Tujuan akuntansi secara keseluruhan adalah memberikan
informasi yang dapat digunakan dalam pengambilan keputusan
ekonomi. Akuntansi adalah sebuah aktifitas jasa, dimana fungsinya adalah
memberikan informasi kuantitatif, terutama informasi mengenai posisi keuangan
dan hasil kinerja perusahaan. Informasi tersebut nantinya akan digunakan oleh
berbagai pihak untuk pengambilan keputusan, baik pihak internal (manajemen
perusahaan) ataupun pihak eksternal (pemerintah, investor, pemegang saham,
kreditur, dan lainnya). Kebanyakan sistem akuntansi memang dirancang untuk
dapat memberikan informasi untuk kedua belah pihak (baik internal maupun
eksternal). Akuntansi di satu sisi bisa dijadikan sebagai bahasa yang
bermanfaat bagi pemakai informasi, namun di sisi yang lain bisa menjadi
merugikan ketika informasi yang disajikan ternyata merugikan. Secara luas,
akuntansi juga dikenal sebagai “bahasa bisnis” karena merupakan suatu alat
untuk menyampaikan informasi keuangan kepada pihak-pihak yang memerlukannya. Akuntansi
merupakan produk dari lingkungan. Lingkungan akuntansi terdiri dari kondisi
sosial ekonomi, politik-hukum, pembatasan-pembatasan, dan pengaruh yang
bervariasi dari waktu ke waktu. Karenanya, teori akuntansi telah berevolusi
untuk memenuhi kebutuhan dan pengaruh yang terus berubah. Dan di dalam
akuntansi dikenal adanya standar yang harus dipatuhi dalam pembuatan laporan
keuangan. Standar tersebut diperlukan karena banyaknya pengguna laporan
keuangan. Standar tersebut diperlukan karena banyaknya pengguna laporan
keuangan. Jika tidak terdapat standar, perusahaan dapat saja menyajikan laporan
keuangan yang mereka miliki bagi para pengguna karena akan menyulitkan untuk
memahami laporan keuangan yang ada.
Setiap negara tentunya mempunyai aturan akuntansi
(standar) yang berbeda-beda. Perbedaan itu mencakup perlakuan, metode,
penyajian dan pelaporan. Perbedaan akuntansi tiap negara akan menyulitkan bagi
para pengguna laporan keuangan terutama bagi para analisis, auditor, investor
dan kreditor yang lingkup kerjanya melewati batas negara. Ketika dunia bisnis
dapat dikatakan hampir tanpa batas negara, sumber daya produksi (misal uang)
yang dimiliki oleh seorang investor di satu negara tertentu dapat dipindahkan
dengan mudah dan cepat ke negara lain misalnya melalui mekanisme bursa saham.
Tentu saja akan timbul suatu masalah ketika standar akuntansi yang dipakai di
negara tersebut berbeda dengan standar akuntansi yang dipakai di negara lain.
Hal ini disebabkan standar akuntansi dipengaruhi oleh 3 macam, yaitu lingkungan
ekonomi, lingkungan politik, dan teori akuntansi yang ada didalam suatu negar.Agar
pemahaman laporan keuangan menjadi lebih mudah, maka perlu ditetapkannya suatu
aturan atau standar yang seragam. Atas dasar hal tersebut muncullah isu
konvergensi. Salah satunya, adalah konvergensi pedoman standar akuntansi
keuangan (PSAK) ke international financial reporting standards (IFRS). Dengan
adanya konvergensi diharapkan dapat menjembatani persepsi yang keliru dalam
mengartikan laporan keuangan karena semua negara aturannya seragam dengan
pemahaman yang sama. Dengan konvergensi maka tidak ada lagi persepsi yang salah
dalam menginterprestasikan laporan keuangan.
Munculnya IFRS tidak bisa lepas dari perkembangan global,
terutama yang terjadi pada pasar modal. Perkembangan teknologi informasi TI di
lingkungan pasar yang terjadi begitu cepat dengan sendirinya berdampak pada banyak
aspek di pasar modal, mulai dari model dan standar pelaporan keuangan,
relativisme jarak dalam pergerakan modal, hingga ketersediaan jaringan
informasi ke seluruh dunia. Disamping itu penyatuan IFRS bukan hanya isu
akuntansi, namun juga bermanfaat meningkatkan kualitas dan transparasi laporan
keuangan di Indonesia. IFRS menjadi fenomena global saat ini karena semakin
banyak negara-negara di dunia yang mengadopsi standar akuntansi internasional
ini. Indonesia sendiri, sebagai salah satu negara anggota G-20 juga tunduk
tunduk terhadap kesepakatan G-20 untuk melakukan konvergensi IFRS. Untuk itulah
dewan standar akuntansi keuangan ikatan akuntan indonesia (DSAK-IAI), telah
berkomitmen untuk melakukan konvergensi standar akuntansi keuangan untuk
entitas yang memiliki akuntabilitas publik. Adopsi IFRS artinya mengambil
bahasa pelaporan keuangan internasional untuk diterapkan kedalam bahasa
pelaporan keuangan suatu negara (Gamayuni, 2009). Sedangkan harmonisasi artinya
proses untuk meningkatkan komparabilitas laporan keuangan dengan menentukan
batasan-batasan seberapa besar praktik-praktik tersebut dapat beragam. Saat ini
negara mengharuskan agar perusahaan publik di negaranya menggunakan IFRS
sebagai dasar pelaporan akuntansi perusahaan, diantaranya Argentina, Canada,
India, Jepang, Malaysia, Meksiko, Korea Selatan, Taiwan dan Uni Eropa.
Perusahaan go public dan multinasional di Indonesia diwajibkan untuk menerapkan
standar akuntansi yang konvergen dengan IFRS untuk penyusunan laporan keuangan
pada atau setelah 1 januari 2012 (Gamayuni, 2009). Indonesia melakukan
konvergensi IFRS secara bertahap sejak 2008 hingga 2011 dimana tahap-tahap
tersebut terdiri dari tahap adopsi pada tahun 2008 hingga tahun 2010, tahap
persiapan akhir yang dilaksanakan selama tahun 2011 dan tahap
pengimplementasian PSAK berbasis IFRS serta dilakukan evaluasi secara
komprehensif mulai tahun 2012 (Husin, 2008). Pada tahun 23 Desember 2008,
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) meresmikan (grand
launching) program konvergensi International
Financial Reporting Standards (IFRS), yaitu prinsip akuntansi yang berlaku
umum di Indonesia (Indonesia GAAP) akan dikonvergensikan secara penuh dengan
IFRS pada tanggal 1 Januari 2012. Tentu saja hal ini akan menjadi suatu
tantangan bagi dunia pendidikan terutama perguruan tinggi yang notabene
dituntut untuk segera membuat perubahan dan mengambil langkah-langkah tertentu
sehingga dapat mensukseskan rencana adopsi secara penuh standar akuntansi
internsional tersebut.
Perubahan tata cara pelaporan keuangan yang sebelumnya
banyak mangacu pada US GAAP ke IFRS akan memiliki dampak sangat luas.
Setidaknya, para praktisi di bidang akuntansi dituntut untuk memiliki
“kompentensi baru” seperti yang disyaratkan IFRS. Pengajaran akuntansi di
kampus harus segera dimutakhirkan, seiring kebijakan Indonesia yang telah
mendeklarasikan penggunaan konvergensi sistem akuntansi internasional atau
international financial reporting standards (IFRS). Mata kuliah yang terkena
dampak besar dari IFRS ini adalah pengantar akuntansi, akuntansi keuangan
menengah, teori akuntansi, akuntansi internasional, akuntansi keuangan
lanjutan, seminar akuntansi atau akuntansi topik khusus, metedologi penelitian,
serta analisis laporan keuangan. Hingga saat ini, di kalangan praktisi,
akademisi, dan pengurus IAI masih terdapat pendapat yang beragam. Ada yang
mengaku Indonesia telah siap, termasuk dari segi pendidikan keprofesiannya.
Namun, tidak sedikit yang meragukannya. Salah satu contoh pembahasan mata
kuliah yang terkena dampak besar dari IFRS adalah pengantar akuntansi. Untuk
mata kuliah pengantar akuntansi baik pengantar akuntansi 1 dan pengantar
akuntansi 2 akan dibahas mengenai perlakuan akuntansi terhadap pos-pos yang
terdapat dalam neraca seperti kas, piutang, persediaan barang dagang, investasi
sementara, aktiva tetap dan hutang baik hutang jangka panjang, maupun jangka
pendek. Berdasarkan paparan materi dalam pengantar akuntansi 1 dan pengantar
akuntansi 2, dapat dilihat bahwa cakupan materi-materi tersebut cukup luas dan
kompleks. Sementara ini sangat sedikit literatur yang membahas materi pengantar
akuntansi yang berbasiskan IFRS. Disamping ada beberapa pendapat yang memang
mengatakan bahwa IFRS belum perlu dikenalkan dalam bahasan akuntansi pengantar.
Namun dilihat dari hakekat tujuan pembelajaran pengatar akuntansi maka
sebaiknya pengenalan IFRS sudah dilakukan pada mata kuliah pengantar, meskipun
hanya sebatas hal-hal yang perlu diketahui.
Penerapan IFRS membawa dampak beragam perubahan, baik
perubahan yang sebatas bersifat administratif maupun yang bersifat substantif. Untuk
itulah diperlukan peran perguruan tinggi untuk terus memperbaharui
materi-materi akuntansi pengantar yang selama ini diberikan. Tidak dipungkiri
keluar dari zona nyaman itu adalah sesuatu yang sulit, dalam hal ini kita
terbiasa untuk mengajarkan materi akuntansi keuangan yang berdasarkan PSAK yang
belum mengadopsi IFRS kepada mahasiswa. Namun urgensi konvergensi IFRS di
indonesia yang diharapkan rampung dan telah diterapkan pada tahun 2012 memaksa
kita sebagai akademisi untuk mau tidak mau mengajarkan IFRS, meskipun tidak
semua lulusan dapat ditampung pada perusahaan-perusahaan yang sudah go-publik
(dengan entitas publik). Namun pengetahuan IFRS wajib dimiliki oleh para
lulusan. Materi-materi dalam pengantar akuntansi yang menyesuaikan dengan IFRS
(dikutip dari Slamet Sugiri, makalah materi bahasan akuntansi berbasis IFRS). Materi
tersebut diambil dari buku Financial Accounting IFRS Edition dengan Copyright
2011 oleh John Wiley & Sons, Inc karya Weygandt, Kimmel, dan Kieso (2011). Berbeda
dari buku lama mereka yang sudah terbit sampai dengan edisi ke-9 dengan judul
Accounting Principles, judul buku yang baru ini menggunakan kata-kata financial
accounting, sebab buku ini memang secara spesifik mengantarkan akuntansi
keuangan saja. Sedangkan untuk keperluan materi akuntansi keuangan menengah,
kieso, weygandt, dan warfied (2011 menerbitkan buku berjudul Intermediate
Accounting IFRS Edition, Volume 1 dan Volume 2, dengan copyright 2011 oleh John
Wiley & Sons, Inc, berikut ringkasan materi yang perlu kiranya ditambahkan
atau dikurangkan pada materi sebelumnya.
ü
Chapter
1, Accounting in Action
Pada
pembahasan ini yang perlu ditambahkan adalah adanya pengetahuan mengenai IFRS.
Dalam hal ini diperlukan pemahaman mahasiswa mengenai standar akuntasi keuangan
di Indonesia yang sedang dalam proses konvergensi IFRS. Pada subjudul
measurement principles: tambahkan prinsip fair value. Pada subjudul financial
statements: tambahkan pengenalan singkat tentang statmen keuangan lengkap
menurut PSAK No.1 penyajian laporan keuangan (revisi 2009).
ü
Chapter
3, Adjusting the Accounts
Perlu
ditambahkan pemahaman mahasiswa dalam melakukan penyesuaian untuk proses
penilaian ke fair value. Ambilah sebagai contoh, misalnya, penyesuaian jika
terdapat kenaikan nilai surat berharga. Hal ini penting agar mahasiswa sejak
dini mengetahui implementasi prinsip fair value.
ü
Chapter
6, Inventories
Hal
yang baru dalam IFRS (a) tidak mengizinkan metode LIFO: (b) penilaian
menggunakan lower of cost or net realizable value.
ü
Chapter
9, Plant Assets, Natural Resources, and Intangible Asset
Terdapat
beberapa tambahan penting, antara lain (a) Revising Periodic Depreciation:
manajemen wajib secara periodik mereview depresiasi tahunan. Jika estimasi ini
secara prospektif, (b) Revaluation of Plant Asset: hal yang baru adalah
perusahaan boleh memilih model kos dan model revaluasi untuk mengukur atau
menilai aset setelah pengakuan awal, (c) Research and Development Costs, hal
yang baru adalah bahwa research costs harus di-expense-kan pada periode
pengeluaran, sedangkan development cost dikapitalisasi jika telah memenuhi
kriteria tertentu. Salah satu kriterianya adalah technological feasibility, (d)
goodwill tidak lagi diamortisasi, melainkan dilakukan pengujian impairment
(hasil dari proses penilaian) atas goodwill. Jika terdapat impairment, maka diakui
rugi.
ü
Chapter
10 Liabilities
Adapun
hal-hal yang perlu ditekankan antara lain (a) menyatakan bahwa sebagian
liabilitis adalah liabilitis keuangan, sedangkan sebagian lainnya bukan, (b)
IFRS dan U.S. GAAP mengklasifikasi liabilitis menjadi liabilitis jangka pendek
dan liabilitis jangka panjang, namun, jika dasar likuiditas menyediakan
informasi yang bermanfaat, maka IFRS mengizinkan klasifikasi liabilitis
berdasarkan likuiditasnya, (d) IFRS menggunakan istilah contingent liabilities
hanya untuk possible obligations yang tidak diakui dalam statemen keuangan
tetapi diungkapkan jika kriteria tertentu.
ü
Chapter
12 Investments
Dalam
hal ini yang perlu ditekankan adalah penggunaan fair value untuk menilai
sekuritas, dengan menggunakan kategori apakah termasuk (a) fair value through
profit or loss (b) available-for sale (c) held-to-maturity.
Untuk pembahasan mengenal laporan laba rugi (income
statment) dan neraca (balance sheet) saja, dapat dilihat pada Chapter 4 Income
Statement and Related Information (buku Kieso, Weygandt, dan Warfield, 2011 Intermediate
Accounting IFRS Edition, Volume 1). Dalam pembahasan materi ini ada beberapa
hal yang harus diperhatikan antara lain:
1.
Istilah
income statement diganti statement of comprehensive income
2.
Kandungan
statemen laba-rugi komprehensif adalah recognized income (disebut juga profit
or loss ataupun net income) dan other comprehensive income (OCI).
3.
Laba
komprehenshif dapat dilaporkan dalam (1) laporan laba komprehensif tunggal,
berisi laba rugi dan laba komprehensif lain (2) dalam dua laporan terpisah: (a)
laporan laba-rugi, berisi laba rugi dan, (b) laporan laba rugi komprehensif,
berisi (i) baris terakhir laporan laba rugi, dan (ii) laba rugi komprehensif
lain.
4.
Dalam
other comprehensive income (OCI) terdapat pos penyesuaian reklasifikasi.
Penyesuaian reklasifikasi adalah pentransferan untung (rugi) belum terealisasi
periode sekarang atau periode lalu ke untung (rugi) terealisasi pada periode
sekerang, atau pos-pos yang diakui di profit & loss (PL) periode sekarang
dan sebelumnya diakui dalam OCI.
5.
Pengungkapan
bahwa statmen laba rugi komprehensif merupakan salah satu ukuran kinerja
entitas bukan kinerja manajemen.
6.
Konsekuensi
dari nomor 3 di atas, klasifikasi extraordinary items (keuntungan dan kerugian
di luar kegiatan operasi/ pos-pos luar biasa) tidak diperkenankan lagi.
7.
Terdapat
ketentuan tentang pos-pos minimum yang harus diungkapkan.
8.
Harus
disajikan informasi tentang laba-rugi dan laba rugi-komprehensif yang
teribusikan ke pemegang saham induk data yang teribusikan ke pemegang saham
non-pengendali. Ini khusus bagi statmen laba rugi komprehensif perusahaan
kelompok (group).
Untuk Chapter 5 Statement of Financial Position and
Statement of Cash Flows, dalam hal ini terdapat beberapa perubahan antara lain:
v
Statemen
posisi keuangan (SPK):
a.
Istilah
balance sheet (neraca) diganti dengan istilah statement of financial position
(laporan posisi keuangan).
b.
Terdapat
aturan minimum line items yang harus diungkapkan di SPK.
c.
Tidak
seperti IAS No. 1 presentation of Financial position, PSAK No,1 tidak
menyertakan biological assets sebagai anggota himpunan pos-pos minimum.
d.
Format
dan urutan SPK tidak diatur.
e.
Aset
diklasifikasikan ke dalam aset lancar dan aset tak lancar, liabilitas menjadi
liabilitas jangka pendek dan liabilitas jangka panjang.
f.
Jika
likuiditas dianggap lebih relevan dan andal, perusahaan menjadikan aset dan
liabilitas berdasar urutan likuiditasnya.
g.
Istilah
estimated liabilities diganti dengan provision.
h.
Informasi
tertentu wajib diungkapkan di lembar muka SPK, sedangkan informasi tertentu
lainnya boleh diungkapkan di SPK, laporan perubahan ekuitas dan catatan atas
laporan keuangan.
i.
Kepentingan
non pengendali disajikan sebagai bagian dari ekuitas.
j.
Terdapat
amar untuk mengidentifikasi nama entitas pelapor, nama statemen, dan tanggal
statemen.
k.
SPK
harus menyatakan mata uang pelaporan dan angka pembulatan (ribuan atau jutaan,
misalnya).
l.
Keharusan
menyajikan informasi kuantitatif komparatif.
m.
Keharusan
mengungkapkan kembali informasi komparatif yang bersifat naratif dan deskriptif
laporan keuangan periode sebelumnya jika hal itu dapat menambah pemahaman
laporan keuangan periode berjalan.
v
Statemen
aliran kas (SAK)
a.
Nama
cash flow statement (laporan arus kas) diganti dengan statement of cash flow.
b.
Klasifikasi
aliran kasnya: operasi, investasi, dan pendanaan.
c.
Aliran
kas dari dan untuk operasi dapat disusun dengan metode langsung dan metedo tak
langsung. FASB dan IASB menganjurkan metode langsung, tidak ada perbedaa.
d.
Arus
kas dari bunga dan dividen baik yang dibayar maupun yang diterima,
masing-masing diungkapkan secara terpisah. Arus kas tersebut dapat
diklasifikasi sebagai operasi, investasi, dan pendanaan asalkan konsisten.
e.
Pembayaran
pajak diungkapkan secara terpisah dan diklasifikasi sebagai aktivitas operasi
kecuali jika secara spesifik dapat diidentifikasi sebagai aktivitas pendanaan
dan investasi.
f.
Untuk
metode tak langsung, starting point bisa menggunakan laba bersih ataupun laba
sebelum pajak.
g.
Transaksi
nonkas untuk investasi dan pendanaan tidak dilaporkan di laporan aliran kas,
tetapi diungkapkan di bagian lain dalam laporan keuangan.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Nining Ika Wahyuni
dengan judul “Dampak Implementasi IFRS Terhadap Pendidikan Akuntansi Di
Indonesia” menyebutkan ada beberapa hal dampak proses konvergensi PSAK dengan
IFRS terhadap pendidikan di antaranya
adalah:
1.
Perubahan
mind-stream dari rulebased kepada princple-based.
Adopsi
IFRS secara penuh bukanlah hanya sekesar perpindahan pendekan akuntansi dari
historical cost ke fair value, ini masalah yang lebuh mendasar dari adopsi IFRS
adalah perubahan konsep, paradigma, atau pola pikir. Karena jika memang
mengadopsi IFRS secara penuh berarti akan terjadi peralihan dari rule based ke
principles based dalam sistem akuntansi.
2.
Banyak
menggunakan profesional judgment.
Dengan
diterapkannya IFRS, dunia pendidikan dituntut untuk mampu mengubah pola
pengajaran maupun pola pikir mahasiswa sehingga menghasilkan para akuntan yang
sesuai dengan kebutuhan globa. Pendidikan akuntansi dulunya banyak menggunakan
buku-buku ajar dari Amerika yang notabene berdasarkan rule based. Mahasiswa
biasa diajarkan petunjuk pelaporan keuangan dan implementasi secara detail
sehingga mengurangi ketidak pastian dan menghasilkan aplikasi aturan-aturan
spesifik dalam standar secara mekanisme.
3.
Banyak
menggunakan fair value accounting
Berbeda
dengan FASB yang tidak mengakui fair value sebagai dasar untuk mengukur aset,
fair value ditetapkan oleh international accounting standard board (IASB)
sebagai dasar untuk mengkur aset. Namun seiring perkembangan zaman, ternyata
penggunaan historical cost tidak lagi relevan karena kredibilitas dan kegunaan
laporan keuangan telah terhambat oleh tantangan yang serius. Dan banyak orang
yang berpendapat dan yakin bahwa standard akuntansi yang menggunakan historical
cost memainkan peranan penting sebagai penyebab kerusakan perekonomian,
terutama lembaga simpan pinjam tahun 1890an dan masalah perbankan 1990an.
Karena pada waktu itu banyak laporan keuangan yang tidak mengungkapkan kerugian
segera pada saat terjadi. Sehingga terdapat kesepakatan bahwa standard
akuntansi yang ada perlu diperbaiki. Oleh itu FASB dan IASB bekerja sama untuk
berusaha mengharmonisasikan standar akuntansi masing-masing. Pertanyaan
mengenai bagaimana aset seharusnya diakui di neraca merupakan salah satu isu
penting yang harus dicari solusinya. Untuk itu baik IASB maupun FASB melakukan
pengujian secara seksama terhadap fair value, tentanf arti dari fair value dan
bagaimana seharusnya diaplikasikan.
4.
IFRS
selalu berubah dan konsep yang digunakan dalam suatu IFRS dapat berbeda dengan
IFRS lainnya, misalnya lease menggunakan risk and reward concept, sedangkan service
concession arrangement menggunakan controllability concept, dan pemutakhiran
(updating) IFRS merupakan suatu keharusan.
5.
Perubahan
textbook dari US GAAP kepada IFRS
Salah
satu masalah utama terkait dengan persiapan implementasi international financial
reporting standard (IFRS) atau standar laporan keuangan internasional di
lingkungan perguruan tinggi adalah belum adanya kurikulum baku dan terbatasnya
buku-buku teks. Meskipun asopsi IFRS sudah alam dicanangkan, namun kurikulum
dan buku-buku teks yang diajarkan di perguruan tinggi masih berkiblat ke
Amerika Serikat. Buku teks yang terkait dengan IFRS masih sangat kurang atau
hampir tidak ada. Untuk mengatasi hal ini IAI sudah berinisiatif kerja sama
dengan australia untuk mencoba menyusun materi IFRS sebagai bahan pengajaran di
kelas.
6.
Peluang
Riset.
Pengadopsian
International Reporting standard (IFRS) juga akan membawa dampak pada riset
akuntansi. Berdasarkan review terhadap berbagai riset mengenai dampak
pengadopsian IFRS, terdapat dua kelompok besar riset yang dapat dilakukan
mengenai dampak pengadopsian IFRS, yaitu (1) dampak pengadopsian IFRS terhadap
perilaku partisipan dalam proses pelaporan keuangan, dan (2) dampak
pengadopsian IFRS terhadap kualitas pelaporan keuangan.
Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Siti
Choirul Hidayah dengan judul “Presepsi Mahasiswa S1 Akuntansi Terhadap
Konvergensi International Financial Reporting Standards (IFRS)” dengan memilih
metode penelitian deskriptif, yaitu sebuah metode yang efektif untuk tujuan
mendeskripsikan atau menggambarkan suatu fenomena yang ada, baik fenomena yang
bersifat alamiah maupun fenomena hasil rekayasa. Populasi dan sampel dalam
penelitian tersebut adalah mahasiswa S1 angkatan 2009 yang ada di fakultas
ekonomi UNESA. Populasi dalam penelitian tersebut berjumlah 164 orang. Dalam
penelitian tersebut, peneliti menggunakan teknik purposive sampling. Kriteria
responden untuk penelitian ini antara lain masih tercatat sebagai mahasiswa
jurusan akuntansi strata 1 di fakultas ekonomi Universitas Negeri Surabaya dan
telah atau sedang menempuh mata kuliah Akuntansi Keuangan bagi Mahasiswa
akuntansi stara 1. Penelitian tersebut melakukan pengumpulan data dengan
menggunakan kuisioner dan wawancara. Pertanyaan yang diberikan adalah
pertanyaan yang menyangkut fakta dan pendapat responden. Sedangkan kuisioner
yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan kuisioner tertutup, dimana responden
diminta mejawab pertanyaan dan menjawab dengan memilih dari sejumlah
alternatif. Kuisioner di dalam penelitian ini menggunakan skala likert dengan
kategori penelitian sangat tidak setuju sampai sangat setuju. Kuisioner yang
disebar sejumlah 41 lembar, dan yang memuhi syarat untuk dijadikan sampel hanya
berjumlah 31 lembar. Adanya kuisioner yang tidak memenuhi syarat karena
ketidaklengkapan dalam pengisian jawaban kuisioner ini.
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian itersebut
adalah analisis deskriptif persentase. Deskriptif persentase ini diolah dengan
cara frekuensi dibagi dengan jumlah responden dikali 100 persen. Berdasarkan
uji persentanse yang dilakukan dalam penelitian tersebut terlihat bahwa
sebenarnya mahasiswa merasa berat untuk menerima adanya konvergensi IFRS. Di
dalam kuisioner ditunjukkan sebesar 67,74% dari mahasiswa menjawab setuju.
Mahasiswa beranggap dengan adanya konvergensi IFRS mahasiswa dituntut untuk
berpikir lebih keras tentang aturan-aturan akuntansi terbaru. Selain itu,
mahasiswa berpendapat bahwa akuntansi keuangan yang berbasis IFRS tidak mudah
untuk dipelajari. Hal ini dibuktikan dengan jumlah persentase sebesar 51,61%.
Kesulitan mahasiswa untuk mempelajari IFRS dapat diperkuat dengan hasil uji
pengetahuan tentang IFRS. Selain itu, dari hasil wawancara juga dapat diketahui
pendapat mahasiswa bahwa IFRS itu tidak mudah untuk dipelajari. Salah satu
contohnya ketika mereka kesulitan menghitung nilai revaluasi aset tetap
tersebut. Di dalam proses konvergensi IFRS dijelaskan pula berbagai perbedaan
karakteristik antara PSAK (degan US GAAP) dengan IFRS. Di dalam penelitian ini
mahasiswa sebenarnya mengalami kesulitan dalam menerapkan standar keuangan
terbaru. Hal ini dikarenakan sejak awal semester 1 mahasiswa sudah terbiasa
dengan menggunakan standar akuntansi dengan karakteristik US GAAP. Meskipun
menimbulkan berbagai karakteristik yang berbeda dengan PSAK (berbasis US GAAP),
mahasiswa berharap dengan adanya konvergensi IFRS dapat mengenal dan memahami
terlebih dahulu karakteristik dari IFRS. Karena dengan memahami karakteristik
dari IFRS mahasiswa akan lebih mudah untuk mempelajri IFRS.
Sebaliknya mahasiswa sebenarnya senang ketika adanya
konvergensi IFRS ini. Mahasiswa juga tertarik untuk mempelajari standar keuangan
yang berbasis IFRS. Mahasiswa melihat bahwa dengan adanya standar keuangan yang
berbasis IFRS, pengetahuan tentang standar keuangan yang berlaku di Indonesia
mereka akan bertambah. Pengetahuan yang didapatkan dapat berupa informasi
tentang standar keuangan yang berkembang di dunia usaha saat ini. Disisi lain,
mahasiswa beranggapan bahwa peluang untuk bekerja di sebuah perusahaan sudah
semakin kecil. Untuk dapat bersaing maka seseorang harus mempunyai pengetahuan
yang lebih. Mahasiswa meyakini dengan mempelajari akuntansi keuangan yang
berbasis IFRS akan lebih mudah diserap oleh perusahaan Go Public. Hal ini
dikarenakan perusahaan Go public sudah mewajibkan untuk mengadopsi standar
keuangan yang berbasis IFRS.
Berdasarkan hasil wawancara dengan mahasiswa, peneliti
tersebut menemukan fakta yang mencengangkan. Mahasiswa mengalami kesulitan
untuk membedakan pengertian dari adopsi dan konvergensi. Mahasiswa sering
terbalik dalam memberikan penjelasan mengenai konvergensi dan adopsi IFRS.
Konvergensi IFRS sebenarnya sudah dimulai sejak tahun 2008, namun berdasarkan
fakta mahasiswa angkatan tahun 2009 baru mengenai IFRS di tahun 2012. Mahasiswa
mengenal tentang konvergensi IFRS lebih tepatnya semenjak mengambil mata kuliah
akuntansi internasional. Meskipun mahasiswa mempunyai ketertarikan terhadap
standar keuangan berbasis IFRS namun tidak bisa dipungkiri bahwa mahasiswa
merasakan kesulitan jika dihadapkan dengan sejumlah pertanyaan terkait dengan
pengentahuan IFRS. Mahasiswa merasa bahwa kesulitan untuk memahami akuntansi
keuangan berbasis IFRS dikarenakan sejak awal semester 1 (satu), akuntansi yang
dipelajari masih berbasis US GAAP. Pada semester berikutnya juga belum mengenal
tentang IFRS. Menurut mahasiswa proses penerapan konvergensi IFRS ini terlalu
cepat, sehingga mereka merasa kesulitan karena harus mempelajari semua standar
keuangan terbaru dari awal lagi. Sebenarnya mereka masih belum memahami PSAK
yang berbasis GAAP, apalagi jika PSAK itu harus berubah karena proses
kinvergensi ini. Kesimpulan dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa
pengetahuan mahasiswa tentang IFRS masih tergolong rendah.
Daftar Pustaka
Aprilicia,
Vergiana, 2014, ‘Road Map International Financial Reporting Standard (IFRS) dan
Implementasinya di Indonesia’, Jurnal
JIBEKA, vol 8, No. 1.
Carolina,
Verani, ‘Harmonisasi Implementasi International Financial Reporting Standards
terhadap Sistem Hukum di Indonesia’, Prosiding
Seminar Nasional “Problematika Hukum dalam Implementasi Bisnis dan Investasi
(Perspektif Multidispliner), Universitas Kristen Maranatha.
Gamayuni,
Rindu Rika 2009, ‘Perkembangan Standar Akuntansi Keuangan Indonesia Menuju
International Financial Reporting Standard’, Jurnal Akuntansi dan Keuangan, vol 14, No. 2, hal 153-166.
Giri, Efraim
Ferdinan, 2008,’Konvergensi Standar Akuntansi Dan Daampaknya Terhadap
Pengembagan Kurikulum Akuntansi dan Proses Pembelajaran Akuntansi Di Perguruan
Tinggi Indonesia’, Jurnal Pendidikan
Akuntansi Indonesia, Vol. IV, No.2.
Handayani,
Ratih, 2011, ‘Dampak Konvergensi International Financial Reporting Standard
(IFRS) Terhadap Praktik Akuntansi Dan Dunia Pendidikan Di Indonesia’,Karya ilmiah tidak dipublikasikan,
Universitas Al-Azhar Indonesia.
Herawati,
Nyoman trisna, 2012, ‘ Konvergensi International Financial Reporting Standards
(IFRS) Dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Akuntansi Pengantar Di Perguruan
Tinggi’, Karya ilmiah tidak
dipublikasikan, Universitas Pendidikan Ganesha.
Hidaya, Siti
Choiru, ‘Presepsi Mahasiswa S1 Akuntansi Terhadap konvergensi Internasional
Financial Reporting Standards (IFRS), Karya
ilmiah tidak dipublikasikan, Universitas Negeri Surabaya.
Muchlis,
Saiful, 2011, ‘Harmonisasi Standar Akuntansi International Dan Dampak Penerapan
Dari Adopsi Penuh IFRS Terhadap PSAK’, Karya
ilmiah tidak dipublikasikan, Universitas UIN Alauddin.
Nurani, Frida
Kartika, 2011, ‘Persepsi Mahasiswa Akuntansi Mengenai International Financial
Reporting Standards (IFRS)’, Karya Ilmiah
tidak dipublikasikan, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Perbanas.
Oktavia, 2009,
‘Perkembangan Akuntansi Di Indonesia’, Jurnal
Akuntansi, vol 9, No 1, hal 81-94.
Suyatmini,
2014, ‘Kajian Tentang Konvergensi International Financial Reporting Standard
(IFRS) Di Indonesia’, Jurnal Pendidikan
Ilmu Sosial, vol 24, No.1.
Wahyuni,
Nining Ika, 2009, ‘Dampak Implementasi IFRS Terhadap Pendidikan Akuntansi Di
Indonesia’, Jurnal Akuntansi Universitas
Jember.
Wiyani,
Natalia Titiek, 2009, ‘Standarisasi, Harmonisasi dan Konvergensi IFRS (International
Financial Reporting Standards and Practices)’,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar