skripsi
Universitas Diponegoro.
Pratiwi, Wahyu Mega. 2008. “Akuntansi Lingkungan Sebagai
Strategi Pengelolaan Dan Pengungkapan Tanggung Jawab Lingkungan Pada Perusahaan
Manufaktur”. Universitas Negeri Surabaya.
Rawi. 2008. “Pengaruh Kepemilikan Manajemen, Institusi,
Dan Leverage Terhadap Corporate Social Responsibility Pada Perusahaan
Manufaktur Yang Listing Di Bursa Efek Indonesia”. Tesis Universitas Diponegoro.
Retno M, Reny Dyah dan Danies Priantinah. 2012. “Pengaruh
Good Corporate Governance Dan Pengungkapan Corporate Social Responsibility
Terhadap Nilai Perusahaan”. Jurnal Nominal, Vol. 1, No. 1.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar